Ma-maafkan Aku,” ucap Gilang.
Ketika mereka berdua saling memandang dalam jarak yang sangat dekat. Tatapan mata mereka berdua bertemu.Gilang yang tak menyangka akan kehadiran Rianti di ruangan Rustam dirawat spontan melepaskan rangkulannya yang secara tak sengaja di pinggul Rianti.“Plugh!” Rianti terjatuh ke lantai.Seketika dengan spontan Gilang merangkulnya kembali.Rustam melihat tingkah keduanya seperti tak biasa seketika timbul rasa cemburu.“Kalian apa-apaan Sih! Di sini aku lagi sakit,” ucap Rustam.Gilang tak menghiraukan perkataan Rustam. Sementara Rianti berusaha melepaskan dengkapan Gilang yang masih melilit di pinggulnya kemudian bergegas meninggalkan tempat tersebut.Dirinya berusaha mengejar Rianti namun dicegat oleh Bu Melati.“Gilang! Mau ke mana kamu? Tak perlu repot mengejar wanita yang tak kamu kenal itu.”“Aku... Aku menge...,” ucapnya namun Ibu memotong pembicaraannya.“Gilang, sejak tadi Rustam menunggumu.” Ditariknya tangan Gilang untuk mendekati Rustam.“Bagaimana kabar Adikku Bu,” tanya Gilang.“Dia sudah membaik. Tapi, dia terus menanyakan kamu,” ucapnya.“Maaf, selama ini Ibu tak pernah mengatakan jika Ibu punya anak lain sebelumnya.” Rustam yang berusaha bangun tapi kembali ditahan oleh Ibunya.“Bu, kalian tunggu di sini ya. Aku mau... Keluar ada sedikit urusan.”Gilang mempercepat langkahnya mencari keberadaan Rianti. Mencari ke segala tempat namun sosok Rianti tak di temukannya.Akhirnya dirinya memutuskan kembali ke tempat Rustam dirawat. Namun baru melanjutkan beberapa langkah, tak sengaja dirinya melihat sosok Rianti menuju ke tempat parkir. Dihampiri nya Rianti yang sedang duduk merenung.“Hei! Kenapa di sini? Ayo masuk.” Ditariknya tangan Rianti.“Mau masuk ke mana pak?” tanya Rianti dengan heran.“ Kamu ke sini mau jenguk orang sakitkan. Ayo nanti aku antar!”“ Pak! Aku... Aku tak mau. “ Dihempaskan tangan Gilang.Kini dirinya seketika menangis mengingat kejadian tadi. Niat hati ingin menjenguk Rustam. Tapi, kata-kata Ibunya sangat melukai hatinya.“loh! Kenapa menangis? Kamu lagi ada masalah?” Tiba-tiba Gilang bertanya padanya.“Aku, lagi sakit hati Pak. Mungkin sudah takdirku menjadi orang miskin yang terhina.” Kini Rianti mendekatkan diri di dekapan Gilang. Orang-orang ramai lalu lalang tak dihiraukan nya.“ Menangislah sepuasmu agar dirimu lega,” ucapnya menguatkan hati RiantiBeberapa saat kemudian Rustam menelpon Rianti kmbali. Namun tak diangkatnya. Pesan masuk di aplikasi hijaunya juga diabaikan.Rasa, sakit yang dialami sebelumnya sembuh kini harus terulang lagi.“Ini semua salah Ibu. Jika Ibu tak berkata demikian, Rianti tak akan pergi dengan cara seperti itu,” ucap Rustam menyalahkan Ibunya.“ Rustam! Dari sekarang sebelum jadi menantu dia harus tahan banting dengan perkataanku. Apa kamu mau dia seenaknya jika nanti berjodoh denganmu.” Bu Melati dengan kesal meninggalkan kursi yang didudukinya.Aku mau Rianti bicara berdua denganku Bu. Bisakah Ibu keluar jika Rianti aku suruh kemari?”“ Terserah kamulah. Lagi pula... Ibu juga mau keluar cari makan.” Ibunya segera keluar meninggalkan Rustam yang terbaring lemah.Beberapa saat kemudian Ibu Rustam sudah sampai di tempat parkir. Alangkah terkejutnya dia melihat kedekatan antara Rianti dan Gilang.“Eh, wanita miskin! Mau apa kamu di sini? Jangan bilang kamu lagi menggoda dokter Gilang ya,” ucapnya tanpa peduli perasaan Rianti.“Maaf, saya memang gadis miskin. Tapi sudah berulang kali kukatakan diriku juga punya harga diri. Kedatanganku kemari karena Mas Rustam yang memaksaku. Bukan karena Ibu Melati yang terhormat.” Dihapusnya air matanya yang mengalir membasahi pipi.“Ingat jika kamu mau masuk di keluarga kami. Sebagai seorang wanita harus bisa tahan banting dengan kata-kata pedas dari kami. Karena yang bisa menjadi bagian dari keluarga kami adalah orang-orang pilihan yang menjadi kebanggaan.” Ditinggalkan Rianti yang masih berdiri kaku.Gilang yang melihat Rianti diperlakukan seperti itu segera mengejar Ibunya.“ Bu! Ma- maksud Ibu apa? Kenapa dengan Rianti?”“Sudahlah Gilang. Ibu tak perlu menjelaskan panjang lebar lagi. Nanti kamu juga akan tahu sendiri.” Di liriknya wajah Gilang kemudian masuk ke mobil dan bergegas pergi meninggalkan tempat itu.“Sudahlah Pak Gilang, jangan hiraukan ucapan wanita tua itu. Lagi pula sampai saat ini aku mau bertahan hanya karena menjaga perasaan anaknya Rustam.“Rianti! Sebenarnya apa yang terjadi? Apakah kamu dan Rustam saling mengenal?” tanya Gilang untuk mencari tahu.“Dia... Pacar saya Pak. Kami sudah lama menjalin hubungan tapi Ibu Mas Rustam kurang suka denganku. karena aku wanita miskin.” Kini tangisannya semakin pecah sehingga Gilang yang kasihan melihat Rianti yang diperlakukan seperti itu segera membawa Rianti masuk ke ruangan tempat Rustam dirawat.“Rustam! Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Ibu sangat membenci Rianti?” Gilang semakin penasaran.“ Aku... Aku tak tahu. Kami berdua saling mencintai. Namun Ibu kurang menyukai hubungan kami,” ucap Rustam menjelaskannya.“Tam! Aku adalah kakak kamu, selama ini kehadiranku tak pernah dianggap oleh Ibu. Jadi, mungkin dengan cara seperti ini kita bisa saling membantu.“Tahu apa kamu soal hubunganku sampai beraninya menawarkan bantuan tanpa dipersilahkan?” Tatapan sinisnya seakan menolak kehadiran Gilang sebagai saudara yang baru diketahuinya selama ini.“Ma- maaf kalau aku sudah lancang. Tapi, yang harus kau tahu aku adalah kakakmu. Jadi, sudah sepantasnya aku membantumu sesuai kemampuanku.” Rustam berbalik membelakangi Gilang yang masih berdiri di hadapannya.“Mohon, bisakah kau meninggalkan aku berdua dengan Rianti?” ucapnya agar Gilang segera meninggalkan mereka berdua.Gilang beranjak pergi meninggalkan mereka berdua. Merasa tak dihargai dengan kehadirannya, namun dia tetap berusaha santai demi kehadiran Rianti.“Rianti! Jika kamu butuh apa- apa mohon hubungi aku ya.” Ditatap nya wajah Rianti.“Ba- baik Pak! Terima kasih sudah mengerti keadaan saya.” Dianggukkan kepalanya sebagai tanda setuju.“Rianti! Menikahlah denganku. Ibu sudah mengetahui hubungan kita. Apa lagi yang kau takutkan Rianti?” ucapnya memohon.“Ma- maaf Mas, diriku sudah berjanji pada Ibumu mengenai hubungan kita. Aku tak mau Ibu kehilangan pekerjaan demi hubungan yang tak pantas ini.”“Rianti! Mohon dengarkan aku. Jika kamu tak mau kembali menjalin hubungan denganku, bisa kupastikan aku akan meninggalkan dunia ini selamanya. Dan aku akan mati dengan tidak tenang.” Sambil berusaha bangun dan duduk menghadap Rianti.“Jangan egois kamu Mas! Sudah cukup kata- kata Ibumu menusuk hatiku. Kalian orang kaya hanya mementingkan harta dari pada harga diri orang hina seperti kami.” Air mata mulai bercucuran membasahi pipinya.“ Ibu sudah mau menerima hubungan kami. Kumohon bertahanlah demi aku yang tak bisa jauh darimu. Kamu adalah penyemangatku. Sulit bagiku membuka hati buat wanita lain.” Dipegangnya tangan Rianti untuk meyakinkan kata-katanya.“Apa aku bisa pegang kata-kata kamu Mas? Lantas bagaimana dengan Ibuku yang sudah terlanjur terhina?” ucapnya semakin tegas.“ Jika sudah keluar dari rumah sakit ini. Aku janji, akan bertemu Ibumu untuk memberikannya pemahaman. Setelah itu aku akan menyuruh keluargaku meminangmu.” Dipegangnya pipi Rianti yang masih ada sisa-sisa air mata.“ Krek!” Bunyi suara pintu terbuka. Ibu Rustam Masuk ke dalam dengan membawa sejumlah makanan yang di bungkus.“Oh! Rupanya ada yang lagi bermesraan. Rustam, pilihlah wanita yang gak gampang disentuh. Ingat jangan menyesal dikemudian hari,” ucap Ibu Rustam sambil menaruh makanan itu di atas lemari dekat ranjang.“Ma-maaf Bu, kami hanya... “ Rianti tak meneruskan pembicaraannya.“Sudahlah, Ini tak perlu mendengarkan penjelasan kalian. Ibu juga mau keluar lagi.” Ibu Rustam melangkah keluar bergegas pergi meninggalkan tempat itu.“ Rianti! Kumohon bertahanlah demi aku. Jika saat ini Ibuku masih kurang menyukaimu, semoga suatu saat dia mau menerima kehadiranmu,” ucapnya menguatkan Rianti.“ Mas! Entah bagaimana harus kukatakan pada Ibu jika aku memaksakan diri. Ibuku sudah terlanjur hina di mata orang tuamu.” Rianti semakin tegas namun sebagai wanita biasa hatinya perlahan luluh jika dihadapkan dengan cinta Rustam.“ Aku janji, akan berusaha meyakinkan Ibu. Kamu tenang saja.” Dibelainya rambut Rianti yang sebagian menutupi wajahnya.Beberapa saat kemudian Ibunya masuk lagi. Kali ini dirinya masuk diam-diam tak bersuara. Rianti yang melihatnya seperti itu hanya diam dan mengikuti arahan Rustam.“Bu, Rianti... Pamit ya. Maaf kehadiranku kali ini mengganggu ketenangan kalian.” Disalaminya tangan Ibu Melati. Namun lagi – lagi ditepis nya karena merasa risih dengan kehadirannya.“Mas Aku pulang dulu. Ingat jaga diri baik-baik semoga besok Mas bisa pulang cepat.” Kemudian berlalu meninggalkan mereka berdua di kamar itu.Tam! Kapan kita pergi ke rumah Rianti untuk meminangnya?” Sambil merapikan kukunya. “Apakah Ibu sudah siap? Bukannya Ibu masih berpikir untuk menerima Rianti?” tanya Rustam yang mulai heran dengan sikapnya. “Apa kamu mau wanita yang kamu cintai akan direbut lelaki lain? Ingat Tam! Meskipun Ibu kutang suka pada Rianti tapi Ibu juga ingin kamu bahagia.” “Jadi, Ibu sudah menerima Rianti dengan iklas?” tanya Rustam yang semakin penasaran.“Tam! Jangan berlama- lama ingat Ibu juga ingin melihatmu bahagia.” Tak berpikir panjang Rustam segera menelepon Rianti untuk memberikan kabar baru yang baginya itu adalah sebuah kesempatan untuk mendekatkan antara Rianti dan Ibunya. “Halo, assalamu’alaikum!” ucapnya. “Wa’alaikumussalamsalam, iya kenapa Mas? Apakah aku akan dihina lagi oleh Ibumu? “ jawab Rianti dari sana. “Rianti! Kumohon buang jauh- jauh pikiranmu kali ini Ibu mau hubungan kita mengarahkan ke jenjang yang lebih serius lagi. Jadi, kumohon saat ini bersabarlah sambil mengambil hat
Tok.. Tok.. Tok!” Suara ketukan di pintu mengagetkan Rianti dari tangisannya.Dibukanya pintu kamar dan menyuruh Ibunya masuk. “Rianti! Tenangkan hatimu Nak, apakah kamu bersedia menerima pinangan keluarga Rustam dengan cara seperti itu.” Sambil mengelus kepala Rianti yang larut dalam pelukannya. “Rianti malu Bu. Rianti juga bingung apakah menerima pinangannya atau Rianti mundur.” “Rianti, semuanya Ibu serahkan padamu. Ibu yakin kamu dewasa dalam menentukan sikapmu ketika berhadapan dengan permasalahan seperti ini,” jawab Ibunya menguatkan Rianti. “Baiklah Bu, aku akan keluar sebentar lagi. Mohon tunggu aku sebentar ya Bu.” Dirapikan jilbabnya terlebih dahulu kemudian melangkah keluar. “Eh, Nih dia gadis cantik yang berusaha memikat hati anakku Rustam,” ucap Ibu Melati. “Sini duduk,” lanjutnya. Rianti yang masih menyisakan sisa air matanya harus mendekatkan diri di hadapan Ibunya Rustam Bu Melati. “I-iya Bu,” jawab Rianti.Ibu Rustam mengeluarkan cincin yang tersimpan di saku
Sudah tiga hari sejak peminangan Rianti Ibunya lebih banyak diam. Melihat tingkah anaknya yang semakin sulit diatur dirinya lebih memilih diam. Karena berbicara pun tak ada gunanya di mata Rianti yang semakin lengket kaya prangko dengan Rustam.Pagi ini Ibu sedang sibuk mengatur bunga- bunga yang ada di taman. Dari depan terlihat Gilang yang melangkah menuju rumah mereka.“ Eh, Nak Gilang! Kenapa lama tak muncul kemari?” tanya Ibu Rianti mendekatinya.“ Maaf Bu aku...selama ini pergi keluar kota ikut pelatihan dokter,” jawabnya sambil menyalami tangan Bu Lasmi.“ Ayo, masuk ke dalam dulu.” Gilang segera masuk ke dalam rumah.“Oh ya Bu, Rianti ya mana?” Sambil melihat sekeliling karena sejak tadi tak melihat sosok Rianti.“Dia lagi di kamar.” Beberapa saat kemudian, Rianti keluar dari kamarnya. Kini tampilannya sudah rapi seperti mau keluar. “Mau ke mana Neng cantik?” tanya Gilang.“ Mau keluar dengan tunanganku Kak.” Diliriknya dokter Gilang dan menyalaminya.“Aku pamit ya Bu.” Kem
“ Rianti! Kamu...tunggu aku di sini ya. Mas, mau mandi dulu.” Ditinggalkannya Rianti yang masih duduk di ruang tamu lantai dua sambil menikmati indahnya suasana sekitar jika di lihat dari lantai atas.“ Jangan lama- lama Mas! Rianti takut ditinggal sendiri,” ucapnya sambil memainkan ponselnya.Samar- samar terdengar suara percikan air dari kamar mandi. Rustam membersihkan badannya setelah berkeringat. Beberapa saat kemudian disudahi mandinya dan keluar hanya menggunakan handuk mandi.Didekatinya Rianti yang sedang asyik-asyik menikmati pemandangan alam sekitar. Tiba- tiba saja mulut Rianti didekapnya agar tak menimbulkan suara.“ Mas, apa- apaan kamu Mas! Lepaskan,” ucap Rianti dengan memberontak.Tangan Rustam mulai meraba- raba bagian dadanya.“ Hentikan Mas!” Didorongnya Rustam hingga terjatuh di lantai.“Rianti! Sudah lama aku menantikan momen ini. Jika kamu ingin menikah denganku, apa salahnya kita bisa melakukannya. Lagi pula... Kita kan sudah tunangan,” bujuk Rustam meyakinkan R
“Mau apa kalian kemari? Ingat ini urusan rumah tangga kami. Urus saja suami kalian. Jangan sampai mereka direbut pelakor.” Rianti segera menutup pintu agar kedua tetangga julidnya itu tidak masuk ke rumahnya.Kedua wanita itu berbalik arah dan pulang ke rumah masing-masing.“Rianti! Mohon dengarkan Ibumu. Ingat, Rustam adalah saudara tiriku. Namun, sikapnya tak begitu pantas buatku,” ucap Gilang yang semakin geram dengan tingkah Rustam.“Lantas! Aku harus bagaimana lagi? Bukankah menikah dengan Rustam akan memperbaiki ekonomi Ibu?” bantah Rianti membela diri.“Rianti! Harta bisa dicari lelaki seperti Rustam bisa kamu dapatkan. Apalagi kamu cantik. Tapi, ingat harga dirimu dan harga diri keluarga itu lebih penting. Jangan sampai kalian di injak-injak oleh Rustam yang sangat sombong itu.” Mendengar nasehat dari Gilang hati Rianti mulai luluh. Dirinya segera masuk ke kamar meninggalkan Ibu dan Gilang yang masih duduk di ruang tamu.“Bu anggap saja, Gilang adalah anakmu. Mulai besok I
Ketika sampai di rumahnya didapati Bu Meli dan Bu Tatum sedang sibuk membersihkan tempat jualan bakso mereka.“Assalamualaikum,” “ Waalaikum salam,” jawab Bu Meli dan Bu Tatum bersamaan.“ Saya sangat berterima kasih sekali kalian sudah mau membantu saya di saat seperti ini,” ucap Bu Lasmi.“ Sudah seharusnya kita sebagai tetangga saling membantu Bu. Oh iya ini hasil jualan hari ini, orang- orang bilang bakso buatan Ibu enak pas di lidah,” ucap Bu Tatum sambil melirik ke arah Rianti.“Oh Iya, Rianti sakit apa Bu? Kenapa wajahnya sangat pucat sekali seperti orang yang lagi ngidam?" lanjut Bu Tatum.“Hus tidak boleh sembarang bicara. Rianti kan masih gadis,” balas Bu Meli sambil menyodorkan uang hasil penjualan hari ini.“ Oh iya Bu Lasmi, kami pulang dulu ya. Jangan lupa, jika butuh bantuan lagi, kami berdua siap membantu,” jawab Bu Lasmi.“ Oh iya Bu, boleh tidak sisa baksonya kami minta hitung-hitung sebagai upah kami berdua?” tanya Bu Meli Sambung melirik dandang bakso di sampingn
“Siapa perempuan yang tidak benar Ma? Apa Mama lupa dirimu yang dulu juga perempuan yang tidak benar? Apa Mama lupa dulunya sudah bersuami namun masih berani selingkuh?” Bu Melati yang mendengar suara itu segera berbalik menghadap ke asal suara sehingga dia lupa mematikan teleponnya.“ Pa, apa- apaan kamu? Bukannya kita melakukannya suka sama suka? Ingat ya Pa saya melakukannya atas dasar cinta. Jadi, tak perlu ungkit-ungkit masa lalu.” Bu Melati yang murka bersiap meninggalkan Suaminya yang masih berdiri mematung menghadapnya.“ Jangan pergi kamu Melati! Dengarkan aku. Rianti tetap akan menikahi Rustam. Jika Mama menghina Rianti sebagai perempuan yang tak benar lalu, apa bedanya dengan dirimu. Rustam harus pulang menyelesaikan ini.” Rustam telah mendengarkan semuanya. Ternyata apa yang selama ini dikatakan Ibunya padanya bahwa dia mempunyai saudara tiri dari Ibunya adalah bentuk sikap dari keegoisan Ibunya.Bu Melati bercerita pada Rustam bahwa dia sebelumnya pernah menikah namun di
Semakin hari usia kandungan Rianti semakin bertambah. Begitu pula ukuran janin yang ada di kandungnya.Akhir-akhir ini dirinya lebih memilih berdiam diri di rumah sambil membantu Ibunya yang sibuk jualan.Ocehan orang di luar sana tentangnya tak dihiraukan lagi. Dirinya harus bangkit untuk menjadi wanita yang tangguh. Andai saja dia tidak terlena dengan mulut manis Rustam, mungkin dia tak akan menanggung akibatnya.Di tengah malam Bu Lasmi Ibunya Rianti, terbangun dari lelapnya untuk melakukan salat tahajjud. Rianti yang secara tak sengaja terbangun olehnya.Sepintas doa Ibunya samar- samar terdengar di indera pendengarannya. Dirinya berusaha menenangkan diri kemudian, bangun mendekati Ibu.“Kali ini hamba sebenarnya sudah tak sanggup memikul beban ini. Menanggung aib hingga mendengar cemooh orang-orang, Kuatkan tubuh dan iman ini ya Allah semua kuserahkan padamu.” Sejenak Rianti mendengar doa Ibunya. Air mata mengalir membasahi pipi. Selama ini dia melihat Ibunya sosok yang kuat, da