Share

Tidak sadar

Suara adzan subuh berkumandang keras bersahutan. Dinginnya udara pagi buta itu membuat siapa saja yang merasakannya akan sangat enggan untuk melepaskan selimut tebalnya. Udara dingin itu terasa menusuk-nusuk sampai ke tulang.

Tampak sesosok tubuh tengah tergeletak di teras rumah tak berpenghuni. Bola matanya mulai bergerak. Bulu matanya yang lentik pun ikut bergerak seiring dengan pergerakan kedua bola matanya. 

Perlahan namun pasti, mata itu terbuka. Tatapannya sendu. Dia melihat sekitarnya, hanya gelap dan dingin. Dia meraba-raba apa saja yang bisa dirabanya.

"Rumput lagi?" tanya sosok itu pada dirinya sendiri.

Sudah kesekian kalinya sosok itu menemukan dirinya sendiri di sebuah tempat yg sama. Dinginnya udara pagi itu membuat kedua tangannya bertumpu di atas perutnya. Dia berjalan terseok tanpa alas kaki menuju sebuah rumah dengan pikiran yang bingung.

"Kenapa aku ada di sini lagi? Sebenarnya siapa yang membawaku ke sini? Atau mungkin aku tidur sambil berjalan?" pertanyaan-pertanyasn itu terus berputar dalam fikiran Kiranna. 

Benar, sosok itu adalah Kiranna Adiffa.

Tangannya berulang kali berwarna merah dan berbau amis. Kadang dirinya sendiri bertanya-tanya. Bila warna merah dan berbau amis itu adalah darah. Lalu darah apa yang ada di tangannya? Kenapa juga sampai ada darah di tangannya? Dari mana darah itu berasal?.

Benar-benar membuatnya tidak habis fikir.

Kiranna terus berjalan tanpa alas kaki sambil menangis terisak menuju rumahnya. Sudah Dia duga, jendela kamarnya terbuka lebar sama seperti malam-malam sebelumnya.

Awalnya Kiranna cukup syok mendapati dirinya ada di halaman rumah kosong dan mendapati tangannya berlumuran darah namun telah mengering.

Namun setelah kejadian yang sama berulang setiap pagi. Kiranna tidak merasa syok lagi. Hanya kebingungan yang mendera hati dan fikirannya.

Ting...

Ponselnya berbunyi. Kiranna mengalihkan pandangan matanya. Tangannya yang telah dibersihkan segera meraih ponselnya. Walpapernya masih sama, foto seorang Pria memakai jas motif kotak.

Poto satu setengah tahun yang lalu ketika Shiroj baru satu minggu menginjakan kakinya di timur tengah. Kiranna begitu bahagia bisa menatap kekasihnya meskipun hanya lewat foto.

Kiranna sempat mengirimkan foto Shiroj pada Kamila. Sehingga Kiranna masih bisa meminta salinan foto Shiroj dari Kamila walaupun telah berganti ponsel lain. Ponsel pemberian Jovan.

Sudah satu setengah tahun lebih berlalu. Hari-hari Kiranna tanpa sang pemilik hatinya. Orang yang selalu mendengarkan keluh kesahnya dan selalu membesarkan hatinya, kini sangat sulit dia jangkau. 

Cukup dengan melihat senyumnya saja meski hanya lewat foto, sudah membuat Kiranna tenang. Berarti sudah setengah tahun berlalu terhitung sejak dirinya lulus SMA.

Kiranna yang sedang duduk termenung di atas ranjang, sedikit terhenyak ketika ada bunyi notif dari ponselnya.

+62 858 xxxx xxxx

online

>Assalamu'alaykum, Kak Kiranna. Masih ingat enggak sama Aliyah?

(Kerutan terlihat di dahi Kiranna. Mengingat-ingat nama Aliyah)

<Wa alaykumussalam … Aliyah mana ya kalau boleh tau? Namanya terasa familiyar tapi masih belum ingat.

>Iya, Kak. Aliyah kirim poto diri aja ya. Siapa tau kakak ingat.

<Boleh, Aliyah.

(Mata Kiranna sedikit terbuka lebih lebar ketika melihat gambar seorang gadis cantik berkerudung syar'i dan gamis yang lebar)

<Masya Allah … iya aku ingat. Beberapa bulan lalu kita ketemu di masjid 'kan?

>Betul sekali, Kak. Kakak apa kabarnya? Maaf baru bisa menghubungi. Aliyah lupa di mana menyimpan buku yang di dalamnya ada nomor ponsel Kakak.

<Tidak apa-apa, Aliyah. Kakak mengerti Kok.

>Sebetulnya Aliyah cuma mau menginfokan. Aliyah saat ini ada di kota X di rumah kerabatnya Abi. Kebetulan tadi Aliyah mencuri dengar pembicaraan Abi dan kerabatnya. Kalau temannya kerabat Abi itu kan punya perusahaan di kota X. Lowongan kerja untuk fresh graduate untuk posisi operator produksi.

<Sebetulnya kerja jdi operator produksi  juga enggak apa-apa sih, daripada jadi PEJABAT 'kan? Tapi kok ya jauh amat di kota X. Kakak belum pernah pergi jauh-jauh apa lagi lama, kecuali ada kerabat atau kenalan baru aku mau. Kalau bisa kerjaan yang ada di kota ink aja, Aliyah.

>Begitu ya, Kak. Kalau gitu aku kabari lagi nanti kalau dapet info lagi ya, Kak.

<Iya, Aliyah. Maaf ya kalau aku bikin Aliyah kecewa. Aku ucapin terima kasih banyak ya.

>Enggak apa-apa, Kak. Aliyah paham kok dengan cara berfikir kakak. Kalau gitu Aliyah pamit ya.

Assalamu'alaykum ...

<Wa alaykumussalam ...

Kiranna kembali meletakan ponselnya ke atas nakas.

'Ternyata masih ada orang selain Kak Shiroj yang peduli sama aku,' Kiranna berucap dalam hatinya.

Ketika masih dalam lamunannya. Bu Rahma masuk ke dalam kamar Kiranna.

"Kiranna, sampai kapan kamu akan mengurung diri terus. Hah?" tanya Bu Rahma datar namun sedikit mengandung kekesalan.

Bu Rahma yang sudah mulai bersikap lunak pada Kiranna, lama-lama merasa gemas dengan sikap Kiranna yang terus mengurung diri paksa percobaan pemerkosaan yang dilakukan ayahnya. Kiranna hanya tertunduk mendapati pertanyaan Ibunya.

"Dari pada kamu melamun terus dan mengurung diri. Lebih baik kamu cari kerja lagi. Biar fikiran kamu lebih fresh kalau keluar rumah. Mau sampai kapan kamu jadi beban Ibu? Bapak Kamu biar pun sudah kerja lagi tapi tetep aja gak bisa diandalkan. Kamu pergi setelah ayahmu pergi kerja kalau memang kamu masih takut sama ayah," ucap Bu Rahma.

'Jadi selama ini aku adalah beban buat ibu? Maafkan Kiranna kalau terus nyusahin ibu,' batin Kiranna sedih.

Kiranna hanya mengangguk sebagai bentuk jawabannya atas ucapan dan pertanyaan ibunya.

*

Siang hari ketika semua orang keluar rumah dengan aktivitasnya masing-masing. Barulah Kiranna memberanikan diri keluar kamar. Dia sama sekali tidak ingin bertemu dengan ayah biadabnya. Sangat menyakitkan bila mengingat kejadian itu.

Dia berjalan ke warung yang tak jauh dari rumahnya. Samar-samar terdengar ibu-ibu yang sedang bergosip. Kiranna berdiri sejenak.

"Pokoknya selalu kunci pintu dan jendela deh. Takutnya makhluk jadi-jadian itu sebenarnya ngincer nyawa manusia. Karena belum dapet juga, jadi dia membunuh apa saja yang ditemuinya," ucap seorang Ibu bertubuh gempal.

"Bener tuh. Pemukiman kita jadi gak aman. Semalam Effendy sama Kang Ocid nemuin lagi bangkai kucing yang udah gak berbentuk. Kira-kira makhluk apa ya yang berkeliaran dan meresahkan warga itu?" ucap Ibu satunya lagi ikut menimpali.

'Bangkai kucing? Makhluk jadi-jadian? Apakah semua itu berkaitan denganku?' batin Kiranna ketakutan.

Kiranna segera melangkah menuju warung sambil melewati kerumunan ibu-ibu gosip itu.

"Permisi Ibu-ibu saya numpang lewat, mau ke warung Pak Sopian," ucap Kiranna sambil tersenyum ke arah ibu-ibu gosip tersebut.

"Kiranna kemana aja? Kok jarang kelihatan akhir-akhir ini? Udah lulus sekolah malah makin jarang kelihatan," tanya Ibu berbadan gempal.

"Beberapa bulan ini kan lagi nyari lowongan kerja. Ini juga ke warung mau beli kertas folio sama amplop coklat buat bikin CV lamaran," jawab Kiranna.

"Emang sih zaman sekarang susah dapet kerja. Apa lagi cuma lulusan SMA. Tapu dicoba terus aja. Mudah-mudahan cepet dapet kerja sesuai dengan yang dicari sama kamu ya," ucap Ibu itu lagi.

"Aamiin Yaa Allaah ...Terimakasih banyak buat do'anya ya, Bu. Kalau begitu saya permisi," Kiranna berlalu meninggalkan kumpulan Ibu-ibu rumpi sambil tersenyum manis.

Ibu-ibu itu memandang Kiranna dengan senyuman juga. Kiranna memang sosok gadis yang sangat cantik, pintar, ramah dan murah senyum.

Dari jauh ada sepasang mata dengan bulu mata yang lentik tampak sedang memandang lekat dari jendela kamarnya ke arah Kiranna yang sedang berada di warung Pak Sopian. 

Pemilik mata itu seketika beranjak dari duduknya lalu berjalan keluar dari rumahnya yang besar dan cukup mewah menuju pintu pagar rumahnya.

"Kiranna!"

Kiranna yang baru keluar dari warung Pak Sopian merasa namanya dipanggil. Seketika Kiranna memutar kepala mencari sumber suara yang memanggil namanya.

"Kania!"

Senyum mengembang di bibir Kiranna. Dia setengah berlari menghampiri Kania. Mereka bersalaman sambil cium pipi kiri dan kanan.

"Apa kabar, Kania?"

"Baik. Kamu sendiri gimana kabarnya, Kiranna?"

"Alhamdulillaah baik juga,"

Kania melirik keresek yang ditenteng Kiranna.

"Itu apa, Kiranna?" tanya Kania.

"Ini cuma camilan kecil biasa sama kertas folio plus amplop coklat. Tadii beli dari warung Pak Sopian. Biasalah buat bikin CV lamaran kerja," Jawab Kiranna masih dengan senyumannya yang manis.

Kania kembali menatap Kiranna dg lekatnya. Melihat dengan intents dari atas sampai bawah. Seketika sebuah ide cemerlang melintas dengan  cepat di kepalanya.

Kiranna yang ditatap seperti itu oleh Kania langsung merasa risih. Dia memalingkan wajahnya ke arah kanan.

"Gimana kalau kamu ikut kerja sama Aku aja?"

"Kerja apa, Kania?"

"Jadi Asisten pribadiku? Dari pada kamu udah cape-cape bikin CV, mana panas-panasan di luar, belum lagi debu jalanan. Iya kalau dapet kerja. Klw ujung-ujungnya masih gak dapet juha. Kan rugi uang, rugi waktu, rugi tenaga juga. Mending ikut sama aku. Mau ya? Soal gajih bisa di atur kok,"

Kiranna tampak berfikir dengan penawaran kerja jadi Asisten pribadi Kania. Model dan artis peran yang sedang naik daun.

Kiranna kembali teringat dengan ucapan ibunya yang merasa terbebani dengan dirinya. Kini dirinya merasa bimbang dengan keputusan yang harus dirinya ambil. 

Kesempatan punya penghasilan sendiri yang selama ini dia idam-idamkan, kini ada di depan mata meskipun pekerjaan itu tidak sesuai dengan harapannya. Paling tidak dirinya tidak akan jadi beban lagi untuk Ibunya bahkan mungkin dia bisa membantu biaya sekolah adiknya hingga kuliah.

"Ok deal!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status