Kemudahan demi kemudahan untuk pergi ke Belanda semakin diperlihatkan pada Nizam kalau itu adalah yang terbaik untuknya. Map berwarna biru langit sudah bersama petugas imigrasi dan saat bersamaan Nizam pun disuruh segera mengikuti proses pembuatan paspor; dari interview, sidik jari serta yang terakhir adalah berfoto.
"Nizam Fadlan. Silahkan bayar terlebih dahulu paspor sebesar 1,000.000 sekarang. Karena paspor sedang dicetak!" Perintah dari Petugas keimigrasian pada Nizam yang sudah di depannya.
"Bukannya 350,000?" ucap Nizam karena harga diluar budgetnya.
"Dokumen kamu tertulis paspormu butuh secepatnya karena urgent. Kalau tidak, kami pasti tidak akan mencetaknya sekarang!" ujar Petugas Imigrasi sambil menunjukan tulisan pada map.
Tiba-tiba tepukan pada pundak Nizam membuatnya membalikan badannya. "Pak Munandar?" ucapnya agak terheran karena kenapa dia ada di sini. Pak Munandar adalah pemilik agensi.
"Handphone-mu mati? Makanya aku ke sini!" singkatnya sambil membawa tanda bukti pembayaran untuk paspor Nizam.
Nizam termangu melihat itu. "Pak?" Lagi-lagi Nizam memanggilnya dengan nada terheran serta mengernyit dahinya.
"Cepat ambil paspormu, ada yang menunggumu di kantor. Sekarang!" perintahnya sambil meninggalkan Nizam yang masih tidak percaya bahwa pemilik agensi akan turun tangan dan datang ke imigrasi hanya untuk dirinya. Mengurai semua prasangka yang sudah tersemat di dalam pikirannya, Nizam pun cepat sekali mengambil paspor yang sudah diberikan oleh petugas loket pengambilan paspor. Setelahnya ke luar dari imigrasi, baru saja dia hendak berjalan ke arah halte busway. Suara klakson mobil terdengar pengang dikupingnya membuatnya menoleh ke arah Mercedez putih. "Zam, cepat masuk!" Pinta Munandar di depan jendela mobil yang terbuka sembari melambaikan tangannya dengan bibir melontarkan senyuman tipis.
Nizam semakin aneh dibuatnya, "Apa sekarang pemilik agensi sedang menjelma menjadi malaikat? Ada apa ini?" gumamnya karena dirinya merasa dispecialkan. Disertai melangkah ke arah mobil mewah tersebut.
"Masuklah, Zam. Biar aku antar kamu pada seseorang untuk memberikanmu pekerjaan yang baik di Belanda." Beritahunya.
"Maaf, Pak. Saya sudah diinterview oleh Mr. Duke Danhe dan sudah dipastikan telah diterima." Nizam meyakinkan itu pada pemilik agensi.
"Yang menunggumu sekarang akan memberikanmu gaji dan posisi tepat serta sesuai dengan pendidikanmu. Dia ada di sini, di Jakarta." Ucapnya dengan seribu harapan.
Nizam hanya mengernyit. Lalu duduk di samping Munandar. Munandar pun langsung melajukan mobilnya menuju ke arah Jakarta Pusat. Melihat itu Nizam berbicara, "Pak, saya harus kembali ke perusahaan agar setidaknya mendapat upah full di akhir bulan sebelum pergi ke Belanda."
"Aku akan membayarmu untuk hari ini, jangan khawatir!"
Nizam hanya melirik ke arahnya tanpa menjawabnya.
Setelah perjalanan yang hampir memakan waktu satu jam karena terjebak macet di beberapa titik kota Jakarta. Mobil putih ini sekarang masuk ke dalam basement gedung Plaza Indonesia dan diparkirkannya di sana. Nizam semakin bingung dibuatnya, akan tetapi terus mengikuti Munandar yang sudah turun dari mobil. Mereka pun sekarang berjalan ke arah lift dan masuk. Nizam melihat Munandar menekan ke arah lobby hotel yang ada di gedung tersebut. Dan dia masih bergeming.
"Mr. Munandar?" Sapa dari wanita jelita dengan penampilan formal namun seksi ini.
Nizam hanya menunduk dan bersikap biasa saja. Sedangkan Munandar langsung meraih tangan mulus wanita yang sudah menyodorkan tangannya begitu melihat kedatangannya tadi.
"Zam, ini Mrs. Angel Mathew. Dia adalah menager HRD dari Perusahan Automotive di Belanda. Dia ini sudah menerima CV kamu seminggu yang lalu, dan menyukaimu. Sekarang ke sini untuk langsung meng-interview-mu!" Jelasnya memperkenalkan serta memberitahukan.
"Tapi, Pak. Saya sudah menandatangani kontrak dari Mr. Duke. Beliau juga sudah memberikan tawaran gaji yang baik." Nizam mempertegas.
Angel yang sudah memahami bahasa indonesia yang baik ini langsung menyela, " Aku ke sini untuk bertemu langsung denganmu. Duke memberikan gajimu berapa?"
Nizam langsung memberikan scan kontrak kerja yang telah difotokopinya pada Angel. Sedangkan Angel langsung membacanya dan setelahnya dia tersenyum tipis lalu berbicara pelan dengan suara yang merdu, "Aku akan memberikanmu gaji dua kali lipat dari Duke berikan. Silahkan duduk dan kita mulai interview-nya."
Nizam bingung, hatinya tidak menyetujui untuk melakukan percobaan ini. Apalagi wanita yang menjabat manager HRD ini seperti sudah terobsesi padanya, apalagi nampak memaksa untuk interview dan seolah tidak memberikan kesempatan untuk mengelak. Nizam pun secara tidak ikhlas akhirnya mengikutinya. Posisi duduknya tepat di depan wajah cantik Angel, sedangkan Munandar duduk menopang kaki dengan punggung menyender pada penopang sofa. Nizam menarik napasnya panjang sekali ketika Angel memberikan lembaran psikotest dengan menggunakan bahasa belanda, tarikan napas bukan mempertandai susahnya lembaran psikotest akan tetapi mengurai perasaan tak berkenan karena merasa sedang menyelingkuhi kontrak kerja yang telah disetujuinya. Bahasa belanda yang telah dikuasainya membuat dirinya mudah mengisi psikotest tersebut, setelahnya Angel menyuruhnya untuk berbicara dengan menggunakan bahasa tersebut serta menulis lalu mengartikan. Belum sempurna, akan tetapi 65% telah menguasai adalah nilai sangat tinggi untuk seseorang yang sama sekali belum menginjakan kakinya di negara terkenal dengan negara kincir angin itu.
"Well, Mr. Nizam. Aku sangat suka dengan hasil interview tadi. Maka, aku putuskan dengan senang hati meng-hire anda." Tutur Angel secara langsung.
"Tapi, Mrs. Angel? Saya ini sudah mendapatkan pekerjaan dari Mr. Duke!" Nizam meninggikan suaranya sedangkan matanya pada Munandar.
"Zam, saya ini tahu bagaimana latar belakang kamu! Jadi, ambilah pekerjaan yang menguntungkan!" Munandar menjawab ketus. "Soal Duke, nanti biarkan staff ku mencarikan penggantimu." Tambahnya tak mengambil pusing.
Senang, karena di tangan Nizam ada kontrak kerja dengan tawaran yang lebih besar. Tapi hatinya seolah ada perasaan tidak enak pada Duke yang dirinya sudah berkomunikasi baik dengannya.
'Perasaan tak bisa membohongi, kalau itu hanya ada setitik risau maupun kalut. Itu pemberi petanda yang sering diabaikan.'
Setelah interview Angel memperlakukan Nizam sangat baik, dia dijamu dengan menu berbuka puasa sangat mewah. Kendati Angel tidak berpuasa karena berbeda keyakinan. Nizam menepis semua enigma yang sudah menari-nari di dalam sel otaknya. Dia mencoba memandang semua ini karena dirinya bersama seorang bos dari agensi terbesar di Jakarta dan Jawa.
"Zam, ini adalah kesempatanmu berkarir, kamu bisa membahagiakan keluargamu dan tentunya kamu juga. Kamu ini pria tampan serta masih muda." Munandar membuka pembicaraan disela-sela menikmati makanan.
"Yes, Nizam. Kamu percaya saya deh. Saya akan membuatmu menjadi seorang yang berharta." Angel meyakinkan dan itu membuat Nizam sumringah bahagia.
Tak lama setelah Angel berbicara tiba-tiba suara telepon genggam Nizam berbunyi. "Pasti Zeira!" Tebaknya sambil memeriksanya. Bibirnya pun tersenyum begitu membacanya. Iya, Zeira akan mengirim sindiran atau pantun jika suaminya tak mengabarinya. Dibalas oleh Nizam dengan kalimat mesra dan menenangkan jiwa perempuan cantik itu. "Kalau begitu saya izin pulang. Istri & anak sudah menunggu." Nizam berpamitan sembari beranjak dari duduknya.
Sedangkan Angel pun ikut beranjak sambil berbicara, "Tunggu!" Kemudian dia pun mencuci tangan lalu membuka tasnya dan mengambil kartu nama serta ratusan ribu uang sepuluh lembar. "Buat keluargamu!" ujarnya sambil memberikannya.
Nizam salah tingkah serta sungkan karenanya. Dia bergeming dan tak berani mengambilnya, "Zam! Ambilah!" Munandar menggertak sambil tertawa tipis.
"Tapi...."Jawaban sungkan Nizam membuat tangan lembut Angel mengambil cepat lengan Nizam dan menaruhnya uang serta kartu nama itu di dalam kepalan tangannya. Nizam terpaksa menerimanya lalu pamit.
Sekarang Nizam sudah di depan lobi Plaza Indonesia. "Alhamdulillah," ucap syukur ke luar dari mulutnya sambil masuk ke dalam restauran siap saji yang ada di sebrang jalan dan kebetulan persis bersebelahan dengan halte busway. Nizam ingin membelikan ayam KFC kesukaan Zeira. "Sudah berbulan lamanya dia tidak makan ini!" gumamnya sambil berdiri di belakang antrian pembeli.
Setelahnya membeli ayam tersebut Nizam langsung masuk ke dalam busway yang menuju ke arah Blok M. Dan, begitu sampai messnya dirinya sudah disambut oleh wajah cantik Zeira dengan mimik keheranan. "Abang?" sambutnya sambil menoleh bucket KFC yang sudah lama tak pernah ditemuinya.
"Abang ceritakan setelah mandi, Adik makan saja, Abang sudah makan!" ucap Nizam sambil mencium pipi Zidan lembut serta berlalu masuk ke dalam kamar mandi.
Zeira makan KFC dengan penghayatan seperti iklan di TV. Betapa tidak, ayam ini adalah favorite-nya dan dia sudah lama tidak memakannya. Begitu ke luar dari kamar mandi Nizam tersenyum geli melihat reaksi makan istrinya itu. "Abang, dapat dari mana ini KFC? Pasti teman Abang 'kan yang traktir ini?" sangka Zeira dengan mulut penuh dengan ayam.
"Bukan!"
"Lantas?"
Nizam langsung menceritakan semua kejadian setelah dirinya dari pasporan hingga bertemu dengan Angel. Itu, membuat Zeira menghentikan makannya dan langsung merapikan bucket ayam tersebut. Pikirannya sekarang pada cerita suaminya tadi.
Allah S.W.T memang memberikan jalan yang tak disangka-sangka. Akan tetapi, jika datangnya pada saat telah ditentukan pilihan bukankah itu membawa kebimbangan dan firasat?
"Bang, pikir-pikir dulu untuk bekerja dengan Angel itu." Zeira mewanti-wanti sembari menatap wajah suaminya dan dengan cepat menaruh bucket KFC ke atas meja. KFC itu sudah tak senikmat semula begitu tahu semuanya. Nizam bukan tidak mengerti apa maksud istrinya, hanya saja dia diberi pilihan secara paksa. Hati Nizam berkecamuk semakin galau, berpikiran untuk menelpon Duke akan tetapi pikiran yang lainnya pada kontrak kerja dari Angel dengan nominal sangat fantastis. Maka, terurung sudah untuk menelponnya. Namun, pikiran Zeira cepat sekali menyimpulkan bahwa antara suaminya dengan Angel sudah mengenal satu sama lain. Di pikirannya; Apa iya Angel datang dari Belanda hanya karena sosok yang belum dikenalnya dan dengan penuh percaya diri memberikan gaji dua kali lipat dari seorang telah berpengalaman. Tiba-tiba saja Zeira punya ide untuk menulis nomor telepon Angel serta alamatnya, tak ketinggalan nomor telepon Duke juga alamatnya. Ada keinginan untuk menyelidiki lewat social media, sayan
Masih di dalam airport. Pandangan Zeira masih tertuju pada tempat di mana dia melihat suaminya dibawa secara paksa oleh ketiga orang yang sama sekali tak dikenalinya. Lalu, dia pun menghampiri penjaga gate penerbangan internasional. "Pak, maaf saya mau tanya." Lirih Zeira pelan. "Ada apa?" Petugas menjawab sambil memperhatikan wajah Zeira yang pucat dan sayu karena nampak kurang istirahat. "Bapa tahu jam berapa pesawat ke Belanda mengudara tadi malam?" tanya Zeira penasaran. "Saya hanya penjaga di sini! Saya tidak tahu!" Petugas menjawab serta langsung meninggalkan Zeira begitu saja. Mulut Zeira baru saja akan berbicara, akan tetapi diurungkan karena reaksi petugas seperti tidak menghiraukannya. Dia pun melirik ke arah jam digital yang menempel pada dinding airport. Di sana waktu sudah menunjukan pukul 04:30. Zeira pun bergegas masuk kembali ke dalam mushola untuk menunaikan shalat subuh. Lalu setelahnya Zeira langsung menuju ke arah halte bis untuk pulang ke Tasikmalaya. Duduk di
Lemas tak berdaya tubuh Zeira terkulai di atas tempat tidur di rumah petaknya.Sedangkan Nizam sudah hampir dari 2 x 24 jam tidak ada kabar. Itu membuat Zeira berinisiatif untuk mencari berkas-berkas PT dan kantor di Belanda yang dikantonginya dari semenjak di mess. Satu persatu berkas dibuka dan diperiksa tanpa terkecuali alamat e-mail dan nomor-nomor yang bisa dihubungi. "Aku harus ke warnet dan membeli pulsa agak banyak agar bisa menelpon semua orang," niatnya sambil bergegas memakai sandal swalow warna pink kenyamanannya. Begitu di depan counter pulsa dia melirik pada telepon pintar yang terpampang di atas etalase. 'Apa iya aku harus beli handphone itu agar memudahkan dalam berkomunikasi?' pikirnya dan langsung mendekat ke arah etalase. "Teh, ini keluaran baru loh. Bisa selfie dan media sosial sepuasanya. GB-nya besar, kamera depannya pun setaraf dengan telepon ternama papan atas." Ucap pemilik toko mempromosikan produknya agar laku. Sedangkan Zeira segera menoleh pada harga yang
Lebaran hampir usai. Seluruh keluarga di kampung dan rumah-rumah bersuka cita. Akan tetapi berbeda di dalam rumah sederhana milik Zeira, wajah cantiknya ditekuk murung. Kendati uang yanga ada di tangannya tidaklah sedikit jumlahnya. Bisa saja dia menggunakan uangnya untuk berlibur demi mengurai kesedihannya. Sepertinya tidak berpengaruh bagi Zeira materi untuk sekarang ini. Telepon pintarnya diperhatikan pada semua media, dari percakapan, pesan dan telepon masuk. Dia ingin meyakinkan kalau suaminya mengabari. Inisiatif untuk pergi ke agensi di Jakarta pun telah bermain di dalam sanubarinya. Itu adalah jalan satu-satunya menilik jejak Nizam. "Aku akan ke sana setelah lebaran, semoga saja ada titik terang." Pikirnya sembari menyelinap masuk ke dalam kamarnya karena waktu sudah malam. Pukul 02 : 45 menit. Tepatnya jarum pendek jam dinding rumah Zeira menunjukan ke arah angka 3 dan jarum panjangnya ke arah angka 9. Di mana tepat sekali kedua mata bulat Zeira mulai terbuka. Sudah terbiasa
Sore setelah pengusiran oleh Burhan dari kantor agensi, Zeira langsung ke perusahaan di mana suaminya bekerja sebelum pergi bersama Angel. "Pak, saya ingin ketemu dengan Pak Ruly Bachtiar. Saya Zeira istrinya Nizam Fadlan." Beritahu Zeira dengan wajahnya nampak sayu dan kelelahan. "Tuhan! Kamu ini Mbak Zeira?" Tommy tiba-tiba menyelonong dan menepis tangan satpam yang sedang me-investigasi Zeira. "Iya. Saya Zeira." Singkat wanita sambil menggendong bayi ini. "Aduh, Mbak. Mbak ke sini ada apa?" tanya Tommy tanpa ragu mengambil tas yang dijinjing Zeira dan menuntunnya ke arah gudang. "Mau meyakinkan kalau Bang Nizam benar-benar tidak ada di Jakarta." Pemberitahuan Zeira membuat Tommy terperanjat, "Mbak tidak tahu kalau Nizam ke Belanda?" "Tahu. Tapi, dia tidak ada kabar sama sekali...." Zeira pun menjelaskan kronologi kepergian Nizam pada Tommy. Jelas saja itu semua membuat lelaki asal Medan ini berasumsi spontan, "Astaga Nizam ini mungkin dibawa oleh Angel dan kawan-kawanny
Tommy sudah ada di depan penginapan syariah yang masih di wilayah sekitar agensi. Sepeda motor pun sudah diparkirkan di halaman penginapan tersebut. Pikiran Tommy pada apa yang telah dituturkan Zeira. "Kalau ada apa-apa kasih tahu saya." Tommy menawarkan penuh simpati. "Terima kasih, Bang!" ucap Zeira dengan wajah datar karena kejadian yang telah dialaminya telah membuat dirinya sedikit cemas serta takut. Zeira masuk ke dalam lobi penginapan dan mendekat ke arah resepsionis. Sementara Tommy masih menunggu di depan. Dia hanya mengantisipasi jika ada hal yang tidak diinginkan seperti tadi menimpa Zeira dibarengi tangannya dengan mencoba mengirim beberapa pesan serta membuka e-mailnya bermaksud untuk mengirim e-mail ke pada Nizam. "Kau di mana, Zam? Anak bini kau mencari-cari!" desisan spontannya. Pesan e-mail ditunggunya hingga beberapa menit. "Masa iya kau nih secepat itu melupakan istri? Kau ini setahuku bukan seorang bajingan. Di mana kau ini?" Tommy masih dengan desisannya. Sekar
Mendengar gertakan Zeira seperti itu Azyumardi pun berbicara lantang, "Wanita berkelas serta memiliki dedikasi tinggi itu tak akan mau menikah dengan lelaki yang kedua orang tuanya tidak menyetujui. Karena wanita tersebut mengetahui menikah itu bukan hanya menikahi suaminya saja, melainkan pada seluruh keluarganya. Paham itu kamu? Coba dengan kamu nekad seperti itu apa kamu didatangi mertuamu?" Hendak Zeira membuka suaranya Azyumardi kembali berbicara, "Kamu tidak merasa aneh kalau kamu menikah tapi tak pernah berkunjung ke mertua dan mertuamu pun tak pernah mau tahu kehidupanmu? Kamu tidak merasa sakit hati?" Zeira bergeming. Bibirnya bergetar, lidahnya kelu. Kata-kata pun seolah tertahan di kerongkongannya. Suasana menjadi sangat hening beberapa detik. Kemudian tiba-tiba suara Zeira pelan sekali keluar, "Mbak, saya hanya memberitahukan saja. Juga, beritahu ibu dan ayah akan kejadian ini. Assalamu 'alaikum." Hendak saja Zeira menutup teleponnya Azyumardi menyela, "Kamu jangan terla
"Kamu yakin Zeira punya uang atau perhiasaan? Aa yakin itu hanya foto-foto lama saja sama surat tanah!" Arman meyakinkan itu pada istrinya."Apa salahnya kita lihat dan buktikan!" jawab Neni sambil berjalan ke arah jalan setapak."Kamu mau ke mana?" pekik kasar Arman."Aa mau kelaparan hari ini?" ketus Neni dan masih melanjutkan langkahnya. Iya, Neni suami tak kerja jalan satu-satunya minta bantuan orang tuanya. Itulah Neni. Rumah orang tua Neni memang hanya terhalang 10 rumah saja dari rumah suaminya, beda gang akan tetapi masih satu RT."Mak...Mak...." Datang-datang Neni langsung berbising dengan kemanjaannya."Apa?" Mak Arfiah langsung menyambut anak bungsunya itu. "Suamimu nganggur? Tak ada uang? Tak ada beras?" tambahnya menebak kebiasaan Neni kalau sepagi ini mendatanginya. "Sudah Mak bilang dari dulu jangan mau sama Si Arman, Bapaknya saja dulu malas-malasan dan menurunlah sama anaknya!" Mak Fiah masih menggerutu kendati dia cekatan sekali mengambil beras yang ada di dalam gento