Share

Hari Kepergian Nizam Ke Belanda

"Bang, pikir-pikir dulu untuk bekerja dengan Angel itu." Zeira mewanti-wanti  sembari menatap wajah suaminya dan dengan cepat menaruh bucket KFC ke atas meja. KFC itu sudah tak senikmat semula begitu tahu semuanya.

Nizam bukan tidak mengerti apa maksud istrinya, hanya saja dia diberi pilihan secara paksa. Hati Nizam berkecamuk semakin galau, berpikiran untuk menelpon Duke akan tetapi pikiran yang lainnya pada kontrak kerja dari Angel dengan nominal sangat fantastis. Maka, terurung sudah untuk menelponnya. Namun, pikiran Zeira cepat sekali menyimpulkan bahwa antara suaminya dengan Angel sudah mengenal satu sama lain. Di pikirannya; Apa iya Angel datang dari Belanda hanya karena sosok yang belum dikenalnya dan dengan penuh percaya diri memberikan gaji dua kali lipat dari seorang telah berpengalaman. Tiba-tiba saja Zeira punya ide untuk menulis nomor telepon Angel serta alamatnya, tak ketinggalan nomor telepon Duke juga alamatnya. Ada keinginan untuk menyelidiki lewat social media, sayangnya telepon genggam Zeira sangat jadul. 

"Ini, Dik, satu juta rupiah. Itu dari Angel!" Nizam menyodorkan uang pemberian Angel pada istrinya.

Sementara Zeira termangu dengan perasaan kalut. Matanya menyorot tajam pada uang yang masih baru itu, sudah dipastikan kalau uang tersebut baru dicetak dan diambil di Bank. Seketika dirinya seperti sedang dibeli oleh wanita yang bernama Angel tersebut, "Bang, kalau Abang mengenal wanita itu jujur saja, dan kenalkan Zeira padanya."

Mendengar perkataan Zeira tersebut Nizam melirik ke arahnya, "Adik sudah tidak percaya sama Abang?" Jawaban Nizam seperti itu menyulutkan reaksi Zeira semakin mengajak berargumentasi, "Kalau begitu di mata Angel, Abang ini pemilik skill yang luar biasa rupanya." Ucapannya disertai penutupan topik, "Kalau Abang merasa yakin padanya. Jalani dan lanjutkan!" 

Zeira memang tidak memiliki kemampuan untuk melarang, kalau saja dirinya bisa membeli suaminya atau saja kalau dia memiliki jabatan dan memiliki kekayaan mumpuni. Dia tidak akan membiarkan suaminya pergi jauh darinya. Maka, jalan satu-satunya adalah mencoba ikhlas menerima keadaan. 

"Do'akan yang terbaik buat Abang, Dik." Pinta Nizam sambil merengkuh bahu Zeira lembut. 

Rengkuhan Nizam buat Zeira seperti berbeda dari sebelumnya. Namun, dia masih berpikiran positif kalau ini hanya perasaan dirinya saja. 

Dua hari setelah pasporan Nizam kembali dihubungi langsung oleh Angel tanpa Munandar. Dia menyuruhnya untuk datang menemuinya di hotel yang sama. Nizam yang sedang istirahat dari pekerjaannya bergegas menelpon Munandar selaku pemilik agensi. Sayangnya dia tidak mengangkatnya dan hanya mengirimi pesan, "Kamu harus secepatnya menemui Angel, lalu ikuti sesuai perintahnya." Membaca pesan dari Munandar, Nizam tidak bisa mengelak ataupun meyakinkan kembali. Cepat sekali dia pun bergegas melajukan motornya ke arah Plaza Indonesia. Sesampainya di sana, tak banyak menunggu waktu dia pun menuju ke lobi hotel dan menemukan Angel ditemani dua orang laki-laki warga Belanda. Melihat kedatangan Nizam mereka langsung menyambutnya ramah dan bersahabat. Itu semua membuat Nizam merasa yakin kalau dirinya tidak sedang dijebak Angel. 

"Angel, ini Mr. Nizam yang kamu bicarakan?" Sapa dari salah satu lelaki yang langsung menjabat tangan Nizam erat dan dengan sumringah menyambutnya. Reaksi Nizam merasa tersanjung olehnya, cepat sekali tangannya meraih jabatan tangan lelaki tersebut. 

"Panggil saya dengan nama, Aldert. Saya ini sebagai direktur dari perusahaan automotive." Sambungnya sambil mempersilahkan Nizam duduk. 

"Kalau dia adalah asisten saya, Dirk Mathew." Angel melirik ke arah lelaki muda yang duduk di kursi single dengan tatapan penuh arti. Mereka adalah kakak beradik. 

Aldert memberikan dua buah katalog elegant itu adalah company profil automotive yang di sana ada nama serta foto miliknya. Semua itu menambah keyakinan Nizam begitu melihatnya. "Mister, sengaja datang ke sini untuk menemuiku?" ucap Nizam tanpa ragu-ragu mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya.  Aldert menoleh ke arah Angel dengan wajah datar begitu mendengar ucapan dari Nizam. Sedangkan reaksi Angel langsung berbicara, "Mister Aldert sudah tertarik padamu semenjak Munandar memberikanku CV-mu.

Sontak saja itu semua membuat Nizam tersenyum bahagia mendengarnya dan tak begitu lama Angel mengambil amplop bergambar pesawat lalu memberikannya, "Mr. Nizam siapkan kepergianmu hari minggu. Kita terbang ke Belanda sama-sama." Mendengar itu Nizam terperanjat, "Artinya besok kita berangkat?" 

Aldert tertawa. "Semakin cepat akan lebih baik, bukan?" ucapnya sumringah dengan tatapan penuh misteri.

Sementara tangan Nizam pelan sekali meraih amplop berisi tiket tersebut, lalu bergegas membukanya. Diperiksa nama lengkapnya, nomor dan tiket serta tujuannya. "Allahu Akbar!" hatinya sedang bertakbir memuji kebesaraan Sang Khalik. Setelah bercengkrama dan berdiskusi dengan tiga orang yang sekarang sudah menjadi bosnya ini Nizam berpamitan. Akan tetapi Angel sejenak bereaksi dengan melambaikan tangannya. Nizam pun memusatkan perhatian pada wanita cantik ini. Angel mendekati Nizam dan diberikan kepadanya satu amplop coklat dengan isinya nampak penuh serta berat. "Setidaknya keluargamu akan aman dengan uang itu." Ucapan Angel membuat Nizam mengenungkan kedua alisnya, "Saya tidak butuh uang ini, Mrs. Kan, nanti setelah saya di sana satu bulan akan mendapat gaji." Jelas Nizam disertai memberikan kembali amplop yang ternyata berisi uang sangat banyak.

"Kamu nanti pasti membutuhkannya!" 

"Percaya deh!"

"Kasih saja pada istrimu!"

Aldert menambahkan dengan tatapan serius. 

"Tapi?" Nizam meragu.

"Tapi kenapa? Anggap saja itu uang muka gajimu! Kamu bisa membayarnya dengan mencicil!" ujar Dirk menambahkan sambil berdiri di samping kakaknya. Angel pun mengangguk pelan dengan tangannya menyodorkan kembali amplop coklat tersebut. Tanpa ragu Nizam pun mengambilnya karena pikirannya tepat sesuai dengan apa yang Dirk utarakan. Ya, dia harus memberikan bekal untuk Zeira, terlebih lagi lebaran akan segera tiba. Kendati dirinya tidak bisa mendampingi istri dan anak yang masih kecil ini, setidaknya dapat memberinya uang secukupnya agar bisa membeli keperluan lebaran. Tangan Nizam pun membuka amplop tersebut dan dibukanya, matanya terperanjat begitu melihat isinya. Pasalnya, uang tersebut adalah berbentuk currency dolar. "20,000 USD?" sergah Nizam sembari membelalakan kedua matanya. Karena nominal uang itu sangat banyak untuknya. 

"Jangan heran, itu kalau kamu cicil akan lunas dalam 5 bulan saja!" jelas Aldert meyakinkan kembali.

Perasaan Nizam menyatu antara bahagia dan tak percaya akan kejadian yang serba cepat ini, setelah semuanya teryakinkan. Lelaki berparas menawan asal Padang ini berpamitan pulang dengan mengantongi amplop coklat berisi uang yang cukup untuk membeli rumah sederhana di kampung. 

Dalam basement Plaza Indonesia Nizam kembali memeriksa amplop tersebut dan meyakinkan kalau uang tersebut itu adalah asli. "Masa iya Nizam mereka semua memberikan uang palsu padamu!" ucapnya berbicara sendiri. Kemudian uang tersebut dimasukan ke dalam bagasi motor. Lalu dengan cepat melajukan sepeda motornya dan menuju ke arah mess-nya. 

***

Di dalam mess berupa rumah petak yang sama seperti ditempati Zeira di Tasikmalaya ini. Pikiran Zeira jauh melayang begitu melihat amplop tiket dan amplop coklat berisi uang ribuan dollar terpampang nyata di depan matanya. Bergeming, dia tidak merasakan kebahagian seperti wanita-wanita pada umumnya begitu melihat uang sebanyak itu. Napasnya ditarik seolah mengurai rasa galau bertumpuk di dalam dadanya. Matanya sekarang tak berkedip menyorot ke arah dua benda tersebut, bibir tipisnya mengangkat tanda ingin berbicara. Akan tetapi Nizam mendahului, "Adik pasti berpikiran macam-macam 'kan?" 

"Jangan khawatir, Abang akan berusaha sebaik mungkin untuk bekerja agar mereka tidak kecewa." Tambah Nizam sambil mengelus halus hijab yang menutupi kepala istrinya.

Zeira masih terdiam. Pikirannya bukan pada pekerjaan suaminya, melainkan pada kegamangan kenapa mereka berani memberikan pinjaman diawal bekerja. Terlebih lagi mereka baru saja mengenal satu sama lain dari beberapa hari lalu.

"Ayo, kita istirahat!" ajak Nizam pada istrinya, dia seolah ingin membahagiakan bathin istrinya malam ini. Karena besok dan malam-malam berikutnya dia tidak akan diberi kesempatan untuk melakukannya dalam waktu bertahun lamanya. Tepatnya sesuai kontrak awal kerja yaitu 2 tahun. 

Udara malam Jakarta memang agak segar karena kurangnya polusi dari kendaraan yang istirahat beberapa jam hingga pukul 5. Kendati pukul 3 pagi ada sebagian beroperasi untuk mengangkut logistik lokal dan impor. Mata Zeira menatap suaminya yang terlelap di hadapannya. Tangan halusnya meraba pipi kanan mahromnya ini. "Apa pun nanti akhirnya, Adik akan menunggu Abang." Gumam Zeira tak sadar. Seolah perkataan tersebut mendorong terucap dari pikiran, lalu ke luar dari mulutnya. Tak terasa mata Zeira pun akhirnya terpejam tertidur hingga pagi menyongsong. 

Suara tangisan Zidan membuat Zeira terbangun, tangannya meraba ke sebelahnya. Namun, Zidan sudah tidak ada di sampingnya. Zeira pun cepat sekali membangunkan badannya lalu berjalan ke arah suara tangisan Zidan. "Aduh, Bang. Kenapa harus Abang yang mandikan?" ucap Zeira serta dengan cepat mendekap tubuh Zidan yang sudah dibalut oleh handuk. "Setidaknya Abang tidak begitu rindu nantinya, Dik." Jawaban Nizam membuat Zeira menoleh ke arahnya. "Dengan sekali memandikannya, Bang?" Zeira menyangsikan jawaban suaminya. 

Nizam hanya terdiam sambil membereskan kamar mandi bekas memandikan Zidan. Lalu mempersiapkan pakaian-pakaiannya untuk penerbangan dini hari nanti. Sedangkan Zeira bergegas memakaikan pakaian untuk Zidan dan setelahnya mencari sarapan. "Sarapan saja dulu, Bang!" pinta Zeira pada suaminya setelah sarapan sudah ditata di atas meja makan sepulang dari membelinya. "Biar nanti Adik saja yang merapikan pakaian Abang." Sambungnya dengan tangannya menyeduh kopi susu kesukaan suaminya. Nizam pun menghentikan aktivitasnya lalu menghampiri istrinya lalu duduk di atas karpet lusuh. 

"Sarapan ini pun sarapan yang terakhir kali di Indonesia." Ucapan Nizam membuat Zeira menjawab ketidaknyamanan atas perkataan itu. "Abang ini dari tadi hanya berbicara seolah tidak akan kembali ke Indonesia. Abang, sebetulnya sudah merencanakan ini semua? Merencanakan untuk tinggal selamanya di Belanda dan meninggalkan kami?" 

"Bukan begitu! Abang hanya berpikiran kalau malam tadi, pagi hingga sore adalah waktu yang paling berharga untuk kita!" Nizam meninggikan suaranya dengan mulut mengunyah lontong sayur. 

Zeira mencairkan suasana, "Iya lontong sayur itu pun akan menjadi yang terakhir buat Abang, karena di sana Abang tidak akan menemukannya terkecuali Abang tinggal di wilayah orang-orang Indonesia." Ucapan Zeira sambil menyungging senyuman mengarah pada suaminya. Zeira melakukan itu hanya tidak ingin membuat suaminya sedih. 

"Ya sudah, kamu duduklah dekat Abang...." Ajakan Nizam dengan kemesraan, mengurai rasa galau dalam pikiran Zeira. Mereka pun akhirnya menyantap sarapan dengan nuansa perasaan berbeda-beda. Seharian Nizam dan Zeira membuat rencana untuk menggunakan uang dan selama berhubungan jarak jauh. "Dik, yang 10,000 dollar usahakan tidak digunakan. 5,000 dollar-nya gunakan yang bermanfaat." 

Zeira hanya mengangguk pelan dan tidak menjawab apa-apa selain buliran bening ke luar dari kelopak matanya.

***

-Bandara Soekarno Hatta-   

Sengaja Nizam & Zeira datang lebih awal ke airport sebelum tiba waktu sholat maghrib. Kendati penerbangan menunjukan pukul 01:45 dini hari. Baru saja Zeira hendak duduk pada kursi ruang tunggu, dirinya melihat Angel datang bersama dua laki-laki yang sudah diduga itu adalah Aldert dan Dirk karena suaminya sudah memberitahukan. Padahal seharusnya tidak harus terburu-buru terlebih lagi para eksekutif seperti mereka. Tanda tanya secara otomatis sudah ada dalam pikirannya. Dari situ Zeira semakin tidak karuan, dia ingin sekali meyakinkan suaminya agar me-cancel kepergiannya. Tetapi dirinya yakin suaminya tidak akan setuju dan menyangka kalau Zeira berlebih-lebihan. 

"Mr. Nizam, ayo kita harus segera menunggu di ruang lounge bisnis class. Pesawat kamu sudah diganti kelasnya agar bisa bersama-sama dengan kami." Ajak Angel sambil meraih tangan Nizam pelan.

"Lalu, tiket ini?" tanya Nizam bingung dan agak salah tingkah karena tangan Angel sudah memegang lengannya erat sekali.

Zeira tak berkutik juga tak berbicara. Dia pun enggan menyapa terlebih dahulu pada Angel, karena Angel sendiri sama sekali tidak menganggap ada kehadirannya. Wajah cantik Zeira menunduk sedangkan tangannya memeluk erat Zidan yang ada di pelukannya.

"Dik, jaga diri!" ucap Nizam sambil melambaikan tangan kanannya agak tergesa-gesa karena dipegang Angel juga diapit oleh Aldert & Dirk di sampingnya. 

Zeira hanya mengangkat mulutnya tanpa suara. Percuma saja dia berbicara karena Nizam sudah masuk ke dalam imigrasi dan tenggelam oleh kaca tembus pandang. Napasnya ditarik sedalam mungkin karena terlalu sesak oleh kejadian tadi dicampur perasaannya. Tangannya mengambil tas kecil isi baju serta diaper milik putra semata wayangnya, langkahnya menuju ke mushola bandara untuk bisa menunggu di sana hingga pagi sebelum pulang ke Tasikmalaya. 

TheCalm

Assalamu'alaikum, Pembaca. Selamat membaca karya terbaru saya. Insya Allah akan update setiap hari dengan waktu tak terjadwal. Terima kasih :)

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status