DISCLAIMER: PENULIS TIDAK AKAN PERNAH MENGIJINKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH ISI DARI CERITA INI DILARANG KERAS UNTUK DI REPOST, DI BUAT ULANG, DI MUAT ULANG, DIBUATKAN FILM/MOVIE/LIVE ACTION, DRAMA, DLL, KECUALI PIHAK GOODNOVEL, TIDAK DIIJINKAN MENGUBAH JALAN CERITA/TOKOH/PENAMPILAN/LATAR/LOKASI/WAKTU, DLL. HARUS ADA IJIN TERTULIS RESMI DARI PENULIS, DAN TIDAK BOLEH ADA ISI YANG DIUBAH SATU PUN, SERTA HARUS MEMBERI KREDIT YANG DITUJUKAN KEPADA PENULIS (M.D. SAMANTHA). Terima kasih. silakan menikmati! Seluruh cerita dalam novel ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya terhadap musik/lagu, hanya penamaan saja. Jika ada kesamaan dalam penamaan, mohon maaf. Dan penulis sendiri belum bisa menulis dengan bahasa Indonesia yang baik, jika ada kritik/saran tentang tulisan/EYD/tanda baca bisa hubungi penulis ya, terima kasih atas saran, kritik, dan masukannya kepada saya sebagai penulis pemula. ------------------------------------------------------------------------ Dunia musik sendiri adalah n
"Aku tidak mau menikah," sahut Higiri kepada ibunya, sang ratu suku Harmoni. Sang ratu hanya tertawa, "Usiamu sudah dua puluh tahun, perlukah ibumu ini mencarikan seorang putri dari suku lain? Dunia Musik ini penuh gadis cantik, dari seluruh sukunya. Tentu saja kamu belum bertemu mereka semua!" "Tidak, aku tidak mau. Aku sudah mempunyai seorang wanita yang sudah sangat lama bersemayam dan menetap di hatiku, dan aku tidak mau menikah kecuali dengan dirinya." "Siapa? Kau tidak pernah membawakan satupun gadis kepada kami. Tidak pernah satupun! Mungkin hanya alasanmu agar menunda pernikahan? Kamu harus tahu, sebagai pangeran, kamu harus menikah dan meneruskan aliansi antar suku. Tentu tidak bisa sembarang gadis kau pilih. Dia haruslah seorang putri dari salah satu suku yang ada di Dunia Musik ini. Ibumu ini, akan membicarakan jadwal pertemuan dengan para putri di seluruh dunia musik ini, jadi sebaiknya jangan kau ada pikiran menunda pernikahan lagi!" Higiri hanya membalas lemas perkata
Tiga hari berlalu. Tepat hari ini adalah hari di mana para putri kerajaan dan gadis-gadis bangsawan dari seluruh suku di Dunia Musik, berkumpul dan memperkenalkan dirinya kepada pangeran Suku Harmoni. Tentu saja, Higiri malas menghadirinya. "Tuan Muda, anda harus turun sekarang” ucap Ardee yang ternyata sudah cemas dari tadi, karena Higiri hanya diam saja dari atas balkon ruang pertemuan istananya yang sangat luas itu. "Aku tidak berminat, aku akan memandang mereka dari sini saja, dari jauh. Biarkan saja mereka menghadap orang tuaku” sahut Higiri. Raja dan Ratu sudah duduk bersama di atas singgasana-nya. Banyak kendaraan dari berbagai kerajaan Suku lainnya sudah tiba dan menurunkan putri-putrinya. Namun Higiri sama sekali tidak ingin melihat mereka. Sang raja sudah memberi kode keras kepada Ardee, agar Higiri mau turun dan menyapa para gadis itu. "Tuan Muda, Yang Mulia Raja sudah memanggil”, teriak Ardee. Higiri, bukannya turun ke bawah untuk menemui para gadis itu, dia malah berj
Di dalam kamarnya, Higiri melakukan semua persiapan dan membereskan baju-bajunya. Ia lalu teringat ada sesuatu yang harus ia lakukan, seketika itu juga ia pergi menuju lapangan luas di belakang istana. Ia lalu berdiri tegak sambil menadahkan tangannya. Seketika, langit di sana mendadak penuh bintang, padahal masih menjelang sore. Sepertinya para bintang berkumpul karena panggilan sang pangeran. Higiri lalu membuka telapak tangannya, sebuah tongkat berwarna merah muncul begitu saja. Ia lalu mengangkat tongkat tersebut ke depan, sambil mengalunkan nada-nada indah dari bibirnya, yang perlahan, membuat tongkat tersebut bersinar tiba-tiba. Ia lalu berhenti mengalunkan nada-nada indah tadi begitu melihat tongkat tersebut bersinar."Wahai nada-nada indah yang kualunkan, ijinkan aku meminjam kekuatan kalian. Seorang gadis menunggu untuk ditemukan, dan jika ia adalah cinta sejatiku, berikanlah kekuatan kalian untuknya, agar dia bisa bersanding denganku!" Ia mulai mengalunkan beberapa nada ind
"Hello," ucap Higiri kepada teman sebelahnya. Meja mereka tidak terlalu berdekatan karena satu anak satu meja sendiri. Namun di sebelah kanan Higiri hanya bangku dan kursi kosong, dan di sebelah kirinya adalah Kaito. Ia berambut hitam dengan bola mata berwarna coklat. Tingginya sama seperti Higiri, sekitar seratus delapan puluh sentimeter. Kaito hanya melirik Higiri dan tidak membalas sapaannya, tatapan mata Kaito sangat ketus. Higiri merasa mulai tidak nyaman dan ya, apa boleh buat, mungkin Kaito memang seperti itu sifatnya. Mereka mengikuti kelas pagi itu. Setelah bel istirahat berbunyi, tentu semua murid boleh keluar. Higiri memutuskan untuk berkeliling sekolahnya sendiri, namun yang mengganggunya, adalah para gadis yang terus melirik dan tersenyum kepadanya. Bahkan ada yang sengaja bertabrakan dengannya sambil berbisik, "Kau tampan sekali!!"Ada juga yang melambaikan tangannya, namun Higiri sama sekali tidak menggubris mereka. Higiri hanya menggelengkan kepalanya sambil membua
PART 5: Sebuah Petunjuk Teng... Teng... Bel masuk sekolah. Hari berjalan seperti biasa. Namun ketika bel pulang berbunyi, Higiri langsung mengambil langkah seribu, dan mencari toko yang menjual benda bernama telepon genggam pintar itu. Pikirannya, si gadis yang ia cintai, mungkin juga punya nomor telpon. Ia masuk ke sebuah toko telepon genggam. "Aku ingin yang paling bagus dan mahal!" serunya. Penjaga toko kaget sesaat, namun setelahnya, ia memberikan beberapa pilihan. Higiri lalu bertanya tentang nomor telepon. Ia juga membeli nomornya sendiri. Penjaga toko membantu mengatur ponselnya dan Higiri bisa langsung menggunakannya. Ketika hendak keluar toko, tiba-tiba saja Ichigo muncul, "Oh, si tampan di sini. Baru saja membeli ponsel ya?"Langsung saja ponsel baru Higiri direbut Ichigo. "Hei, hei! Kembalikan!" seru Higiri, namun Ichigo menolaknya."Tunggu, kita saling tukar nomor saja, ini simpan nomorku, dan aku akan menyimpan nomormu, tunggu," balas Ichigo sambil mengetik nomor pons
Tiba-tiba saja Higiri berhenti. Jantungnya berdetak kencang sekali. Bola matanya membesar. Apa yang ia lihat sebenarnya sampai ia terkejut? Seorang gadis berambut panjang sepunggung dan berwarna biru tua, dengan bola mata berwarna biru langit, tinggi sekitar seratus enam puluh sentimeter, mengenakan jaket berwarna oranye dan kaos abu-abu, membawa tas ransel coklat di punggungnya, sambil menuntun sebuah sepeda di sampingnya, melewati halte bus itu.Kedua matanya menatap ke arah jalan, dengan tatapan sedih dan kosong. Bola mata biru langitnya seolah menunjukan kesedihan, tidak ada yang lain selain rasa sedih. Ia terus berjalan sambil menuntun sepedanya tanpa ada ekspresi apapun di wajahnya.Melihat gadis tersebut hendak menyeberang jalan, Higiri langsung berlari menyeberang jalan, namun mobil masih lalu lalang, bukan waktu untuk menyeberang. Ichigo menarik tangan Higiri, "Apa yang mau kau lakukan, hei!!"Namun Higiri memfokuskan pandangannya ke arah gadis tersebut, sambil menunggu wa
Gadis tersebut berjalan lurus, lalu turun ke sebuah stasiun kereta MRT sambil masih menuntun sepedanya. Higiri mengikutinya. Gadis tersebut terlihat memilih rute tertentu, dan membayar tiket kereta MRT-nya dan berjalan menuju tempat pemberhentian kereta, sambil berdiri. Terdengar beberapa pengumuman stasiun, namun tatapan gadis tersebut tetap kosong. Setelah beberapa menit, sebuah kereta MRT berhenti, gadis tersebut terburu-buru masuk. Higiri tetap mengikutinya juga terburu-buru. Beberapa stasiun lewat, gadis tersebut benar-benar hanya menatap ke bawah, dengan pandangan kosong. Higiri, antara penasaran dan kasihan, apa yang terjadi pada dirinya? Apakah benar gadis ini, Kenta? Kereta MRT tersebut lalu berhenti di sebuah stasiun. Gadis tersebut lalu beranjak turun, lalu melewati tangga naik, lalu keluar dari stasiun kereta MRT. Ia berjalan kaki sendirian sambil menuntun sepedanya. Langkahnya mulai lesu. Melewati beberapa toko, lalu menuju jalan setapak, tibalah ia di sebuah rumah yang