Share

BAB 9

“Bentar deh, Kael!” Chea menahan Kael yang akan masuk ke Restoran Aksara.

Jika Chea tidak salah ingat. Dia dan Kael pernah bertemu di dekat Restoran yang ada di depannya sekarang. Mungkin sekitar sebulan lalu, saat dia harus pulang sendirian karena Ayah yang harus kembali ke Rumah Sakit.

Dua jam lalu, saat Chea masih di rumah. Ia mendapatkan pesan dari Kael yang memintanya bertemu di depan Restoran Askara. Kael pun menjelaskan bahwa mereka tidak bisa pergi ke tempat yang Chea inginkan sebab Kael harus menggantikan temannya yang tidak bisa masuk kerja hari ini. Restoran mendapatkan booking­-an untuk acara renuian dan membutuhkan tenaga tambahan sehingga meminta Chea untuk ikut membantunya.

“Kenapa?”

“Aku nggak salah denger kan?”

“Kamu nggak mau, ya?” Kael menatapnya dengan kecewa dan bingung, “Saya nggak tau lagi mau minta tolong siapa untuk bantu di Restoran. Nino nggak bisa dan Lily belum balas pesen aku.”

Chea terkejut ketika nama Lily disebut. Dia tentu tidak ingin membiarkan Kael dan Lily bersama, “Nggak gitu. Aku bisa cuman kan aku nggak pernah kerja di Restoran. Entar malah bikin kacau lagi.”

Kael kembali tersenyum, “Itu gampang kok. Nanti saya ajarin. Sekarang kita masuk dan ketemu sama Bu Nur. Dia pemilik Restoran ini.”

Chea menarik nafas panjang sebelum akhirnya mengikuti langkah Kael yang sudah lebih dulu berjalan masuk ke dalam Restoran. Chea tidak yakin dirinya bisa melakukan pekerjaan yang belum pernah dia lakukan. Memang dia sering mencuci piring atau memaksa sesuatu yang mudah seperti menggoreng telur, membuat nasi goreng, membuat sup dan baru-baru ini dia mencoba membuat pasta. Tapi, tentu saja pekerjaan di Restoran akan berbeda dengan pekerjaan di rumah yang sering dia lakukan.

“Ngajak siapa kamu, Kael?” seorang wanita bersanggul menyambut kedatangan mereka.

“Dia temen saya, Bu. Namanya Chea.”

Chea melirik Kael saat menyebut kata teman. Yah, setidaknya hubungan mereka sedikit meningkat dari hubungan antar tutor dan murid ke teman.

“Oh .... cewek yang kamu hibur di jalan itu.”

“Hm?” Chea menatap wanita itu dengan tatapan bingung.

Wanita itu mengulurkan tangannya. Mengajak Chea bersalaman dan tentunya, Chea menyambut uluran tangan wanita itu, “Saya pemilik Restoran ini. Panggil saja Bu Nur.”

“Chea.”

“Kamu kok ajak dia ke sini? Nungguin kamu kerja?” mengakhiri jabatan tangan dengan Chea.

“Chea mau bantu di Restoran.”

 Bu Ning menatap Chea dengan tatapan tak percaya membuat Chea tersenyum menunjukkan deretan gigi putihnya.

###

Pandangan Kael tidak hentinya memandang Chea secara diam-diam. Memperhatikan gadis yang kini tengah sibuk mengantarkan pesanan ke meja pengunjung. Senyuman indah tidak lepas menghiasi wajah cantiknya ketika menghampiri para pengunjung yang meminta bantuannya. Kael tidak menyangka bahwa Chea bisa melakukan pekerjaan yang tidak pernah gadis itu lakukan sebelumnya. Kael tentu tahu Chea tidak pernah melakukan pekerjaan sebagai waiters hanya untuk menambah uang jajannya karena Chea tidak akan pernah kekurangan uang jajan.

Nama Chea terbesit dalam benak Kael saat Bu Nur memberitahu bahwa butuh satu tenaga lagi untuk membantu di Restoran. Alasannya hanya karena dia tidak ingin membatalkan untuk tidak bertemu Chea. Kael hanya ingin bersama gadis itu di luar hari les mereka.

“Kamu suka dia?” tanya Bu Nur mengejutkan Kael.

Kael menggeleng cepat.

Bu Nur menatapnya penuh sidik seakan sedang mencari pembenaran atas pertanyaannya. Lalu tersenyum penuh arti.

“Udah saatnya kamu nikmatin hidup. Jangan kerja muluk lah! Pergi nge-date sama Chea.”

“Saya nggak pantes lah Bu sama dia.”

“Siapa yang bilang?”

Kael tersenyum kecil, “Bu, saya itu cuman cowok yang nggak punya siapa-siapa. Kerja sana-sini dan nggak jelas. Tapi, dia? Dia itu beda, Bu.”

Bu Nur menghela nafas, “Kamu punya Ibu, Kael.”

“MAS!” salah seorang pengunjung memanggil Kael.

Kael hanya tersenyum dan kembali melanjutkan pekerjaannya dengan menghampiri pengunjung yang memanggilnya.

Dua setengah jam sudah berlalu. Rombongan yang makan di Restoran Askara telah meninggalkan Restoran dengan perut kenyang. Menyisakan peralatan makan yang harus segera dibersihkan.

“Istirahat aja, Chea. Biar saya yang beresin.”

Kael tidak ingin terlalu banyak membuat Chea bekerja.

“Udah biarin.”

Kael meletakkan kembali nampan di atas meja. Dia mendekat kepada Chea dan menyentuh kedua pundak Chea, “Saya nggak mau kamu kecapekan.”

Kael mendorong tubuh Chea agar mendekat ke kursi dan duduk di sana.

“Tapi—.”

Kael mendelikkan matanya memperingatkan Chea agar menuruti saja perintahnya.

###

Chea membuka isi amplop cokelat pemberian Bu Nur sebelum dia dan Kael meninggalkan Restoran. Amplop berisi uang itu diberikan Bu Nur sebagai upah karena sudah membantunya di Restoran. Jumlahnya memang tidak sebanyak uang jajan yang Ayah berikan selama sebulan tapi Chea merasa senang ketika dia bisa memperoleh uang dengan hasil keringatnya sendiri.

“Kamu seneng?” tanya Kael.

Chea menolek ke Kael yang duduk disampingnya.

Mereka sudah berada di dalam KRL untuk menuju ke rumah Chea. Beruntung sekali, KRL yang mereka tumpangi tidak banyak penumpang yang naik sore ini sehingga mereka mendapatkan tempat duduk. Beberapa tempat duduk juga masih kosong.

“Iya. Pertama kalinya aku bisa cari uang sendiri.”

Kael ikut tersenyum dan tidak segan mengelus rambutnya.

“Tapi kok Bu Nur cuman kasih ke aku aja. Kamunya nggak?”

“Oh ...itu, kan aku dibayar setiap akhir bulan. Beda sama kamu yang dibayar hari ini karena cuman bantu sehari ini aja.”

Chea mengangguk mengerti. Chea menggerakan tangannya. Dia mulai merasa pegal di kedua tangannya karena bekerja di Restoran.

“Ini.” Kael memberikan salep pereda nyeri kepadanya.

Chea menerima salep itu.

“Sebelum tidur kamu olesin ke badan kamu yang pegel. Besok pagi pasti hilang kok.”

“Oke. Makasih ya.” Chea menyimpan salep pemberian Kael itu.

Mereka pun kembali menikmati perjalanan pulang mereka. Kael mengejutkan Chea karena secara mendadak memegang tangan Chea. Kael memberikan pijatan pada telapak tangan Chea.

Chea menelan ludahnya yang berhenti di tenggorokan. Chea akui dirinya merasa gugup dan hatinya berdebar kencang karena perlakuan manis Kael.

“Wajah kamu kenapa merah?”

Chea tersentak mendengar pertanyaan Kael. Dia lekas menarik tangannya dan memegangi wajahnya.

“Kamu sakit?” Kael menaruh tangannya dijidat Chea untuk mengecek suhu tubuhnya.

“Nggak tuh,” Kael menjawab pertanyaannya sendiri setelah membandingkan suhu tubuh Chea dengan suhu tubuhnya.

Chea menurunkan pelan tangan Kael dan berusaha bersikap tenang meski sebenarnya dia merasa sangat gugup.

Senja mulai menghilang ketika Chea dan Kael keluar dari stasiun. Keduanya lantas berjalan beriringan menyusuri jalan yang dikhususkan untuk para pejalan kaki. Tidak jarang, Kael memang sering mengantarkan Chea pulang hingga sampai ke rumah atas keinginan Kael sendiri.

Seperti biasa. Chea bersenandung menikmati hari yang akan beranjak gelap.

“Kamu suka nyanyi?”

Chea menoleh ke Kael yang berdiri di samping kanannya.

“Saya sering denger kamu bersenandung.”

Chea tersenyum malu. Bersenandung memang kebiasaannya dan tanpa sadar dia sering melakukannya.

“Hari Sabtu besok kamu nggak kerja kan?”

“Malemnya saya kerja. Kenapa?”

Nge-date lah. Hari ini kita gagal untuk nge-date.”

“Oke,” jawab Kael.

Chea pun kembali melanjutkan langkah kakinya begitupun dengan Kael. Ketika mereka berjalan beriringan, jarak mereka semakin dekat sehingga membuat kedua tangan mereka bersentuhan beberapa kali. Chea merasa hatinya kembali berdebar hanya karena sentuhan tak sengaja itu sehingga ia memilih untuk menggenggam tali tas selempangnya.

Dan tanpa mereka tahu seseorang di dalam mobil tak sengaja menyaksiksan kedekatan mereka. Pak Cakra yang duduk dibelakang mobil mulai penasaran melihat putrinya sedang bersama Kael.

“Pak, itu tadi bukannya mbak Chea?” tanya Pak Ujang yang duduk dibelakang kemudi.

“Iya.”

“Nggak sekalian pulang sama kita?”

“Nggak. Biarin dia pulang sama temennya.”

Pak Cakra bertopang dagu memikirkan kedekatan Chea dan Kael. Beliau tentu bisa melihat bahwa kedekatan mereka nampaknya tak biasa. Laki-laki berusia awal empat puluh tahun itu mengenal putrinya yang tidak pernah bisa bergaul dengan baik kepada tutornya. Dulu, beliau pernah merekrut tutor perempuan berharap Chea akan betah tapi nyatanya, Chea justru membuat mantan tutornya untuk berhenti setelah seminggu membimbung Chea.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status