Tiba-tiba saja Higiri berhenti.
Jantungnya berdetak kencang sekali. Bola matanya membesar. Apa yang ia lihat sebenarnya sampai ia terkejut? Seorang gadis berambut panjang sepunggung dan berwarna biru tua, dengan bola mata berwarna biru langit, tinggi sekitar seratus enam puluh sentimeter, mengenakan jaket berwarna oranye dan kaos abu-abu, membawa tas ransel coklat di punggungnya, sambil menuntun sebuah sepeda di sampingnya, melewati halte bus itu.Kedua matanya menatap ke arah jalan, dengan tatapan sedih dan kosong. Bola mata biru langitnya seolah menunjukan kesedihan, tidak ada yang lain selain rasa sedih. Ia terus berjalan sambil menuntun sepedanya tanpa ada ekspresi apapun di wajahnya.Melihat gadis tersebut hendak menyeberang jalan, Higiri langsung berlari menyeberang jalan, namun mobil masih lalu lalang, bukan waktu untuk menyeberang. Ichigo menarik tangan Higiri, "Apa yang mau kau lakukan, hei!!"Namun Higiri memfokuskan pandangannya ke arah gadis tersebut, sambil menunggu waktunya menyeberang jalan. Tiba-tiba saja, ia melihat gadis tersebut tampaknya tidak jadi menyeberang jalan, namun hendak berjalan ke arah lainnya. Lampu merah sudah menyala untuk mobil. Higiri lalu melihat gadis itu berjalan ke arah yang berlawanan, lalu secepat mungkin Higiri menyeberang jalan. Namun sayang, gadis itu mulai menaiki sepedanya dan mengayuhnya dengan cepat.Higiri justru terus berteriak, "Berhenti, berhenti!!!"Namun tidak mungkin meminta gadis tersebut untuk berhenti, bukan? Lagi pula gadis itu juga tidak mendengar teriakan Higiri.Sesampainya di seberang jalan, Higiri langsung melihat ke arah halte bus tersebut, ia melihat nomor bus tadi, dan jadwal bus tersebut datang dan pergi. Entah mengapa, ia menghapalnya, dengan tujuan mungkin si gadis itu akan kembali lagi besok di halte yang sama dan mungkin, di waktu yang sama, sambil mengayuh sepedanya.Ichigo tertinggal di seberang jalan, berteriak memanggil, namun Higiri tidak mendengarnya sama sekali, ia justru memandang jadwal bus yang terpampang di halte bus tersebut, dengan wajah bahagia. "Gadis itu masih hidup!" sahut Higiri, dengan senyum senang dan hati bahagia. "Aku sangat yakin itu dia, tidak ada orang lain lagi di dunia ini, yang mempunyai fisik yang sama dengannya, dan apalagi, wajahnya masih sama. Aku sangat yakin!"Kali ini, Higiri merasa sangat yakin, ia memutuskan untuk langsung pulang, sementara ia tidak terlalu memperhatikan Ichigo yang dari tadi berusaha menggapai tangannya. Higiri terus saja berlari menuju stasiun kereta MRT terdekat. Ichigo tidak mengikutinya kali ini, namun, kekecewaan besar terlihat dari wajahnya, ia lalu terdiam, tidak mengikuti Higiri sama sekali. “Apakah Higiri sudah menemukannya?” tanya Ichigo dalam hatinya, namun rasa takut itu ada. Masalahnya, mengapa Ichigo harus takut? Sepulangnya dari sana, Higiri mulai merasa semangat, sambil berjalan menelusuri jalan setapak menuju ke kamar kost-nya, ia bergumam, "Masih ada satu setengah bulan tersisa, aku harus bisa meyakinkan gadis tersebut untuk ikut denganku, membawanya ke Dunia Musik, suku Harmoni, namun, apakah dia seorang manusia? Manusia membutuhkan oksigen, dan dunia manusia ini menurutku tempat yang aneh, sementara mungkin menurut dia, Dunia Musik akan lebih aneh lagi," lalu ia mulai menarik nafas panjang dan membuangnya, wajahnya mulai murung lagi. "Nanti saja dipikirkan, oke, aku akan pergi pagi-pagi sekali besok, semoga saja ia akan ada di sana!" gumamnya lagi.Malam itu, Higiri sangat bersemangat. Ia menatap bintang-bintang di langit, berharap bahwa gadis tersebut besok akan kembali. Tentu, Higiri berencana bolos sekolah saja besok, fokus kepada gadis tersebut terlebih dahulu. Matahari belum begitu tinggi, pagi ini. Tidak menggunakan seragam hari ini, namun pakaian biasa. Higiri berlari menuju stasiun kereta MRT dan terburu-buru nampaknya, seolah tidak sabar ingin segera sampai di halte bis ujung jalan kemarin. Sepanjang perjalanan, ia bergumam, "Cepat, cepat!" Sambil mengepalkan tangannya pertanda ia sudah tidak sabar. Di setiap tempat yang ia lewati, Higiri tetap melirik sekelilingnya, mungkinkah gadis tersebut akan menggunakan kereta MRT juga sambil membawa sepeda kecilnya? Akhirnya tiba juga di pemberhentian yang diinginkan. Secepat kilat, Higiri keluar dari kereta MRT dan langsung berlari menuju halte bus yang kemarin. Sesampainya di halte itu, Higiri langsung mengambil tempat duduk di pojok halte. Waktu berlalu. Orang-orang dan mobil-mobil sudah berlalu lalang. Mata Higiri mulai lelah, sudah sekitar enam jam dari jam lima pagi, sampai jam dua-belas siang ini, gadis itu tidak menampakan dirinya sama sekali. Sudah berkali-kali bus lewat, namun tidak ada tanda sedikitpun kapan gadis itu akan muncul. Higiri sendiri bahkan melewatkan makan pagi dan makan siangnya, ia hanya membawa sebuah botol air minum kecil saja. Higiri mulai menarik nafas panjang sembari sedikit kecewa, sambil menunjukan raut wajahnya yang mulai kelelahan. "Apakah aku bermimpi? Mungkin?" keluhnya dalam hati. Ia mulai berdiri dari duduknya, dan berpikir untuk mencari makan siang sebentar, kebetulan di seberang jalan, seberang halte bus ini, ada sebuah restoran yang jendelanya besar, jadi ia memutuskan makan di sana sendirian. Higiri lalu bangkit dari duduknya dan mulai berjalan sedikit ke depan. Sebuah bus hendak berhenti di halte tersebut, pas ketika Higiri hendak berdiri. Tiba-tiba saja, dari arah berlawanan, seorang gadis berambut biru tua, berjalan agak cepat sambil menuntun sepedanya, lalu tanpa sengaja, ia menabrak lengan Higiri. Gadis itu lalu menatap Higiri sambil langsung membungkuk, “Maafkan aku!” serunya, lalu langsung berjalan agak cepat ke arah yang berlawanan dengan Higiri. Wajahnya menunjukan kesedihan. Kepalanya tertunduk lagi. Ia masih menggunakan pakaian seragam seperti kemarin, jaket berwarna oranye dan kaos abu-abu, dengan menenteng tas ransel berwarna coklat di punggungnya. Higiri menatap gadis itu, melirik wajahnya perlahan. "Kenta yang aku tahu, waktu itu ia tersenyum sangat manis, apakah ini orangnya? Apakah ia sudah berubah? Apa yang terjadi padanya? Air mukanya menunjukan kesedihan yang amat mendalam, sementara langkahnya pelan sekali, lesu, tidak bersemangat. Gadis ini kenapa? Apa yang terjadi?" semua pertanyaan ini mulai bermunculan di dalam hati Higiri. Gadis itu tampaknya sangat terburu-buru, ia bahkan langsung naik ke atas sepedanya dan mulai mengayuh lagi.Higiri menatap gadis tersebut, dan merasa yakin itu Kenta, gadis yang ia cari selama ini, dengan rambut berwarna biru tua dan bola mata biru langit, namun, ada rasa ragu juga karena air mukanya begitu sedih. Higir tentu saja tidak ingin kehilangan gadis itu lagi. Ia kali ini berlari, mengikuti gadis tersebut dari belakang, kemana pun ia mengayuh sepedanya. Namun, di suatu jalan, gadis itu turun dan mulai berjalan sambil menuntun sepedanya lagi.Higiri masih fokus melihat gadis tersebut, yang berjalan sambil menatap ke bawah dengan tatapan kosong, tanpa harapan sama sekali di dalam bola mata birunya yang indah, sayang sekali. Higiri lalu sedikit berjalan cepat dengan tujuan agar ia bisa mendekati gadis tersebut, sambil fokus menganalisa dalam hatinya, apakah dia gadis yang dicari-cari selama ini, jika iya, mengapa raut wajahnya sangat sedih, tidak tampak kebahagiaan sama sekali. Sudah tiga halte dilewati, namun gadis tersebut belum juga menunjukkan ke mana ia akan pergi.Namun di suatu halte bus, akhirnya gadis itu berhenti, Higiri ikut di belakangnya, mendadak juga ikut menghentikan langkahnya, dari kejauhan, sambil memperhatikan gadis itu.revisi pertama, alur cerita diperjelas dan sedikit koreksi.
Gadis tersebut berjalan lurus, lalu turun ke sebuah stasiun kereta MRT sambil masih menuntun sepedanya. Higiri mengikutinya. Gadis tersebut terlihat memilih rute tertentu, dan membayar tiket kereta MRT-nya dan berjalan menuju tempat pemberhentian kereta, sambil berdiri. Terdengar beberapa pengumuman stasiun, namun tatapan gadis tersebut tetap kosong. Setelah beberapa menit, sebuah kereta MRT berhenti, gadis tersebut terburu-buru masuk. Higiri tetap mengikutinya juga terburu-buru. Beberapa stasiun lewat, gadis tersebut benar-benar hanya menatap ke bawah, dengan pandangan kosong. Higiri, antara penasaran dan kasihan, apa yang terjadi pada dirinya? Apakah benar gadis ini, Kenta? Kereta MRT tersebut lalu berhenti di sebuah stasiun. Gadis tersebut lalu beranjak turun, lalu melewati tangga naik, lalu keluar dari stasiun kereta MRT. Ia berjalan kaki sendirian sambil menuntun sepedanya. Langkahnya mulai lesu. Melewati beberapa toko, lalu menuju jalan setapak, tibalah ia di sebuah rumah yang
Higiri mendengar percakapan tersebut, ternyata benar, itu gadis yang ia cari selama ini! Jackpot! Namanya Kenta, iya, memang benar, namun kondisinya tidak bagus. Sang gadis ketua yang arogan, menatap Kenta dengan sinis, "Kalau begitu, kau akan kumaafkan, ayo masuk ke dalam kelas, dan jangan lupa, bawakan makan siangku nanti. Jangan lupa!" Para gadis tersebut tertawa dan masuk ke dalam sekolah. Kenta ingin menangis, ia menyeka air matanya yang mulai keluar sedikit, namun semua ia tahan. Ia lalu masuk ke dalam sekolah. Higiri yang berada di ujung jalan, kini perlahan menyadari, bahwa ada yang tidak beres dengan kehidupan Kenta. Ia memutuskan untuk menunggu Kenta selesai sekolah. "Ia masih sama, manis, walaupun badannya kecil dan tidak begitu tinggi. Namun aku yakin, ia punya penderitaan besar. Aku, aku sangat ingin menolongnya. Seorang pembantu? Pesuruh? Apa yang terjadi sebenarnya kepada Kenta selama ini?" Higiri menunggu dan menunggu, bahkan sambil terduduk di jalan itu. Penantiann
Kenta menghela nafas panjang lagi, kali ini ia berhenti berjalan, dan menundukan kepalanya, "Gadis ketua bernama Sato Moe. Ia sangat disukai para siswa di sekolah," jawab Kenta sambil memulai berjalan lagi, dan melanjutkan, "Ketika aku masuk ke sana sejak sekolah dasar, Moe belum ada. Ia masuk sekitar sekolah menengah. Karena keluarganya sangat kaya raya, ia bahkan bisa melakukan perawatan fisik, dan aku waktu itu menganggap ia sangat cantik dengan rambut coklat dan bola mata coklatnya." "Lalu?" tanya Higiri lagi, penasaran. "Aku mengaguminya. Moe membuat sebuah grup, sebuah geng, untuk seluruh gadis di sekolah itu, dan gadis-gadis tersebut menjadikannya ketua. Seluruh gadis yang ikut grupnya, sangat memuja Moe, mungkin karena ia sangat cantik dan kaya raya, ia sering membagikan uang. Waktu itu aku juga mengajukan diri masuk ke grupnya. Namun Moe melihatku sebagai ancaman. Ia mengijinkan aku masuk grupnya, namun, suatu hari, Moe berbisik kepadaku bahwa aku terlalu cantik secara fisik
Moe membuang gunting yang ia pegang, lalu maju ke arah Higiri sambil tersenyum, "Kau sangat tampan. Rupanya murid dari sekolah sebelah. Oke, aku bisa berhenti menyiksa Kenta, namun kau harus menjadi pacarku. Kau tidak cocok bersama Kenta, lihat saja, wajah pembantu, hahaha!" seru Moe sambil tertawa lebar, diikuti tawa gadis-gadis anggota gengnya. Higiri langsung menampar Moe, walaupun penuh amarah, tamparan itu tidak sekeras yang dibayangkan, laku Higiri berucap, "Aku adalah pacarnya Kenta, tidak peduli seburuk apa, aku menyukainya, dan sekali lagi, jika kalian berbuat yang macam-macam kepada Kenta, sehelai rambut saja terancam, aku tidak akan segan kepada kalian!” ucap Higiri dengan wajah penuh amarah, lalu membantu Kenta berdiri, dan menggandeng tangannya, berjalan menjauhi para gadis-gadis brengsek itu, sambil berlari kecil menuju halte bus yang biasa mereka lewati. Namun, di tengah jalan, Kenta menarik tangannya, berhenti berjalan, dan tertunduk. Higiri menatapnya, namun kali ini
Kenta berpikir sebentar, lalu ia menghela nafas panjang juga, "Baiklah, lagipula mungkin saja kau salah orang, aku sudah menganggapmu aneh. Kau yang memulai semua ini namun aku yang harus tunduk pada syaratmu. Benar-benar pria aneh!” serunya. Higiri tersenyum lebar dan mengangkat kepalanya, "Kita teman, atau pacar?" tanya Higiri sambil tersenyum lebar. Kenta membalas Higiri dengan senyuman kecut, "Begini ya, aku tidak pernah menganggapmu pacar. Bahkan teman juga tidak! Aku tidak akan menjawab syarat yang kau berikan, kau sangat keras kepala dan aku sudah lelah, terserah!” serunya, lalu melanjutkan langkahnya menuju stasiun kereta MRT. "Oke!!!" sahut Higiri sambil mengikuti Kenta. Wajahnya senang, namun di sisi lain, Kenta terlihat lelah dan kesal. Di sepanjang perjalanan, Higiri selalu ingin menggenggam tangan Kenta, namun tidak pernah mendapat kesempatan. Ya sudah, saling diam saja. Namun sesekali, Higiri mengajak Kenta bercanda sambil bertanya beberapa hal, apa makanan yang disu
Memori tersebut membuat Kenta tiba-tiba terbangun. Dadanya sakit sekali, termasuk kepalanya. Ia berteriak kencang sekali. Ia mulai menangis dan bergumam, "Memoriku mulai kembali, kenapa? Kenapa??" Ia makin berteriak dengan kencang dan menangis, tertunduk lesu, bahkan ia mulai melempar bantal tidurnya. Malam yang panjang baik untuk Higiri maupun Kenta. Pagi hari mulai menjelang. Kenta hendak pergi ke sekolah, seperti biasa. Kali ini, ia sama sekali tidak melihat Higiri. Kenta mulai merasa aneh, namun ia berpikir mungkin Higiri memang salah orang, sambil menggelengkan kepala, Kenta mulai berjalan menuju sekolahnya, seperti biasa, menaiki kereta MRT dan berjalan kaki. Namun sedari tadi, Higiri benar-benar tidak muncul juga batang hidungnya. Sesampainya di sekolah, Kenta melihat Moe sedang menunggunya, bahkan melihatnya dengan sinis. Kaki Kenta mulai agak bergetar berjalan menuju gerbang sekolah. Moe sudah menunjuk Kenta, sambil juga menunjuk sebuah pohon besar di antara semak-semak di
"Sudah jam dua siang. Aku, apa jawabanku? Apakah aku mencintai Higiri? Aku mulai mencintainya? Menyukainya? Memikirkannya?" gumam Kenta dalam hati, ia ragu kalau ia sendiri merindukan celotehan Higiri yang kadang membuatnya tertawa, namun ia merasa janggal, pertemuan mereka sangat, sangat singkat sekali. Dengan semua pertanyaan itu, Kenta tiba-tiba saja terlelap tidur. Dalam tidurnya, ia memimpikan kenangan manis kemarin-kemarin, bersama Higiri. Ciuman pertamanya, pelukan hangat seorang pria yang mengaku bahwa pria itu mencintai dirinya, sampai tawa dan senyum ketika mereka bepergian bersama. Memori yang indah, namun, di satu sisi lainnya, sejak kehadiran Higiri, memori-memori masa kecil Kenta yang kelam, justru kembali muncul ke permukaan, dan menghantui Kenta. Ada hubungan apakah ini? Tiba-tiba saja, Kenta membuka matanya dan melihat ke arah jam. Ia terbangun begitu merasakan jantungnya berdebar kencang, namun, ia belum juga menemukan jawabannya. Sudah setengah empat sore! Ia denga
Kenta terdiam menerima benda tersebut, itu hanyalah sebuah kotak perhiasan warna hitam. Higiri lalu mencium bibir Kenta lagi, lalu berkata, "Aku akan mengantarmu pulang. Ingat, dua hari waktumu untuk memutuskan. Karena aku sendiri tidak punya waktu banyak. Aku tidak akan memaksamu, jangan terima jika kau merasa terpaksa, jujur saja dengan hatimu."Higiri lalu mengantar Kenta pulang dari pasar malam tersebut. Sepanjang perjalanan, mereka hanya terdiam, seperti salah tingkah. Kenta sendiri tidak berani berbicara apapun, sementara Higiri, wajahnya masih memerah pertanda ia memang tersipu malu. Mereka menaiki beberapa kereta MRT dan melewati beberapa halte bus, lalu, akhirnya sampai di rumah Kenta. Higiri lalu pamit pulang, sementara Kenta masuk ke dalam rumahnya, dan membersihkan dirinya, lalu berbaring di atas ranjangnya. Ia mengambil kotak perhiasan hitam yang diberikan Higiri dan menatap kotak tersebut dalam waktu yang sangat lama. Ada keraguan dalam hatinya. “Higiri ini, bercanda,