Share

BAB 6

“ Ibu!”

Gilang segera melepaskan pelukannya. 

“ Bu, Pao- Pao anak Ibu.” 

Serentak Bu Melati terdiam kaget mendengar Gilang menyebutkan nama kecilnya. 

“Apakah Ibu tak merindukan Pao Bu.” Kini Gilang tenggelam di pelukan Bu Melati.

Tangisanny pecah, ketika anak dan Ibu yang sudah terpisah puluhan tahun lamanya kini dipertemukan dalam keadaan seperti ini. 

“Ma-maafkan Ibu Nak! Bukan maksud Ibu yang tega menelantarkan kamu. Tapi... Ayahmu sudah tak menginginkan kehadiranku.” Kini kedua Ibu dan Anak tersebut larut dalam pelukan . 

“Bu, Gilang kangen dengan Ibu. Setiap malam Gilang sering mimpikan Ibu. Hari ini mimpi Gilang jadi kenyataan.” Tangisannya semakin pecah ketika Gilang mengutarakan isi hatinya. 

Bu Melati semakin mendekap Gilang dalam pelukannya. 

Selama ini Karena keegoisannya dia sampai lupa bahwa dirinya masih mempunyai satu anak lelaki yang tak dianggapnya ada.

Beberapa saat kemudian pelukan anak dan Ibu yang baru bertemu itu terhenti oleh kedatangan perawat yang masuk ke dalam ruangan Gilang. 

“Permisi Pak Dokter, ini laporan yang Bapak minta." Diberikannya laporannya tersebut kemudian meninggalkan tempat itu. 

Kini Bu Melati dan Gilang terdiam. Suasana hening mulai terasa. Kemudian Gilang memulai pembicaraan lagi. 

“Ibu...kenapa bisa ada di sini?” 

“Ibu mengantar anak Ibu yang sakit. Namanya Rustam.” 

“Rustam? Apakah dia saudara tiriku?” tanya Gilang memastikan. 

“I-iya, dia anak Ibu dengan suami kedua. Ibu harap kalian bisa saling menerima.” 

“Gilang menerima dia Bu sebagai saudara tiri, boleh tahu dia sakit apa?”

“Adik kamu, sakit  Minum obat hama dan... 

“Dan apa Bu?” tanya Gilang lagi karena penasaran. 

“Dia... Mencoba bunuh dir hanya karena mempertahankan seorang wanita.” 

“Astagfirullah! Aku ingin jenguk dia Bu! Dia juga adikku. Tapi, sebelumnya Gilang tulis resep untuk dia dulu ya.” Diambilnya kertas selembar kemudian segera menulis resep obat untuk adik tirinya Rustam. 

Kini Gilang sudah berada di ruangan Rustam dirawat. Segera dirinya melangkah mendekati adik tirinya yang masih tertidur lelap tersebut.

 

Di peluknya Rustam. Namun, pelukan Gilang membuat Rustam terbangun. 

“Si-siapa anda?” 

Belum sempat menjawabnya, kini Bu Melati mencoba menjelaskan ke Rustam agar anaknya tidak salah paham dan menerima Kakak tirinya yang selama ini tak pernah dianggap ada. 

“Dia... dia Kakak kamu, Tam!” jelas Bu Melati. 

“Apa?Kakak?” tanya Rustam dengan spontan. 

“I-iya Tam, selama ini aku tak memberi tahu kalian jika, sebelumnya Ibu pernah menikah dan punya anak sebelum kamu.” Ibu menghapus air matanya lagi ketika mulai mengingat kenangan lama. 

Dirinya yang diusir dari rumah akibat kesalahan yang dilakukannya sungguh kini membuatnya menyesal. Dirinya, sangat menyesal menelantarkan anaknya buah hati dari suami pertamanya. 

“Maafkan Ibu, Nak! Ibu, tak pernah jujur pada kalian.” Di peluknya kedua putranya itu sebagai rasa rindu yang terpendam selama bertahun-tahun dinantikan. 

Malam hari tiba, keringat dingin menyelimuti tubuh Rustam. Di dalam mimpi dirinya, terus menyebut nama Rianti.

 

“Rianti! Rianti mohon jangan tinggal aku?” Berulang kali, nama Rianti disebutnya. Ibunya yang mendengar itu seketika terbangun. 

Indra pendengarannya digunakan sebaik mungkin agar dirinya tak salah dengar. Benar saja nama Rianti yang disebut-sebut membuat hati Ibunya tak bisa berbuat apa ketika anaknya ketika terus menyebut nama Rianti. 

“Tam! Tam! Istigfar Nak! Kamu lagi mimpi.” Perlahan-lahan didekati nya tubuh anaknya yang terbaring itu. 

“Rianti! Rianti! Jika kamu tak peduli lagi denganku kamu akan melihat mayatku yang terlanjur cinta denganmu,” ucap Rustam di dalam mimpi. 

Ibunya yang mendengar ucapan Rustam semakin bingung dengan cinta anaknya terhadap Rianti gadis miskin yang selama ini tak diinginkan untuk jadi kekasih anaknya. 

Keesokan harinya ketika bangun pagi tubuh Rustam menggigil demam. Dipanggilnya Ibunya yang sejak tadi tertidur di sampingnya. 

“Bu! Bu! Rustam demam.” Dipegangnya tangan Ibu yang menindih tangannya. 

Beberapa saat kemudian Ibu terbangun. Digosok matanya yang masih menahan kantuk. 

“Kenapa Tam?” tanya Ibu. 

“Aku mau...Rianti Bu, bisakah dia diajak,  kemari? Aku ingin bertemu dengannya Bu, pinta Rustam. 

Ibunya hanya bisa menganggukkan kepalanya sebagai tanda mengiyakan kemauan anaknya. 

Melihat tingkah anaknya Bu Melati tetap menuruti apa yang anaknya lakukan agar dirinya tetap sembuh.

Diteleponnya Rianti dan menyuruhnya datang ke rumah sakit untuk bertemu Rustam. 

Tak berselang waktu lama, Rianti datang dan berdiri di depan pintu kamar tempat Rustam dirawat. 

“ Assalamu’alaikum!” 

“Wa’alaikumussalam, ayo sini masuk!” Bu Melati menyuruh Rianti masuk dan duduk di sampingnya. 

“Ini ada makanan sedikit buat Mas Rustam Bu.” Ditaruhnya makanan dalam kantong kresek itu di atas lemari samping tempat tidur Rustam. 

“ Ayo sini duduk,” Pinta Bu Melati. 

Rianti mendekatkan bokongnya di kursi samping Ibunya Rustam. 

“Kenapa duduk menjauh, Riantiii?” Dirinya sedikit emosi melihat Rianti yang duduk menjauhinya. 

“Ma- maaf Bu, aku... Pindah kalau begitu.” Kini Rianti duduk bersebelahan di kursi panjang dengan Ibunya Rustam. 

“Sejauh mana kamu mencintai anak saya,” tanya Bu Melati dengan tatapan yang tajam ke arah Rianti. 

“Bu, Rianti kemari karena aku yang memintanya,” bela Rustam. 

“Sebagai Ibu kamu diriku juga berhak bertanya padanya. Kenapa?” jawab Bu Melati yang tak mau kalah. 

“Permisi Bu, saya rasa waktunya kurang tepat dengan kedatangan saya kali ini.” Rianti segera berdiri namun tangannya dipegang oleh Bu Melati. 

“ Eh, yang sopan kamu! Belum jadi menantu sudah mulai melawan.” Kekuatan tangannya terlepas karena ditepis oleh Rianti. 

“Kamu sendiri lihat kan Tam! Wanita ini tidak pantas masuk di keluarga Kita!”

Lagi-lagi kalimat yang keluar dari mulut Bu Melati membuat hati Rianti sakit bagai disayat sembilu. 

“ Maaf Bu, sudah berulang kali kukatakan hubunganku dengan Mas Rustam sudah selesai. Jadi Ibu tak perlu risau dengan hubungan kami.” Dirinya keluar tanpa pamit pada Ibu dan Anak yang ada di ruangan tersebut.

Lagi-lagi kalimat pahit harus di dengarnya. Tangisan yang sejak tadi di tahannya akhirnya keluar juga. 

Maksud  kedatangannya adalah menengok  Rustam yang terbaring di rumah sakit akibat ulahnya mau memutuskan hubungan tempo hari.

Namun, kedatangannya kali ini ternyata bukan waktu yang tepat. 

Rianti keluar dari ruangan tersebut. Ketika membuka pintu untuk menuju jalan keluar dalam waktu yang bersamaan Dokter Gilang juga masuk ke ruangan Rustam di rawat. 

Namun, secara tak sengaja tubuh Rianti dan Gilang harus bertabrakan disaksikan oleh Rustam. 

“Ah, sakit!” 

“Ma-maafkan aku,” ucap Gilang.

Ketika mereka berhadapan saling memandang dalam jarak sangat dekat kini dengan serentak secara bersamaan.

“Kamu, kenapa bisa di sini?” 

Rangkulan tangan Gilang tak sengaja di lepaskan begitu saja dari pinggang Rianti. Hingga Rianti harus terjatuh ke lantai akibat ulah Gilang yang kaget.

 

“Ah, sakit!” Kini Rianti menahan sakit untuk kedua kalinya akibat jatuh ke lantai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status