Share

ALTER EGO (Multiple Personality Syndrome)
ALTER EGO (Multiple Personality Syndrome)
Penulis: Alana4444

Alter Ego (Bab 1)

"Cepat bangun pemalas!" ucap Fero, sang ayah sambil memukulkan tiga buah lidi ke kaki Maharani kecil.

Kania yang masih dalam keadaan kantuk berat segera membuka matanya. Padahal semalam dirinya memijat tubuh ayahnya yang setengah m∆-b√k hingga ayahnya terlelap. Mungkin jam 1 malam dia baru tidur.

"Iya maaf, Pak. Aku bangun sekarang kok," ujar Kania kecil dengan penuh ketakutan. Dia kembali menguap karena memang masih ngantuk.

"Malah nguap lagi!" bentak Fero, lalu melayangkan lagi tiga buah lidi itu ke kaki Kania berulang kali.

"Ampun, Pak!" 

Teriakan Kania kecil sama sekali tidak menggugah hati Fero. Dia terus memukuli Kania dengan tiga buah sapu lidi. 

Ranti yang mendengar teriakan Kania segera berlari ke kamar putri pertamanya itu. 

"Makin hari makin gila aja kamu, Pak! Kania itu anakmu! Kenapa selalu kamu siksa seperti ini?!" hardik Ranti pada suaminya. 

"Dia bukan anakku! Kamu anggap aku bodoh ya? Dulu, saat malam pertama kamu sudah tidak p€-r∆-w∆n! Kamu cuma perempuan be-k∆s." Fero tertawa lantang, merendahkan Ranti.

Dengan menahan amarah, Ranti menatap Fero dengan tajam. "Kenapa diungkit? Kamu kan tahu kondisiku saat itu. Aku wanita kor-b∆n r√d∆-p∆k-s∆. Kamu sendiri yang sok-sokan jadi pahlawan dengan ingin menikahiku."

Fero hanya mendengus kasar sambil melirik tajam pada istrinya lalu meninggalkan kamar Kania begitu saja.

Ranti langsung memeluk Kania sambil menangis. "Maafkan ibu, Nak."

Kania terisak dalam pelukan Ranti.

"Ibu, apa benar aku--"

"Gak, Nak. Kamu tidak seperti yang ada dalam pikiranmu." Ranti terus mengusap rambut Kania. "Sekarang kamu bersiap untuk pergi sekolah ya."

"Iya, Bu "

Ranti segera meninggalkan kamar Kania karena mendengar tangis Tiana dari arah kamarnya. 

Kania kecil kerap mendapat siksaan fisik dari sang Ayah, meski itu hanya kesalahan sepele sekalipun.

Dengan menggunakan rot∆n, s∆-buk, sapu lidi maupun tangan, Fero melampiaskan kemarahannya pada anak pertamanya. Berbeda dengan Tiana yang merupakan adik perempuan Kania satu-satunya, namun selalu diperlakukan baik oleh Fero.

Di halaman belakang yang kecil, ada satu pohon besar. Sebuah rumah pohon ukuran 2x3 meter ada di sana.

Firman, adik Ranti lah yang membuatkan rumah pohon itu untuk Kania. 

Kania kerap duduk menyendiri di belakang rumah. Dia menumpahkan air matanya. Menumpahkan segala sesak di hatinya. 

'Kenapa aku selalu di perlakukan kasar sama bapak? Mungkin benar aku ini bukan anak kandung bapak. Aku benci bapak!'

***

Saat ini usia Kania sudah delapan belas tahun. Sebentar lagi dia akan lulus SMA, sementara Tiana baru kelas 3 SMP. Keduanya sama-sama hendak menjalani ujian kelulusan.

Selepas Sholat Subuh, Kania selalu membantu Ibunya memasak sarapan dan membereskan rumah. Nasi goreng selalu menjadi sarapan andalan keluarga sederhana itu. Selain pembuatannya yang praktis juga tidak terlalu banyak membutuhkan bahan pelengkap. 

Ranti bekerja sebagai operator jahit di salah satu pabrik garment, demi memenuhi kebutuhan hidup. Penghasilan Fero yang cuma seorang montir di bengkel kecil yang terletak tak jauh dari rumah mereka, tidak pernah bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Bahkan di satu keadaan, Fero sama sekali tak memberi uang pada Ranti. Uang gajinya yang kecil itu dipakai untuk m∆-b√k-m∆-b√kan dan ber-j√di.

"Bu, aku mandi dulu ya. Rumah udah selesai aku sapu dan pel. Takut kesiangan masuk sekolah," ucap Kania.

"Iya, Nak. Makasih udah bantu ibu."

Selang beberapa waktu, Ranti menatap dua anak gadisnya sudah tampak cantik dalam balutan seragam sekolah. Mereka berkumpul di meja makan untuk sarapan.

'Apa ini cuma perasaanku aja ya? Dari tadi bapak kok kayak ngelihatin aku. Tatapannya juga beda,' batin Kania.

Selesai sarapan, kedua gadis cantik itu berpamitan.

  

"Assalamu'alaikum, Bu, Pak. Kami berangkat sekolah dulu," seru keduanya bersamaan sambil mencium tangan kedua tangan orang tua mereka. 

"Wa'alaikumussalam," jawab Ranti dan Fero bersamaan. 

Hanya Tiana saja yang diusap-usap kepalanya oleh Fero. Kania yang melihat itu, hanya menatap dengan hati yang sedikit iri. 

"Kenapa hanya Tiana saja yang disayang sedangkan aku tidak?"

Begitulah fikiran Kania. Kejadian seperti itu bukan sekali dua kali terjadi, namun setiap hari. 

Kania sekolah di salah satu SMU negeri favorite di kota tempatnya tinggal. Karena otaknya yang lumayan cerdas, dia bisa masuk ke SMU favorite tersebut lewat jalur prestasi.

Di SMU itu juga, Kania berkenalan dengan Reza yang merupakan kakak kelasnya. Benih-benih cinta pun tumbuh di hati keduanya.

"Kania!"

Kania menoleh ke arah suara. Dia melihat sosok pemuda tampan berseragam SMA yang berlari ke arahnya.

Senyum Kania mengembang. "Kak Reza."

Mereka berjalan menuju halaman belakang sekolah, tempat favorit keduanya saat ada waktu senggang.

"Aku mau ngasih tahu sesuatu."

"Apa itu, Kak?"

Reza memperlihatkan sebuah map warna kuning. "Pengajuan beasiswaku ke Cambridge di Acc."

Meski sempat terkejut sekaligus sedih, namun Kania langsung tersenyum. "Selamat ya, Kak."

Percaya atau tidak, namun hubungan mereka yang baru setahun itu tidak pernah diwarnai oleh pergaulan bebas. Bahkan Reza belum pernah mencium bibir Kania.

Kania mengerjapkan kedua matanya. Dia menatap sekeliling. Dirinya masih berdiri di gerbang sekolahnya.

Rupanya pertemuannya dengan Reza itu merupakan kilas balik kejadian setahun yang lalu. 

Saat itu Kania baru akan naik ke kelas 3 sementara Reza yang terkenal sebagai siswa paling jenius pendapatan kesempatan untuk bisa berkuliah di Cambridge secara gratis bahkan mendapatkan uang saku.

Kania menghela nafas pasrah. "Sudah satu tahun aku menjalani LDR dengan Kak Reza. Mungkin gak sih bisa ketemu lagi?"

Kania pun melangkah masuk ke dalam kelas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status