Share

Bab 4

"Begini bel, lemontea yang kamu beri kamaren mengandung bubuk pollonium, itu adalah sejenis racun yg dapat membunuh secara perlahan kalau dikonsumsi secara rutin ..." Danu menghentikan ucapnya sejenak menatapku. wajahnya tampak lebih serius.

"dan racun itu tidak ada obatnya, racun itu pun tidak dapat dideteksi oleh dokter sekalipun, racun itu melumpuhkan syaraf secara perlahan dan mematikan otak. Gelaja awalnya adalah pusing, depresi,

Gejala berat rambut rontok, hilang penciuman, syaraf kadang befungsi kadang tidak." aku membeku mendengarnya.

Danu kemudian menarik nafas dan melanjutkan kalimatnya, "Gejala akhir anggota badan mulai lumpuh, syaraf otak mulai mati. Dan akhirnya meninggal dengan diagnosa penyakit mematikan," Jelasnya panjang lebar.

Aku kembali terpaku mendengar penjelasan Danu.

Tiba-tiba aku merasa takut, setega itukah mereka ingin melenyapkan ku.

tanpa sadar air mataku jatuh, mengingat dua orang yang sebelumnya ku cintai merencakan pembunuhanku.

sanggupkah aku menerima kenyataan yang sangat pahit ini?

Viona memelukku, mencoba menenangkanku.

"kamu kuat Bella, jangan tunjukan kelemahanmu, ada aku disini dan Danu yang akan membantu mu. Kamu harus balas perbuatan mereka," hibur Viona.

"bener Bel, kami ada buat lo, tapi untuk sekarang lebih penting untuk cek kesehatan lo, sudah berapa banyak racun itu masuk ke tubuh lo. Itu memang gada obatnya tapi kalau belum masuk gejala berat masih belum terlambat untuk disembuhkan Bel. Jadi lebih baik kita cek kesehatan dulu," saran Danu.

aku berfikir sejenak, tidak ada waktu untuk menangisi mereka, lebih baik aku mengecek kesehatanku.

"Baiklah, tapi vio bisakah kamu gantiin tugas aku dulu dikantor? Aku takut kalau aku ga selesaikan tugas itu, Zico bakal curiga aku kerumah sakit, tolong jangan beri tahu siapa pun kalau aku kerumah sakit," pintaku pada Vio.

Viona tersenyum sembari mengelus pundakku, "tenang Bel, aku ngerti. Ga usah mikirin masalah kantor, aku pasti bakal selesai kan tanpa ada yang curiga bahwa kamu ga ada dikantor," ucap viona.

mendengernya membuatku merasa tenang.

"terimakasih vio," balasku memeluknya.

saat itu juga, seperti saran Danu. Aku bergegas pergi ke rumah sakit.

...

Di Ruang dokter.

"Gejala yang ibu alami hampir mendekati gejala awal, untung saja ibu sudah menyadarinya sebelum gejalanya lebih parah. Tapi walau begitu racun yang sudah lama tertumpuk itu tetap dapat memicu penyakit lain seperti kemandulan, migrain akut, hingga memperngaruhi masalah hormon." penjelasan dokter mirip dengan yang diberitahu Danu.

"Masih belum terlambat untuk memulihkan kesehatan ibu, Saya akan membuatkan resep obatnya, resep ini harus dikonsumsi secara teratur tidak boleh terlambat atau lupa. Juga saya sarankan cek up dua minggu sekali untuk memastikan kesehatan ibu." Jelas dokter panjang lebar.

Aku sedikit lega mendengar penjelasan dokter, setidaknya aku masih ada kesempatan untuk sembuh.

"Baik dok, asal saya bisa sembuh saya tidak akan lupa pesan dokter, saya permisi dulu" pamitku keluar.

"syukurlah aku mencurigai lebih awal sehingga penyakit ini dapat diatasi, apa jadinya jika aku terlambat menyadari? Tidak ada yang bisa ku lakukan kecuali pasrah jika terlambat," pikirku.

Aku terus berjalan di koridor rumah sakit, pikiranku kacau.

Tidak cukup membuatku sakit hati, para pengkhianat itu juga sudah meracuniku!

Tanpa sadar aku mengepalkan tangan dengan kuat.

"perselingkuhan dan racun! Tega sekali mereka padaku! Bagaimana bisa aku masih berfikir untuk memaafkan mereka, tidak! Tunggulah kalian sampah!" geramku setengah berteriak.

"kau diselingkuhi?" ucap seseorang dari belakang, suara itu terdengar familiar. Aku berbalik.

"Pak Edward!"  mataku terbelalak melihat kehadirannya, bagaimana bisa Pak Edward ada disini.

"Maaf jika aku ikut campur, aku hanya tak sengaja mendengar teriakan mu, apa benar kau diselingkuhi?" langkahnya perlahan mendekatiku.

Aku menatap tatapannya yg penasaran.

"Ya bahkan mereka sudah meracuniku!"

"Meracunimu? Apa kau baik-baik saja?" keningnya berkerut menanyakan keadaanku.

Aku sedikit terheran, "ya aku baik-baik saja, untung saja aku tidak terlambat menyadarinya," jelasku.

"Syukurlah."

Hening beberapa detik, aku terlarut dalam kesedihanku sendiri.

"Jangan sedih, ia tak pantas kau tangisi! Untuk apa kau memikirkan pria brengsek itu!" ucapan itu terdengar seperti menghiburku.

lagi-lagi aku merasa heran, apa dia benar-benar mencoba menghiburku.

namun setelah dipikir perkataannya tidak salah.

"pak Edward benar, untuk apa aku bersedih memikirkan si brengsek itu dan selingkuhannya. Lebih baik aku membuat rencana untuk membalas mereka!" geramku mengepalkan tangan.

Edward tersenyum kecil.

"baguslah kau wanita yang kuat, aku mendukung balas dendammu. jika perlu bantuan bilanglah padaku," sarannya memegang pundakku.

"Terimakasih," balasku menatap matanya. Aku masih merasa aneh dengan perilaku pak Edward sekarang ini. Ia terlihat sangat berbeda dari biasanya.

"Sudah sore, ikutlah denganku, aku akan mengantarmu pulang," tawarnya.

apa dia memang orang yang seperti ini?

"Tidak pak, saya bawa mobil sendiri." tolakku halus.

"mobilmu biar Benz yang bawa, aku tak ingin wanita yang pikirannya kacau mengemudikan mobil," ucapnya lagi.

Aku memikirkan ucapannya sebentar,  kalau dipikir tidak sopan menolak ajakan parnert besar. lebih baik aku menerima kebaikan hatinya.

"baiklah, terimakasih."

...

Dirumah.

"kak, sudah pulang? Mau aku buatin lemontea?" sapa Tania dengan tawaran lemonteanya seperti biasa.

lagi-lagi lemontea, ternyata perhatian yang ia berikan hanyalah racun untukku.

Aku hanya meliriknya sekilas, "Taruh saja dikamar nanti aku minum, kebetulan aku sedang pusing banyak kerjaan," aku melangkah pergi tanpa memperhatikannya.

"kakak harus banyak istirahat, jaga kesehatan, karena aku tak sabar ingin punya keponakan."

Aku terhenti sesaat.

apa sekarang dia sedang mencibirku mandul?

padah itu semua karena kelakuannya.

"dasar iblis!" aku menarik nafas pelan dan melanjutkan langkahku.

...

Makan Malam.

"sayang ayo makan," ajak zico padaku.

Aku turun melihat Tania dan Zico sudah ada di meja makan.

Sebenarnya aku ragu untuk makan bersama mereka, tapi ku pikir tidak mungkin Tania meracuni makanan yg akan dia makan juga.

"Iya sayang," balasku sebiasa mungkin, aku tak inhin terlihat mencurigakan.

Hening, hanya terdengar suara sendok dan piring saring beradu.

"Tania apa kau punya pacar?" tanyaku memecahkan keheningan.

"uhuk!!" tania dan zico kaget seketika,

"apa maksud kakak?"

Aku melirik cincin dijari manis Tania.

"itu, bukankah itu cincin berlian edisi terbatas dari brand LoveG, itu hanya ada 17 buah didunia, cukup sulit untuk mendapatkannya. pasti pacarmu orang kaya raya ya?"

Padahal aku tahu itu cincin itu adalah cincin yang aku lihat beberapa hari lalu dikamar Zico, aku pikir Zico akan memberi kejutan tiba-tiba padaku.

siapa yang menyangka ternyata suamiku memberi benda mewah itu pada adikku semdiri, Tania.

"haha umh, ntah-lah k-kak, aku hanya berkencan 2kali, dia langsung memberiku hadia ini. " dengan senyuman canggung Tania menjawab gugup.

"dan aku juga baru tau ini barang mewah, sepertinya di orang yang sangat royal. Apa aku kembalikan saja ya? Aku jadi tidak enak!" sambungnya seakan ingin melepas cincin itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status