Chea sudah tidak lagi merasa asing dengan tempat yang sering dia kunjungi sekali dalam seminggu. Kunjungan rutin agar dia bisa bertemu dengan Ayah yang masih mendekam di penjara untuk menebus kesalahannya. Sepuluh tahun. Hukuman yang dijatuhkan oleh Hakim kepada Ayah. Waktu yang tak sebentar untuk mereka berpisah meski sekarang sudah setengah dari hukuman yang Ayah jalani.
Pria di hadapannya sudah banyak berubah. Rambut hitamnya yang mulai memutih. Wajahnya yang mulai semakin menua dengan kerutan di wajahnya. Kaos yang dikenakannya sudah terlihat longgar dan nampak lusuh. Entah sudah berapa banyak Ayah kehilangan berat badannya selama hidup di balik jeruji besi. Ayah tidak pernah ingin menerima kaos baru pemberian Chea dan selalu memilih mengenakan kaos lamanya.
“Kamu jadi pindah?”
Chea memang tidak pernah menyembunyikan apapun dari Ayah. Semua ia ceritakan karena dia ingin Ayah tidak terlalu merasa bersalah karena telah membuatnya tinggal sendirian.
Para karyawan Stage Entertaiment bersorak gembira usia mengetahui balasan agensi K bahwa mereka akan bekerja sama dalam konser K yang akan digelar pada akhir tahun ini. Tapi, tidak dengan Chea. Dia masih sulit percaya bahwa pihak Kael a.ka. K akan menerima kerja sama kantornya padahal masih banyak promotor musik yang tentunya memiliki nama besar dibandingkan promotornya yang masih merintis.“Akhirnya, gue bisa ketemu sama idola gue. K. See you, K,” ucap Manda yang sudah berharap dengan kerja sama ini.Chea hanya tersenyum paksa. Sayangnya, dia tidak sebahagia itu mendengar kerja sama antara S.E dengan K.Sejak Pak Eko mengatakan keinginannya menjadi promotor konser K, Manda tidak henti-hentinya membicarakan penyanyi itu. Sebenernya, tidak hanya K saja yang membuat dia selalu semangat jika membicarakan penyanyi dari negeri gingseng. Hampir semua penyanyi Korea Selatan yang bekerja sama dengan kantor membuat si pecinta K-Pop semangat.“Lus
Lagi! Chea kembali mendengar pertengkaran kecil antara Bu Nur dan Zafri. Pertengkaran yang tak pernah lepas menghiasi hubungan Ibu dan anak itu. Sepasang Ibu dan anak itu memang memiliki cara yang berbeda untuk membangun kedekatan mereka. Bukan perhatian atau kasih sayang yang mereka tunjukan meski sebenarnya mereka saling menyayangi, tapi justru beradu argumen entah itu dalam hal memasak atau hal lainnya. “Mana mungkin. Ibu pasti bohong,” ujar Zafri lalu mengganti saluran TV. Chea mengabaikan keributan itu dan lekas duduk di sofa. “Ngapain Ibu bohong.” Jawab Bu Nur yang duduk di sofa panjang. “Ributin apaan sih?” tanya Chea penasaran. Zafri yang duduk santai di lantai mendekat ke Chea, “Ibu bilang kalo K si penyanyi Korea yang jadi tamu Hotel aku adalah mantan karyawan Ibu. Kamu kan udah kenal Ibu dari lama. Emang beneran? Ibu bohong, kan?” Chea tertegun ketika mendengar nama Kael. PLAK! Bu Nur menepuk k
Alunan musik piano tak asing di telinga Chea ketika dirinya sedang berada di sebuah studio. Chea lekas memeriksa ponselnya. Tak ada panggilan telepon masuk. Dia pun berjalan menuju asal suara musik piano itu dan berakhir masuk ke salah satu studio di mana Kael sedang bermain piano.Manda yang sedang menyaksikan pertunjukan gratis sang idola menyuruhnya untuk masuk. Chea pun terpaksa untuk masuk dan ikut menyaksikan permainan piano Kael bersama dengan Manda dan Martin yang sedang merekam Kael bermain piano.Mereka memang sedang melakukan shooting untuk dokumentasi perjalanan Kael menuju konsernya di sebuah studio musik yang disewa untuk Kael latihan. Dokumetasi tersebut dilakukan oleh perusahaan Chea untuk mengisi konten YouTube mereka.Lagu yang Kael mainkan sekarang jelas tidak asing untuk Chea sebab dia pernah mendengarkan ketika Kael memainkannya di studio milih teman Kael. Chea bahkan merekam lagu tersebut di ponselnya.Chea mematikan alat pe
Tidak banyak barang yang harus Zafri bereskan di kamar rawat Chea sebab Chea hanya semalam dirawat. Dia hanya memasukan charger ponsel dan ponsel Chea ke dalam tas Chea. Tak lupa, dia juga memasukkan obat yang baru saja dia tebus usai mengurus administasi agar tidak kelupaan. “Zaf, kamu beneran nggak bilang kan sama Ibu kalo aku kecelakaan?” tanya Chea yang baru keluar kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Chea tidak sempat meminta Manda untuk mengambil pakaiannya di Apartemen sehingga harus mengenakan pakaian yang sama. Tak mungkin juga meminta Zafri yang mengambilkan. “Kagak.” “Terus kamu alasan apa nggak pulang ke rumah?” “Aku bilang kalo lembur dan pulang ke Apartemen.” Zafri sibuk melipat Chef Jacket miliknya. Beruntungnya, dia selalu membawa pakaian di dalam mobil sehingga bisa berganti pakaian saat menemani Chea di Rumah Sakit. Suara ketukan pintu membuat keduanya menoleh. Beberapa saat kemudian pintu dibuka d
Chea menikmati kopi yang dia beli di dekat gedung kantornya saat berjalan menuju kantor ketika sudah berada di dalam lift. Sebuah kaki menghentikan pintu lift yang hampir tertutup. Tak disangka, orang itu adalah Kael yang kini masuk ke dalam lift bersamanya. Entah apa yang membuat Kael datang sepagi ini ke kantornya. Kok Arumi nggak ada? Chea tak melihat sosok Arumi yang tak pernah absen berada di samping Kael. “Lukamu gimana?” Chea menoleh menatap Kael yang berdiri disamping kanannya. Hanya beberapa detik lalu kembali melihat ke arah depan, “Udah nggak pa-pa.” Chea reflek memegang lukanya yang masih dibalut dengan plester luka. Dan dia teringat bahwa dirinya lupa mengganti plesternya. “Makasih untuk waktu itu,” ucap Chea yang belum sempat mengucapkan terima kasih kepada Kael. Mungkin jika Kael tidak menyelamatkannya lukanya bisa lebih parah dari yang dia dapatkan. Chea menunjuk tangan kiri Kael, “Tanganmu gimana?”
“Kita makan malam dulu,” kata Kael saat mereka sudah duduk di belakang mobil. “Nggak perlu.” Chea mendekat ke sopir yang duduk di depannya, “Pak, nanti setelah halte depan tolong berhenti. Saya turun di sana.” “Baik, Non.” “Jalan terus, Pak. Kita langsung ke Hotel.” Chea kembali menatap Kael kesal, “Terus saya harus pulang dari Hotel kamu gitu?” “Aku kan bilang kita makan dulu. Kita makan baru kamu boleh pulang, oke?” “Tapi saya nggak mau.” Kael menghela nafas, “Chea, sejak kapan kamu ngomong sama aku pakek kata ‘Saya’? Bukannya lebih nyaman kita pakek bahasa yang sering kita pakek dulu? Kamu kan yang mau aku untuk nggak ngomong formal ke kamu.” Chea mengakui di dalam hatinya jika memang yang Kael katakan benar. Dia yang meminta Kael untuk tak menggunakan kata ‘Saya’ saat berbicara kepadanya karena saat itu mereka adalah pasangan kekasih. “Kamu lupa ya? Kita ini rekan kerja dan bahasa itu wajar kok. Nggak ada ya
VOICE RECORD. Tulisan yang terpampang ketika Chea melihat pada pintu kaca sebuah gedung berlantai tiga. Salah satu perusahaan label musik di Jakarta yang sudah melahirkan banyak penyanyi terkenal. Terbesit dalam pikiran Chea bahkan mungkin Kael akan merilis lagu saat di Indonesia sehingga datang mengunjungi label musik. Meski dia belum mendengar rencana itu dari Arumi ataupun media yang masih penasaran dengan kegiatan Kael selama istirahat total karena cedera. Kabar terakhir dari salah satu media online, mengabarkan bahwa Kael ikut bersama Arumi ke Bali meski belum ada satupun yang membuktikan keberadaan Kael yang memang tidak berada di sana. Berita online yang tersebar sekarang membuat Chea tertawa sebab kenyataannya, pria itu berada bersamanya sejak kemarin. “Kael!” suara seorang perempuan berteriak memanggil Kael yang sedang menaiki anak tangga menuju lantai 2. Chea terkejut ketika melihat sosok yang dia kenal. Lily. Perempu
Kael menyandarkan kepalanya kepada sandaran kursi saat dia duduk belakang mobil. Pembicaraannya dengan Zafri masih terekam jelas di kepalanya. Semalam dia bahkan tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan ucapan Zafri tentang Chea. Entah apa yang terjadi pada perempuan yang masih singgah dihatinya itu sebab dia merasa ada sesuatu hal yang terjadi dan membuat Zafri merasa cemas. Dugannya, ini bukan karena Zafri takut kehidupan Chea terusik jika kembali bersamanya. Ada sesuatu yang lain yang tidak ingin Zafri katakan dan Chea sembunyikan. Kael menoleh saat mendengar suara pintu mobil belakang samping kiri dibuka. Chea masuk membawa dua minuman dan sebuah paper bag yang ditentengnya dalam satu tangan. Dia baru saja meminta Chea untuk membeli kopi untuknya karena masih mengantuk. “Ini.” Chea memberikan satu minuman yang dia beli. Kael menerimanya tanpa ingin berkomentar. Dia lekas menyeruput latte miliknya. “Roti.” Chea memberika