Share

BAB 4 | Selalu Ada Alasan

“Tapi mau tidak mau, jika ingin mengetahui kejelasan dari seluruh kisah yang membuat kepalanya kesakitan ini, dia harus menerima rasa sakit dan bertahan sebentar di sana.”

~

6 Tahun yang lalu.

Lo nggak capek berantem mulu sama Mama lo?” Mulai Rania mengomel di pagi hari karena masalah Nilam dan mamanya lagi.

“Jawaban gue tetep sama. Sekeras apapun lo nasehatin gue, nggak bakal mempan. Karena lo nggak pernah ada di posisi gue. Lo nggak tahu gimana rasanya. Jadi nasihat lo nggak bakal tembus. Sok ngomel!” Crocos Nilam.

Randi sudah jengah mendengar pertengkaran Nilam dengan sang ibu setiap hari. Walau teman dekat, Randi dan Nilam lebih banyak debat dan bertengkarnya daripada baikannya. Hal ini tak lain dilatarbelakangi oleh pandangan serta pendapat mereka yang tak pernah sejalan.

Ia bukan tipe yang bisa berteman dengan orang baru secara cepat, dan soalnya, Nilam adalah temannya sejak kecil. Awalnya mereka hanya berkeluh kesah tentang keluarga seperti biasa. Tapi tiba-tiba semuanya berubah sejak ayah Randi menikah lagi. Randi menjadi lebih pendiam dan tidak pernah terbuka seperti biasa tentang keluarganya 

Usut punya usut, ternyata Randi tidak bisa menerima hadirnya ibu baru dalam hidupnya setelah kematian sang ibu kandung. Ia selalu memanggil ibu sambungnya itu dengan sebutan istrinya ayah atau Bu Ratna, langsung namanya. Masalah inilah yang jadi akar dari setiap perdebatan Nilam dan Randi.

Berbeda dengan Randi, Nilam hanya memiliki ibu kandung yang menurutnya sangat tidak menyayangi dirinya. Empat tahun lalu ia menikah kembali dan melahirkan Putra, adik sambung seibu Nilam yang hampir menginjak usia 3 tahun.

Nilam sudah sangat jarang berbicara kepada sang ibu sejak dia melahirkan adiknya. Karena itu hubungan mereka merenggang bahkan hanya untuk sekedar bertegur sapa. Sudah sejak 1,5 tahun terakhir ibunya sering marah-marah. Ada masalah sekecil apapun, selalu jadi penyulut emosi yang sangat besar sehingga hubungannya makin merenggang. 

Sang Ibu jarang bertemu langsung dengan Nilam. Pagi hari saat Nilam berangkat, Ibunya sudah bekerja dan saat malam, kadang Ibu nya yang tidak pulang, kadang Nilam yang tidak pulang. Awalnya Nilam hanya coba-coba untuk tidak pulang ke rumah, karena jika pintu kamarnya tertutup, ibunya pasti mengira dia berada di kamar, tidur. Dan ternyata berhasil. Walhasil Nilam sangat jarang pulang ke rumahnya, bahkan masuk secara diam-diam di tengah malam.

Tapi hal bulus seperti itu tak berlangsung lama. Ibu nya segera mengetahui kelakuan Nilam dan menuduhnya bermacam-macam. Mereka bertengkar sangat hebat tiap kali Nilam tidak pulang lagi sejak saat itu.

Padahal apa yang membuat Nilam tidak betah ada di rumah adalah Ibunya yang selalu marah-marah dan ayah sambung yang tidak berguna. Nilam tau ibunya bekerja karena suami yang tidak ada gunanya serta menyusahkan saja, tapi seluruh kekesalan sang Ibu selalu Nilam jadi pelampiasannya dan dia tidak tahan.

Terkadang dia menginap di ruang fotografi sekolah, terkadang di rumah Rania, tapi tidak pernah ke rumah Randi. Laki-laki itu selalu mengusirnya dengan mengantarnya kembali ke rumah lagi atau kadang dengan somplaknya malah melapor ke polisi.

Randi sendiri tidak tahan dengan crocos Nilam yang selalu memaksanya menerima ibu sambungnya. Saat berada di rumahnya, Nilam akan terus memperhatikan ibu sambung Randi lalu menceramahi Randi yang menurutnya tidak sopan terhadap beliau.

Sudah hampir 6 tahun sejak ayahnya menikah, tapi Randi sekalipun tak pernah memanggilnya ibu. Padahal dia tidak punya saudara sambung dari ibu angkatnya. Randi bahkan terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya memiliki ibu baru.

Ia tidak pernah memakan masakannya, keluar masuk rumah hanya mengucapkan salam jika ada sang ayah saja yang sering bekerja di luar kota. Randi berasal dari keluarga berada, ada ART di setiap pekerjaan rumah. Tapi ibu sambungnya melayani kebutuhan Randi dengan tangannya sendiri. 

Randi tahu itu, ia sangat tahu wanita itu yang selalu memastikan makanannya ada, bajunya selalu siap, perlengkapannya tidak tertinggal, kasih sayangnya jua tak pernah pudar. Walau sering Randi tidak memperhatikan saat ia berbicara. Wanita itu selalu menampakkan senyumnya.

Entah kenapa Randi tidak pernah siap membuka hati untuk menerima ibu baru dalam hidupnya. Dia malah menganggap sang ayah kejam karena dengan mudahnya melupakan kematian ibunya begitu saja. Begitulah asal mula Randi menjadi sangat pendiam. Ia tidak tahu kepada siapa ia harus bicara. Dulu dia hanya punya sang ibu, setelah ibunya mati, ayahnya terlalu sibuk, lalu tiba-tiba membawa istri baru.

Rania sudah sering menasehati mereka berdua untuk tidak membahas keluarga jika salah satunya merasa tersinggung. Nilam ingin punya ibu seperti Randi yang selalu memperhatikannya, dan Randi menyuruh Nilam bersyukur karena ibu kandungnya masih ada disampingnya. Bahkan tak jarang juga, Rania kena semprot emosi dari dua anak ini.

***

Rania terlihat sangat serius memperhatikan layar CCTV yang sudah sedikit buram di hadapannya. Ia sedang menonton ulang bukti kecelakaan keluarganya 6 tahun silam yang terekam CCTV sebuah toko. Ia mencoba kembali mengingat perkataan dokter tentang jam kematian waktu itu.

Arghh..” Keluh Rania sambil memegangi kepala.

Setiap ia mengingat kembali kejadian itu, bukannya terlintas hal-hal yang ingin ia ingat, tapi malah terlintas tentang seluruh kesedihan dan segala penyesalan yang ia alami. Ia malah mengingat wajah orang tua dan kedua adiknya yang berlumur darah, ia kembali mengingat dirinya yang banyak menangis dan sering dianggap orang gila, dia malah mengingat bagaimana dia harus melihat 4 liang kubur bersama-sama, tentang bagaimana saudaranya di sana selalu selalu salah paham terhadapnya hingga saat ini. 

Ketika ingatan itu timbul di kepalanya, dia akan langsung kesakitan serta matanya merah dan mengeluarkan air. Perih. Terkadang juga ikut timbul rasa sakit di ulu hatinya yang mendadak datang lalu pergi lagi. Dia tidak mampu menyelidiki dan menuntaskan rasa penasarannya sendiri, tapi juga tak sanggup bicara jika sudah berhadapan dengan Papa, Mas Jovan kakaknya, apalagi mamanya yang bisa langsung menebak isi pikirannya. Jadilah ia tidak pernah menemukan jawaban walau rasa penasarannya sudah timbul sejak lama.

Dirinya yakin betul bahwa keluarganya tidak mati di kecelakaan itu. Dari keempat mayat yang ia lihat waktu itu, hanya mayat ibunya yang bisa dibilang tak berbentuk sedangkan ayah dan kedua adiknya hanya memiliki luka di belakang kepala.

Mobil itu ditabrak dari arah depan, tapi kenapa luka mereka ada di belakang? Bahkan tubuh bagian depan mereka hanya terkena luka gores yang tidak terlalu dalam. Jika meninggal karena penyakit seperti jantung yang tidak bisa menerima kejutan, seharusnya hanya ibunya yang meninggal karena hanya dia yang punya riwayat penyakit jantung.

Tapi bahkan mereka yang tidak terluka, tidak punya riwayat penyakit jantung.

Rania semakin keras memegangi kepalanya karena pusingnya begitu parah. Air matanya bahkan jatuh tanpa ia mau. Tangannya menekan-nekan kepalanya untuk meredakan rasa sakit yang begitu parah.

Rania duduk menyandarkan kepala di kursinya. 

Ada satu orang yang mungkin bisa sedikit membantunya untuk mengingat sedikit apa yang benar-benar terjadi pada hari itu. Dan jika ingin menemuinya, artinya Rania harus pergi ke rumah lama di kampung halamannya.

Sudah lama sejak ia kesana. Hanya satu kali setahun Rania kesana, tapi dia tak pernah mau turun dari mobil. Setiap kali ia melihat lingkungan di sana, yang terpikirkan hanyalah bagaimana dia harus melihat 4 mayat yang tidur bersama di rumah itu meninggalkannya sendirian di dunia yang cukup rumit ini.

Tapi mau tidak mau, jika ingin mengetahui kejelasan dari seluruh kisah yang membuat kepalanya kesakitan ini, dia harus menerima rasa sakit dan bertahan sebentar di sana.

Tbc.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status