Share

Bab 5

"tidak perlu dilepas, bawa saja pria itu kesini, kakakmu ini ingin melihat perawakannya." aku berkata santai sembari menyantap makananku.

"sayang, tolong jangan ikut campur masalah asmara Tania," sahut Zico. Ia terlihat sangat kesal.

raut wajah suami laknat ku ini membuatku ingin tertawa saja.

"memangnya salah? aku hanya ingin melihatnya, apa kau juga tidak penasaran? dan lagi, kalau sampe pria itu memberikan barang langka begitu pada Tania, bukankah artinya dia sangat serius pada Tania?" kataku masih dengan senyuman santai.

"Cukup kakak! Ini urusanku!" Tania meninggikan suaranya sembari menggebrak meja.

kalau dulu pasti aku akan merasa bersalah, dan membujuknya untuk meminta maaf. namun, tentu saja tidak kali ini.

"aku sudah selesai, silahkan kalian lanjutkan makannya," sambung Tania berdiri kemudian berlalu pergi.

"Lihat perbuatanmu Bella, mengapa kau membahas yang tidak penting?" sindir Zico.

mengapa dulu aku gak sadar ya, suamiku sendiri sering membela adikku secara berlebihan.

dulu aku pikir, mungkin karena Zico menganggap Tania seperti adik kandungnya sendiri.

ah, pikiran yang terlalu naif. seharusnya aku lebih peka biar gak kecolongan kayak gini.

"Tania sudah berumur 25th, sudah waktunya dia menikah, aku kakaknya, aku lebih mengkhawatirkan nya dibanding kamu Zico." tuturku santai.

mendengar itu wajah Zico berubah geram.

"sudahlah, tidak selera aku makan." Zico berdiri dan meninggalkan kursinya, makananya saja belum habis.

aku tersenyum kecut.

"Hah, mungkin saja dia sedang mengejar Tania untuk menghibur nya ... Aku tidak peduli, rasaku sudah mati pada kalian, silahkan tuai akibat perbuatan kalian," batinku sembari menyunggingkan senyum kecil.

...

Setelah makan, aku menyuruh pelayan membersihkan meja, aku menuju keatas mencari keberadaan mereka.

Kulihat mereka sedang berada di balkon.

karena penasaran, akupun diam-diam mengintip dan menguping pembicaraan mereka.

"apa kau dengar tadi yank, pasti kakak sengaja berkata begitu. Pasti ia menyindir ku yang tidak juga kunjung menikah, padahal kakak tidak pernah membahas nya sebelumnya, mengapa tiba-tiba?" terlihat  Tania sedang menangis di pelukan Zico.

benar-benar pemandangan menarik.

"tenanglah sayang, mungkin itu efek obat yg kita berikan padanya, jadi otaknya sedikit terganggu. bukankah kau tau salah satu gejalanya adalah sakit kepala dan halusinasi, mungkin saja sebentar lagi dia akan depresi. Bersabarlah sayang." Zico membelai halus kepala Tania, seakan menghiburnya.

hah, otakku terganggu katanya. tanpa sadar tanganku mengepal.

suami macam apa sebenarnya yang sudah ku pungut ini.

"sangat mengejutkan! ternyata benar racun itu bukan rencana Tania saja. Tapi rencana mereka berdua!" aku menggeleng tak habis pikir.

"Bukankah aku lebih baik dari kak Bella sayang, bukan kah kau lebih mencitaiku? Tapi mengapa ia begitu percaya diri, aku benci melihat nya seolah merendahkan ku!" Tania memajukan bibirnya sembari memelas manja.

Aku menyeringit, berpikir, " tak pernah sedikitpun aku merendahkan Tania, mengapa ia bisa berfikir begitu?" batinku.

terlihat Zico menyentil lembut hidung Tania,

"Iya sayang kamu lebih dari sempurna dibanding Bella, aku sangat sangat mencintaimu, kau pun juga lebih sangat pandai memuaskanku. Aku sangat mencitaimu," ucap Zico lembut.

Mereka berdua terlihat saling menatap kemudian wajah mereka juga ikut saling mendekat.

ya, akhirnya mereka berciuman di balkon selayaknya raja dan ratu dalam dongeng.

sedikit terasa nyeri di dada, tapi aku tak ingin mengakuinya.

bukankah nyeri ini wajar, aku sangat tulus mencintai suamiku. melihatnya begini tentu akan menyakitiku.

namun aku tak akan terlarut, aku sudah bilang rasaku untuk mereka sudah mati.

rasa nyeri ini hanya sesaat, aku tidak ingin mengakuinya.

"pertunjukkan yang menjijikan!" gumanku pergi.

...

aku berjalan ke arah kamarku dan merebahkan diri.

Aku berpikir, mengapa aku bisa terlalu bodoh? mengapa aku bisa tidak curiga sama sekali sebelumnya?

mereka bisa bermesraan dengan begitu terbuka dirumah ini, mengapa aku tidak menyadarinya?

Dan lagi, ini sangat mencurigakan mengapa para pelayan dan tukang kebun, juga penjaga keamanan tidak ada yang melaporkan apapun padaku.

apa semua orang didalm rumah ini membohongiku?

kalau dipikir-pikir, bukankah mereka para pekerja yg direkrut oleh Zico dan Tania?

Mungkinkah mereka beneran tidak tau atau menutup mata pura-pura tidak tahu?

seketika aku tertawa lepas, menertawakan kebodohanku selama ini.

aku terlihat seperti boneka polos yang bodoh, bagaimana bisa hahaha.

aku tertawa, namun air mataku keluar. apa aku sudah gila sekarang.

tidak, sepahit apapun kenyataan, tidak akan menggeserkan kewarasanku.

aku menarik nafas dan menghembuskannya perlahan mencoba menenangkan pikiranku.

baiklah, aku akan segera mengganti semua pekerja.

aku adalah nyonya dirumah ini, anjinh yang diam-diam menggigit majikannya harus diganti.

Untung saja surat tanah dan rumah masih atas nama ku.

Jadi mudah bagiku untuk mengganti orang-orang yang ada didalamnya.

"tunggulah kalian, penyesalan kalian akan dimulai sekarang," gumanku tersenyum licik.

'tok! tok!' ketukan pintu menarik perhatianku.

"kakak, ini aku Tania," seru Tania dibalik pintu.

untuk apa lagi dia kesini, apa dia sudah selesai bermesraan dengan suami kakaknya?

aku membersihkan wajahku terlebih dahulu dan dengan malas aku berjalan membuka pintu.

"ada apa?" tanyaku sedikit dingin.

"kakak, kau sedang apa? tidak sengaja aku mendengar suara tertawamu yang begitu kencang." Tania melirik ke dalam kamarku. matanya seolah mengamati sesuatu.

"aku sedang bosan, kadi aku menonton film komedi."

"oh benarkah? boleh aku ikut nonton bersama kakak? sudah lama kita tidak menonton film komedi bersama!" seru Tania ingin menyerobot masuk.

dengan cepat aku menahannya.

"maaf Tania, aku sudah selesai menontonnya. kau bisa nonton sendiri Nanti."

raut wajah Tania berubah, ia seperti terkejut melihatku melarangnya masuk.

biasanya ia bisa bebas keluar masuk dikamarku. aku tidak pernah melarangnya.

bahkan jika ia menorobos masuk tanpa izin, aku akan tertawa dan mengelus kepalanya.

"kembalilah ke kamarmu Tania, ini sudah larut," kataku mengusir.

"kakak, tunggu."

"ada apa?" aku masih menahan kekesalaku, tidak bisakah ia pergi saja.

"kenapa lemonteanya belum diminum?"

aku menoleh kebelakang, es lemontea yang dibuat sebelumnya kini sudah mencair.

ternyata tadi dia memperhatika gelas itu, sepertinya Tania ingin memastikan apakah aku sudah menghabiskan racun itu.

"ah, karena keasikan nonton aku jadi lupa meminumnya," ucapku berakting.

aku kembali mengambil gelas yang berisi racun itu.

"sekalian taruh gelasnya di dapur ya." aku menyerahkan gelas itu ditangan Tania.

"bagaimana kalau aku buatkan yang baru kak?" tawarnya dengan senyuman.

"tidak perlu."

"apa kakak ingin minum yang lain? aku akan membuatkannya kak," tawarnya sedikit membujuk.

"tidak, kembalilah Tania."

"tapi kak-"

tanpa mendengarkannya aku langsung menutup pintu dan menguncinya.

ia begitu gigih ingin memberiku asupan racun.

Tania menggedor-gedor pintu sembari berteriak.

aku mengabaikannya, hingga beberapa saat akhirnya ia menyerah.

"akhirnya pergi juga tuh adik lacnat," gumanku berbaring.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status