Share

» Nadia Tidak Cinta «

—[Allium Sativum POV]—

Gue pulang ke rumah tepat sebelum makan malam, jadi gue masih bisa mandi setidaknya untuk meregangkan otot yang lelah karena seharian berada di rumah sakit.

Sesibuk-sibuknya gue, kalau memang nggak ada operasi malam, gue bakal selalu meluangkan waktu gue untuk makan malam bareng keluarga, begitu juga Ayah. Beda cerita dengan Nia dan Bunda yang memang selalu di rumah.

"Ucup tumben hari ini nggak ke sini. Lagi marahan?" tanya Bunda sambil melirik Nia yang sedang menyuapkan nasi ke dalam mulut.

Gue juga secara refleks ikut menoleh ke Nia, biasanya Si Pecinta Lele itu emang ada di tengah acara makan malam keluarga gue. Walaupun tuh anak belum sepenuhnya jadi adik ipar gue, tapi dia udah jadi bagian keluarga. So, kalau dia nggak ada serasa ada yang kurang.

"Eh ... nggak marahan kok, Bun. Ucup lagi ke acara nikahan," ucap Nia.

"Oh, teman Ucup ada yang nikah?"

Nia menggelengkan kepalanya.

"Enggak, Bun. Bukan teman Ucup. Tapi ikan lelenya Ucup yang nikah."

Gue hampir ketawa keras pas Ayah nyemburin minumannya. Tapi gue takut dosa kalau ketawa, jadi gue coba tahan.

"Ayah baik-baik aja, 'kan?" tanya Bunda panik sambil mengusap punggung Ayah.

"Ayah gak papa, Bun. Yang ada apa-apa itu calon mantu kita, dia udah jadi anggota polisi masa masih main ikan lele. Di mana wibawanya?"

"Masih mending mainin ikan lele daripada mainin perasaan anak kita. Udah sih, Yah. Menurut Bunda nggak ada masalah kalau emang hobby Ucup gitu, yang penting 'kan nggak merugikan orang lain," jelas Bunda.

Gue mah masih khusu' makan, nggak terlalu penting juga sama hobby Ucup yang nyleneh itu semenjak SMA dulu. Bagi gue yang penting Ucup sayang sama Nia, itu aja sih.

"Kalau Abang sendiri, kapan kenalin Miska ke Bunda?"

Gue menelan nasi secara kasar.

"Miska siapa?" tanya gue pura-pura bego.

"Calon istri Abang," jawab Nia sambil terkekeh pelan. "Nia kira Abang masih ngarepin Ka Nadia, ternyata udah move-on keren! Mana tiga bulan lagi nikah."

"Loh, Abang mau nikah tiga bulan lagi? Kok Bunda sama Ayah nggak diundang?" Ayah seperti biasa mulai meledek gue.

Lagian mana mungkin gue nggak ngundang orangtua sendiri di acara nikahan gue. Yang jadi masalahnya itu, gue nggak kenal siapa itu Miska. Sumpah, kisah cinta gue lebih drama daripada novel-novel yang dijodohin orangtuanya lalu jadi cinta di akhir cerita.

Gue yakin keluarga gue tau dari acara gosip yang ditayangin di TV. Tapi sekarang yang ada dipikiran gue malah Nadia. Gimana kalau Nadia tau tentang ini? Pasti Nadia salah paham dan ngira gue PHP-in dia selama ini. 

"Abang, kok diem aja? Malu ya?"

Mulut Nia lama-lama pengin gue jahit. Nggak tau apa kalau gue lagi mikir keras tentang hubungan gue sama Nadia yang makin diujung tanduk.

Daripada gue jawab pertanyaan Nia, gue lebih milih habisin makan malam dan pergi ke rumah Nadia. Lagipula keluarga gue semakin gue jawab, mereka bakal makin menghujani gue dengan banyak pertanyaan dan gue gak suka.

***

Setelah acara makan malam, gue langsung menuju rumah Nadia. Gue bener-bener nggak mau Nadia percaya sama berita yang ada di TV.

Begitu pintu terbuka yang pertama kali terlintas di otak gue adalah ....

Cantik.

Gue selalu terhipnotis dengan penampilan Nadia. Tanpa polesan apa pun pada wajahnya tetap terlihat mengagumkan.

"Alli ... ayo masuk, kamu duduk dulu, biar aku ambilin minum."

Gue lalu duduk di sofa berwarna biru tua sambil natap Nadia yang pergi ke dapur dan ngambilin gue minum.

Nggak ada yang berubah dari perilaku Nadia, dia masih memperlakukan gue dengan baik. Terus apa itu berarti Nadia belum lihat berita tentang gue dan Miska?

Nadia berjalan dengan anggun sembari membawa secangkir teh manis untuk gue. Nadia memang tau kalau gue memang suka minum teh ketika malam, memang calon istri idaman.

"Minum dulu, All."

Gue cuma ngangguk mulai menyeruput teh manis yang kalah manis dari Nadia. Karena malam ini Nadia manisnya kebangetan. Sumpah gue nggak bohong.

"Jadi gimana awal mula kamu ketemu Miska?"

Uhuk uhuk uhuk.

Sumpah gue kaget dengan pertanyaan Nadia yang nggak ada basa-basinya sama sekali dan langsung ke inti. Aturan pakai aba-aba dulu biar gue nggak kaget sampai tenggorokan gue sakit banget kesedak. Mungkin ini karma buat gue karena tadi mau ketawain Ayah. Ampuni dosa anakmu ini, Ayah.

"Aduh sorry, harusnya aku nggak ajak kamu ngobrol pas kamu minum." Nadia buru-buru mengusap mulut gue dengan tisu. Jomblo dilarang baper. Eh ... gue lupa kalau gue juga jomblo.

"Nad, sumpah aku nggak ada hubungan apa-apa sama Miska," ucapku sungguh-sungguh.

"Kalau ada hubungan apa-apa juga nggak papa kok." Nadia senyum sambil natap wajah gue. Gue yakin seratus persen kalau cewek bilang nggak papa udah pasti dia sebenernya cemburu. Gue udah hapal kode cewek.

"Cemburu, ya?" tanya gue meledek.

"Cemburu?" Nadia ketawa keras lalu mukul kepala gue pakai bantal, nggak sakit tapi lumayan bikin kepala gue oleng, "ngapain juga aku cemburu sama kamu, All."

Nadia ngambil ponselnya lalu ngangkat tinggi ke depan wajah gue.

"Aku baru jadian sama Haikal."

Hah?

"Gimana-gimana?" tanya gue yang kayanya mulai bego beneran.

Nadia senyum.

"Aku baru jadian sama Haikal," ulangnya.

"Yang cinta sama kamu itu aku tapi kenapa kamu jadiannya sama Haikal?" sumpah gue nggak paham sama otak cewek. Di saat ada yang mati-matian cinta sama dia tapi kenapa dia nggak peduli dan malah milih cowok lain.

"All, dari awal aku kenal kamu, aku yakin kalau kamu itu bakal jadi sahabat yang baik buat aku. Makanya aku pengin kamu jadi sahabat aku sampai kapanpun. Aku nggak mau kita terlalu jauh, dan yang paling penting aku nggak mau kehilangan kamu."

Bener-bener gue nggak ngerti otak Nadia. Kalau dia nggak mau kehilangan gue, ya mending dia langsung nikah sama gue dan kita bakal bareng terus lalu bahagia selamanya. Kalau cuma sahabat, dia bisa nikah sama cowok lain. Gimana hati gue coy, gimana? Mungkin ini yang dinamakan sakit tapi tak berdarah.

"Gimana kamu sama Miska?"

"Kamu bener-bener nggak ada perasaan sedikit pun ke aku, Nad? Kamu nggak cemburu kalau aku nikah sama cewek lain?" tanya gue sekali lagi mengabaikan pertanyaan Nadia.

"Aku malah seneng kalau akhirnya kamu nemuin pasangan, All." Wajah Nadia berbinar sempurna. Nggak pernah gue lihat Nadia sebahagia ini.

Sumpah, gue jadi pengin nyanyi lagu 'Entah apa yang merasukimu' buat Nadia.

—Bersambung—

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status