Share

Asisten Pribadi Bos Theo

"Kenapa? Kamu keberatan? Suka-suka saya dong," sahut Theo santai.

"Tapi, Pak. Saya tidak pernah berbuat ulah di kantor. Pekerjaan saya juga bagus. Atasan saya saja bilang saya bersih benget membersihkan toilet," sahut Kirani membela diri.

"Karena kamu suka melamun!"

Kirani terdiam. Ia mengutuk dirinya sendiri yang sempat terpesona pada ketampanan Theo yang membuat dia melamun dan tidak mendengar pertanyaan Theo. Alhasil ia dipecat dari pekerjaan yang sangat ia butuhkan.

"Maaf, Pak. Tapi saya mohon beri saya kesempatan sekali lagi. Saya butuh uang untuk biaya pengobatan anak saya, Pak." Kirani memohon pada Theo dengan menangkupkan kedua tangan di dada.

Theo menatap Kirani lekat-lekat. Ia merasa kasihan melihat perempuan yang saat ini berada di hadapannya. Perempuan muda yang harus menjadi janda dan mengurus anak seorang diri.

"Justru saya memanggilmu ke sini untuk membicarakan pekerjaanmu selanjutnya," sahut Theo.

"Maksud Bapak apa?"

"Saya memang memecatmu sebagai office girl, tapi saya memindahkanmu ke posisi yang lebih baik," ujar Theo. "Kedepannya saya memang membutuhkan asisten pribadi yang bisa mengurus segala kebutuhan saya dan menerjemahkan bahasa dari beberapa klien dari luar negeri. Apa kamu masih tertarik menjadi asisten pribadi saya?"

Kirani tercengang mendengar ucapan Theo. Ia tidak menyangka jika pekerjaan yang diidamkannya akhirnya ada di depan mata.

"Masih, Pak. Masih sangat tertarik."

"Bagus. Silakan baca dan pahami tugas kamu di dalam map ini. Tanyakan jika ada yang kamu tidak mengerti." Theo memberikan sebuah map pada Kirani.

Dengan cepat, Kirani mengambil map itu dan membaca isinya. Namun, ia terbelalak ketika membaca tugas yang harus dia emban. 

"Membangunkan Bapak selama hari kerja?" Kirani menatap Theo yang langsung disambut anggukan oleh lelaki itu. "Bagaimana caranya?"

"Tentu saja kamu harus datang ke apartemen saya setiap pagi. Kamu akan dijemput oleh sopir Pribadi saya."

"Errrr ... membangunkan maksudnya bagaimana?" Kirani menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia gerogi membayangkan akan masuk ke apartemen Theo.

"Terserah kamu bagaimana caranya membangunkan saya." Theo mendekati Kirani dengan senyum menggoda. "Dikasih ciuman juga nggak apa-apa," bisiknya tepat di telinga Kirani. "Jangan lupa siapkan sarapan pagi untuk saya juga. Terserah mau beli makanan di luar atau masak sendiri."

Kirani menelan ludah. Ia tidak bisa membayangkan entah bagaimana nanti hidupnya jika melayani kebutuhan Sang bos sejak pagi sampai malam. Apalagi sampai harus mencium bosnya itu untuk membangunkannya. 

"Tampan sih, tapi aku bukan perempuan murahan," lirih Kirani.

"Baca keseluruhan dengan teliti. Aku tidak mau ada perdebatan tentang aturan ini di kemudian hari," ujar Theo seraya duduk di sofa dan terus memperhatikan Kirani.

Kirani membaca semua aturan yang dibuat oleh Theo dan menanyakan semua yang dia tidak pahami.

"Satu lagi. Jangan sampai semua kebutuhan saya terlambat dipenuhi. Jika itu terjadi, maka saya akan memberimu hukuman." Theo berdiri dan mencondongkan tubuhnya sehingga mereka hampir saja beradu dahi.

"Hukumannya apa, Pak?"

"Ciuman."

"Apa?"

"Iya. Telat dua menit, cium kening. Telat tiga menit, cium pipi. Telat empat menit, cium hidung. Dan telat lebih dari lima menit ...." Theo menggantung ucapannya. "Cium bibir."

Kirani menelan ludah. Sungguh konsekuensinya sangat berat jika ia sampai terlambat. Namun Kirani sangat membutuhkan pekerjaan itu. Ia harus memiliki banyak uang untuk biaya pengobatan Kevin yang menderita kanker Lymphoma. Kevin harus sering cek up ke Dokter dan Dokter menyarankan untuk kemoterapi.

Dilema yang dirasakan oleh Kirani. Ia tak mungkin menjadi perempuan murahan yang rela dicium atasan, tapi ia pun tak ingin menjadi ibu yang tak peduli pada anaknya yang sekarat.

"Bagaimana? Kamu bersedia?" Theo menatap Kirani dengan wajah serius.

Kirani membalas tatapan Theo dengan wajah tak kalah serius. "Ehm, boleh saya bernengosiasi?"

"Tidak! Saya membayar gaji kamu sebesar lima puluh juta, jadi tidak ada negosiasi."

"Li—lima puluh juta?"

"Iya. Kenapa?"

Kirani mengulum senyum. Uang lima puluh juta bukanlah uang yang sedikit bagi Kirani. Uang itu bisa ia gunakan untuk membayar biaya pengobatan Kevin. Ia sangat yakin, Kevin pasti bisa sembuh bila ia mengikuti saran dari Dokter dan menebus obat yang diresepkan.

"Jika kamu memang keberatan dengan aturan yang saya buat, maka silakan tinggalkan tempat ini." Theo berkata seraya menunjuk ke pintu keluar.

"Saya bersedia, Pak." Kirani menahan tangan Theo secara refleks. "Maaf, Pak," lirihnya.

"Bagus. Mulai sekarang kamu panggil saya Bos seperti sopir pribadi saya. Mengerti!"

"Siap, Bos." 

"Kemasi barang-barangmu di loker office girl. Setelah itu kembali ke ruangan saya karena kita akan membeli pakaian yang akan kamu pakai selama bekerja." Theo menatap Kirani sambil memindai penampilan perempuan itu.

"Kamu akan semakin cantik jika saya berikan sedikit polesan." Theo berbisik di telinga Kirani sesaat sebelum dia menarik perempuan itu keluar dari ruangannya.

***

"Ambil semua pakaian yang ada di pajangan, lalu pakaikan pada asisten saya!" Theo memberi perintah pada beberapa perempuan yang memakai blazer hitam.

Dua orang perempuan segera membawa beberapa potong pakaian, lalu membawa Kirani masuk ke dalam ruang ganti. 

"Bagaimana, Bos?" 

Theo memindai penampilan Kirani dari ujung kaki Sampai ujung kepala. Kemudian menggeleng sambil kembali fokus pada ponselnya.

Kirani mencoba beberapa lembar pakaian lagi, tapi tak ada satu pun yang sesuai dengan selera Theo.

"Tunggu di sini!" Theo melangkah menuju jejeran pakaian dan meminta Kirani mencobanya.

Kirani mulai gelisah. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Namun dia tak juga pulang ke rumah. Perempuan itu pun mengirimkan pesan kepada ibunya.

Beruntungnya, Theo menyukai deretan baju yang dipakai oleh Kirani sehingga meminta pelayan butik membungkus semua pakaian yang pas dengan Kirani.

Mereka melanjutkan perjalanan menuju sebuah restoran yang terkenal di kota Jambi. 

"Kamu mau pesan apa?" Theo menyodorkan daftar menu pada Kirani.

"Hmm. Terserah Bos saja." 

Kirani masih gelisah karena chat yang dikirimkan pada ibunya tak kunjung centang dua berwarna biru.

Dikarenakan terlalu sibuk dengan pikirannya, tanpa sengaja Kirani menjatuhkan sendok. Perempuan itu pun segera menunduk untuk memungut sendok yang jatuh.

Namun, ketika Kirani bangkit dari bawah meja, dia kaget mendapati tangan Theo yang menahan sudut meja agar kepalanya tidak terbentur sudut meja. 

"Terima kasih, Bos."

"Untuk?"

"Eeee ... Nggak apa-apa." Kirani malu karena tangan Theo sudah kembali memegang garpu dan memakan steak daging yang ada di hadapannya. "Ternyata Bos perhatian juga," gumamnya di dalam hati.

Mereka melanjutkan perjalanan menuju apartemen Theo. Kirani masih terus fokus pada ponselnya. Bahkan dia tidak mendengar pertanyaan Theo yang duduk di samping kemudi.

"Kenapa kamu gelisah? Tidak nyaman bersama saya?" Theo menoleh ke bangku belakang. Dimana Kirani terus memantau ponselnya.

"Bukan. Saya hanya kepikiran pada anak saya."

"Saya kan sudah bilang kalau kamu harus fokus bekerja."

"Masalahnya, Ibu dan anak saya belum tahu soal pekerjaan ini."

"Oke. Hari ini kamu boleh gelisah. Tapi besok dan seterusnya ...." Theo merubah posisi bangku menjadi berbaring sehingga ia berada di samping Kirani dan menatap perempuan itu dengan intens. "Kamu harus fokus mengurusi saya."

Jantung Kirani seketika berdebar kencang ketika Theo berbaring tepat di sampingnya. "Siap, Pak," sahut Kirani seraya memasukkan ponselnya ke dalam tas dan menatap lurus ke depan.

"Cium saya." Theo berkata secara tiba-tiba sambil menarik tubuh Kirani agar mendekat padanya.

"Hah?" 

"Anda tidak punya telinga?" 

Kirani merasa kikuk. Ia bingung harus menuruti permintaan Theo atau tidak. Secara permintaan Theo sangatlah gila.

"Cium saya!" Theo kembali memerintah sambil menunjuk pipinya.

"Tapi saya ...." Kirani menggigit bibir bawahnya. Ia tak menyangka jika Theo meminta ciuman. Padahal ia tidak melakukan kesalahan.

"Kamu yang mencium pipi saya atau saya yang merampok bibirmu." Theo tiba-tiba menutup tirai pembatas dengan posisi tubuh semakin mendekati Kirani.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Dian Ibrahim
blom2 udah minta cium siihh pak bozz Theo iniihh... Kirani kan lagi pusing mkirin ank n ibu nya hadeeehhh bozz mesum
goodnovel comment avatar
Dian Ibrahim
gajinya sih lumayan gweedee ya tpi kok syaratnya aneh2 sih bozz Theo ini,ngadi2 bikin peraturan nya...
goodnovel comment avatar
Langit_Biru
blm ap2 bos ud berubah jd mesummm, bru pipi besok minta cium ap lg nie si theo
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status