Share

4. Malam Minggu Sendiri

“Josh! Kau mengejutkanku!” seru Arabella terkejut saat mengetahui sumber suara itu.

“Maaf, siapa lelaki itu?” tanya Joshua dengan suara yang terdengar cemburu.

“Dia ayah Kimiko, teman Jonah. Hari ini mereka akan pergi berkemah di hutan kota, Josh,” jelas Arabella dan berjalan masuk ke rumah.

“Kau mau teh?” tanya Arabella lagi ketika mereka sudah duduk di meja makan.

“Boleh, terima kasih, Ara,” jawab Joshua sambil kembali terkenang kejadian barusan. Dia bisa merasakan Arabella menyukai Peter, begitu juga sebaliknya dari pandangan mereka. Joshua tiba beberapa menit tadi dan tidak langsung turun, dia sempat melihat Jonah naik ke RV, lalu diikuti Kimiko dan meninggalkan dua orang dewasa itu saling berpandangan. 

Joshua menarik napas dalam-dalam dan mengempaskannya dengan kuat.

‘Apa yang kau takutkan belum tentu terjadi, Josh. Jangan berprasangka buruk pada sesuatu yang belum terjadi.’

‘Tapi, kalau sudah terjadi, bukankah itu sudah terlambat?’

‘Kau harus segera bertindak kalau tidak ingin kehilangan wanita yang kau cintai!’

‘Tapi, bagaimana kalau dia menolakku dan lebih memilih lelaki tadi?’

‘Kau belum mencoba sudah menyerah! Memalukan, Josh! Ingat usiamu sudah lebih dari cukup untuk menikah!’

Suara-suara itu berperang di dalam benaknya, saling memberi pendapatnya masing-masing membuat Joshua bingung dan kembali dia mengempaskan napas kasar.

“Ada apa denganmu? Kau sedang ada masalah, Josh?” tanya Arabella heran melihat Joshua yang sudah dua kali mengempaskan napas dengan kuat.

“Tidak, tidak, Ara. Kau mau ke kantor? Ayo aku antar. Lagipula kau tidak perlu menjemput Jonah kan hari ini? Bagaimana kalau kita pergi makan malam nanti?” ajak Joshua cepat. Tiba-tiba dia memikirkan peluang untuk bersama Arabella dengan lebih intens selama Jonah pergi berkemah. Bukankah ini kesempatan bagus?

Arabella diam sesaat memikirkan ajakan makan malam saat Jonah sedang tidak ada. 

“Baiklah, kau akan menjemputku?” tanya Arabella sambil membersihkan meja makan setelah sarapan tadi dan menaruh secangkir teh hijau hangat di hadapan Joshua.

Joshua langsung mengangguk senang mendengar Arabella menyetujui ajakannya. Ini kesempatan yang langka! 

Setelah membereskan meja  makan, Arabella naik ke lantai dua mengambil tas berkas dan tas tangan untuk ke kantor, lalu turun.

“Ayo kita pergi. Kau telat, Josh,” ajak Arabella cepat sambil menuju ke depan pintu dan mengganti sandal rumah dengan sepatu berhak.

Joshua bangkit dari kursi setelah meneguk habis teh yang tiba-tiba terasa manis.

*** 

Sementara mobil RV yang dikendarai Peter mulai memasukki pintu taman kota, deretan pohon pinus yang menjulang tinggi nampak di kiri dan kanan jalan. Banyak petunjuk di sepanjang jalan, petunjuk ke tempat berkemah, tempat menginap, juga taman bermain. Benar-benar tempat menyenangkan dengan semilir angin yang menyegarkan.

“Apa kita sudah hampir sampai, Paman?” tanya Jonah dengan mata berbinar cerah.

“Belum. Tunggu saja papan nama tempat berkemah akan terlihat setelah kau melihat hamparan rumput yang seperti permadani,” jawab Kimiko yang duduk di antara Jonah dan Peter di kursi depan.

“Belum, Jonah. Setengah jam lagi kita akan sampai di sana, oke?” jawab Peter santai. Dia menurunkan kaca jendela di samping kemudi dan angin musim semi segera terhidu, bau rumput basah yang mulai terjemur matahari membuat lelaki itu merasa senang dan tenang.

“Harum sekali bau rerumputan segar ini, ya?” tukas Jonah pada Kimiko yang duduk bersandar pada tubuh Peter.

Tak lama kemudian Peter tampak mulai mengatur RV-nya berhenti di samping sebuah RV hitam yang sudah lebih dulu berada di sana. 

“Apa kita sudah tiba?” tanya Jonah yang tidak percaya pada penglihatan di hadapannya. Hamparan rumput luas membentang yang diselingi pepohonan pinus dan akasia yang tumbuh liar di sana. 

“Tentu, Jonah. Ayo kita turun!” seru KImiko dengan bersemangat mengajak turun dan segera berlari ke pintu samping untuk keluar.

“Hati-hati, Kimi!” teriak Peter yang tertawa melihat anaknya yang begitu bersemangat.

Jonah turun dan segera berlarian tak jauh dari mobil yang dipenuhi rumput gajah yang hijau seperti permadani. Matanya memandang jauh dan hanya terlihat rumput dan beberapa pepohonan tinggi yang cukup jauh dari mereka. 

“Ayo kita ke sana, ada sungai yang jernih sekali airnya,” ajak Kimiko setelah beberapa saat berlarian dengan keringat yang mulai bercucuran.

“Apa boleh? Jauh tidak?” tanya Jonah khawatir saat teringat pesan ibunya untuk tidak bermain terlalu jauh atau pun berbahaya.

“Tidak, kau ini takut sekali, Jonah! Ayo!” Kimiko menarik tangan Jonah dan mengajaknya pergi.

“Kimi! Hati-hati jangan sampai ke dalam sungai!” teriak Peter saat sedang mengeluarkan tenda dan peralatan memasak dari bagasi bawah RV.

“Iya, Pa!” teriak Kimiko membalas seruan Peter.

Tangan Kimiko terus menarik Jonah yang berhenti sesaat mendengar teriakan Peter tadi, “Ayolah, Jonah!”

“Apa tidak berbahaya, Kimi? Apa sebaiknya kita tunggu Paman Peter saja agar bisa bersama-sama ke sungai?” Jonah terlihat ragu dan semakin khawatir. Dia bukannya takut, tapi memikirkan pesan ibunya … dia khawatir ibunya akan merasa sedih saat dia melanggar larangan Arabella.

“Kau ini anak lelaki, Jonah! Kau harus lebih berani dari aku!” seru Kimiko kesal melihat Jonah yang ragu.

“Aku … bukannya takut, Kimi. Tapi sungai itu sungguh tidak berbahaya? Aku hanya ingat pesan mamaku!” tegas Jonah yang tidak ingin Arabella sedih.

“Ck … ck … ck …. Kalau bahaya Papa pasti tidak akan mengijinkan kita pergi sendiri, Jonah! Jangan terlalu khawatir, ayo cepat!” Kimiko kembali menarik tangan Jonah agar bocah lelaki itu mengikutinya dengan lebih cepat.

Tak berapa lama mereka tiba di sebuah aliran sungai yang tidak terlalu lebar dan dalam. Airnya bersih dan jernih hingga bebatuan di dasar sungai dapat terlihat langsung. 

“Wah! Sungainya jernih sekali!” seru Jonah dengan mata berbinar. 

“Airnya pasti segar sekali! Bagaimana kalau kita bermain air?” ujar Jonah berinisiatif. Air sungai yang jernih membuat dia ingin berenang di sungai itu, pasti segar sekali!

“Ayo, gulung dulu celanamu biar tidak basah,” tukas Kimiko sambil duduk di tepian sungai dan mulai menggulung celana yang sedengkul hingga sampai beberapa satu jengkal dari pinggang.

Jonah duduk di tepian sungai dan mulai menggulung celana panjang yang dikenakannya. Dia menyesal mengenakan celana panjang, seharusnya mengenakan celana kain pendek seperti yang biasa digunakannya jika berada di rumah. Tetapi nasi sudah jadi bubur, semakin dia bersemangat menggulung celana panjang itu, kain yang sudah tergulung terlepas lagi menjuntai ke bawah.

Hingga beberapa saat, Kimiko duduk di hadapannya dan membantu Jonah menggulung celana jeans lembut dengan menggunakan karet gelang di lengannya. Butuh beberapa saat akhirnya kain celana Jonah bisa tergulung ke atas dan mereka langsung turun ke dalam air yang hanya setinggi lutut bocah lelaki itu.

Tidak butuh waktu lama, mereka saling memercikkan air ke tubuh lawan hingga percikan air mulai membasahi baju.

Tiba-tiba aliran air sungai yang tenang menjadi lebih kencang dan air sungai yang tadinya hanya sampai selutut Jonah mulai naik hingga sampai ke pinggang. Tetapi keduanya sedang asik bermain tanpa memperhatikan debit air sungai yang mulai naik, hingga akhirnya ….

“JONAH! KIMIKO! Ayo cepat naik!” 

*** 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status