Sesuai judulnya, ini konten dewasa. Author-nya jangan dibully ya. hehehe ...
Kania terbangun dari tidur nya. Setelah pergumulan penuh hasrat itu, dia langsung tertidur dengan lelap. Ingatan terakhirnya adalah ketika pelepasan terakhirnya bersama Jovan. Laki-laki yang dicintai sejak masih duduk di bangku kelas satu SMU. Belum juga penyatuan mereka terlepas, Kania sudah langsung masuk ke alam mimpi. Berharap dalam mimpi sekalipun dia mengulang lagi pergumulan indah itu dengan Jovan. Kania benar-benar kecewa mendapati Jovan yang sudah tidak ada di apartementnya. Padahal rencananya dia akan menggoda Jovan lagi untuk melakukannya kembali. Meskipun pemula,Jovan benar-benar hebat. Dia ternyata mampu membuat Kania melayang. Meskipun tingkat kepuasannya masih di bawah Bram. Pelepasan demi pelepasan yang didapatnya terus terbayang di benak Kania. Matanya melirik ke arah jam yang menempel di dinding kamarnya. Jam itu men
Kenapa kamu lebih memilih Kirana, Jo? Padahal aku yang sangat mencintaimu melebihi cinta Kirana padamu," ujar Kania menumpahkan kesedihan hatinya.Kania mengentikan tangis pilunya sejenak. Telinganya menangkap suara orang yang sedang menangis sambil mengucapkan sumpah serapah dari tempat yang cukup jauh dari tempatnya terduduk. Kania pun beranjak lalu berjalan ke arah suara meski dengan langkah gontai.Kania berhenti tepat beberapa meter lagi di depan pintu ruangan pemilik agency yang terbuka sedikitPerlahan namun pasti, Kania mendorong pintu yang terbuka sedikit itu. Bau Alkohol menguar dari dalam ruangan itu. Dilihatnya Bos dari agency tempatnya bernaung sedang menangis. Sedangkan rambut dan bajunya acak-acakan. Posisi sofa yang menghadap ke arah pintu, membuat Bram dengan mudah bisa mengetahui siapa orang yang datang. Kesadarannya masih ada saat itu. Dia tau kalau orang yang datang itu adala
Mobil sedan berwarna biru elektrik itu terlihat bergerak mendekati sebuah tangga berbentuk spiral. Dari tangga itu terlihat seorang gadis yang berjalan perlahan sambil memegang area sensitifnya yang terasa ngilu. Seorang laki-laki keluar dari sedan biru elektrik tersebut lalu berjalan mendekati tangga. "Cepetan turunnya, Kania. Nanti ada yang lihat," Kania menekuk wajahnya sambil mempercepat langkahnya. Begitu dirinya sampai di ujung tangga, Bram segera menggendong Kania dan memasukannya ke dalam mobil. Mobil sedan milik Bram pun segera keluar dari baseman gedung agency. "Di mana letak gedung apartemen tempat kamu tinggal?" tanya Bram tanpa menoleh ke arah Kania. Kania segera memberi tahu arah menuju apatement miliknya. Tak sampai berapa lama, mobil itu tiba di halaman sebuah gedung apartemen yang cukup elegan. Bram membantu Kania berjalan dengan
Sore itu, pernikahan sederhana dan tertutup itu telah selesai digelar. Bram dan Kania telah menikah secara siri. Selesai mengantar Kania ke apartemen, Bram segera pergi menuju sebuah cafe untuk menemui seseorang.Sesampainya di cafe, Bram melihat Maya sudah duduk di meja yang memang telah dia reservasi. Bram pun berjalan mendekat dan duduk di kursi yang bersebelahan dengan Maya. Maya mendekat hendak memeluk Bram, namun Bram menghindar."Tiak usah berbasa-basi. Aku memintamu untuk menemui karena aku ingin menyampaikan sesuatu. Aku sudah menghubungi pengacaraku. Berkas gugatannya akan segera diproses dalam waktu dekat ini," ujar Bram tegas."Jadi pernikahan kita tetap akan berakhir Bram?" tanya Maya dengan mimik wajah sedih."Iya. Jangan bilang kalau kamu menyesal. Kamu yang memulai konflik dan menghinaku sebagai laki-laki tidak berguna.
Tiga bulan berlalu sejak Kania keguguran. Selama tiga bulan itu pun hubungan Bram dan Kania terasa dingin dan hambar. Mereka masih tinggal di apartemen yang sama, namun sudah tidak tidur seranjang. Bram yang sangat kecewa pada Kania memilih untuk tidur di ruang tamu. Mereka jarang bertegur sapa. Bahka ketika di agency pun, Bram lebih memilih menghindar dari Kania.Meski Kania sudah berusaha menjelaskan, namun Bram tetap tidak percaya. Bukti hasil laboratorium dari rumah sakit sangat akurat. Kania memang kecewa dengan sikap suami sirinya itu. Tapi dia berusaha tetap tenang dan ceria.Malam hari sekitar pukul 21:45, Kania terlihat memasuki unit apartementnya. Setelah menutup pintu, dia berjalan menuju kamarnya. Kania berpapasan dengan Bram di ambang pintu kamar. Kania melihat koper besar di belakang Bram."Mas mau kemana?" tanya Kania dengan kening yang mengernyit."Amerika. Aku yang memenangkan tender
"Kirana Kamu gak apa-apa 'kan? Ada yang bawa minyak angin gak?" tanya Kania.Kirana mulai membuka matanya ketika hidungnya mencium bau minyak angin. Dia melihat satu-persatu orang-orang di sekitarnya."Kamu kok bisa pingsan gini sih, Kir?" tanya Kania."Seingatku tadi kaya kepeleset gitu pas udah deket toilet,""Makanya kalau jalan itu hati-hati," ketus Kania.Kirana hanya terdiam. Cara bicara Kania terdengar ketus. Sejak menginjakan kaki di jakarta, baru kali ini Kania bersikap seperti ini.'Sepertinya syutingnya terganggu gara-gara aku pingsan. Makanya dia bersikap seperti itu," Kirana membatin."Kita take lagi ya! Semua udah siap buat lanjut syuting 'kan?" tanya sutradara
Pagi itu seorang gadis cantik terlihat sedang rebahan di sofa dalam apartement-nya. Ditangannya ada ponsel yang sedang dia gunakan untuk berboncang dengan seseorang lewat aplikasi chatting.~Dari pagi sampe sore ini aku gak ada jadwal syuting. Aku tunggu kamu di Apartemen~ Kania.~Ok! Jam sepuluh aku ke situ. Aku udah gak tahan banget~ Jovan.~Aku selalu siap untukmu~ Kania.Percakapan itu cukup sarkas. Yang dibahas di dalamnya hanya seputar rencana percintaan mereka.*Jam menunjukan angka 08.30. Kirana masih meringkuk di atas kasurnya. Fikirannya kacau mendapati pakaiannya kembali berlumuran darah dan kali ini tidak sedikit. Sejak masih tinggal di kota kelahirannya, Kirana sudah mulai menerka-nerka tentang hal-hal yang tidak masuk akal yang set
"Arght!"Jeritan penuh keterkejutan itu membuyarkan konsentrasi Jovan yang sedang dalam mode melayang. Dia sedang bercinta dengan Kania. Meskipun suara musik di dalam kamar itu cukup keras, namun keduanya masih bisa mendengar teriakan seorang wanita yang masuk ke dalam kamar Kania."Brengsek! Kok bisa-bisanya ada orang masuk tanpa permisi dan bikin mood-ku berantakan. Siapa sih dia?" tanya Jovan pada Kania namun dengan mata yang menatap ke arah wanita yang kini sedang berdiri di ambang pintu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya."Dia asisten pribadiku. Aku lupa kalau tadi aku nyuruh dia beliin gado-gado buat makan siang. Maaf ya, Sayang," ujar Kania menenangkan emosi Jovan.Jovan menjawab pernyataan Kania dengan dengusan kesal saja."Kir, kamu tunggu aku di ruang tamu dan tolong tutup pintunya," ucap Kania lirih namum setengah b