Beberapa hari kemudian keadaan Bu Melati mulai membaik. Rustam semakin gundah dengan kondisi Ibunya yang semakin membaik.Dirinya belum siap menikahi Rianti karena harus menjaga hati Alya. Sementara, Ibunya sudah mulai menerima diri Rianti ketika dirinya telah melahirkan cucu mereka yang kembar.“Aku harus bagaimana ini, oh Tuhan!” Sejak tadi pagi dirinya selalu mondar mandir di dalam kamarnya.“Buka pintunya, Tam!” ucap Ibunya dari luar.“Ma-maaf Bu, Rustam lagi sibuk kerja tugas kuliah,” balasnya dari dalam kamar.“ Jangan bohong kamu, Tam! Ibu sudah tahu semuanya ternyata kamu diam-diam ambil cuti kuliah.” Ibunya segera mendorong pintu kamar Rustam. Dirinya berusaha hendak masuk kamar anak lelakinya tersebut.“ Bu, kali ini Rustam ingin sendiri. Aku tak mau diganggu. Pergilah menjauh dari kamarku!” Disuruh Ibunya agar pergi. Namun, Bu Melati segera mencari kunci serep pintu kamarnya.Pintu akhirnya terbuka. Mulut Rustam yang masih menganga kaku ketika melihat tingkah Ibunya yan
Rustam! Bersiaplah, kita segera menuju ke rumah Rianti,” teriak Ibunya.“Maaf Bu, aku tak bisa pergi. Rustam lagi sakit,” balasnya dari dalam kamar.“Rustam! Tidak ada alasan. Meskipun kamu belum siap. Kamu tetap harus pergi.” Ayahnya terus membujuknya.“Ta-tapi Yah! Rustam mau...”“Tidak ada alasan Rustam. Jangan bikin malu keluarga kamu.” “Baiklah Yah, kalau begitu Rustam terpaksa pergi. Tapi, jika menikah dengan Rianti, aku tak bisa janji untuk setia dengannya.” Ditutupnya pintu kamar kemudian segera mengganti bajunya.“Iya, tapi jangan sampai kamu menyesal. Ibu selalu mengingatkan kamu agar jangan sampai pilih lagi,” ucap Ibunya dengan kesal.Beberapa saat kemudian mereka berangkat ke rumah Rianti. Sesampainya di sana mereka segera membicarakan pernikahan antara Rianti dan Rustam yang akan dilaksanakan secepatnya. “Ma-maaf Bu Lasmi, selama ini aku terlalu menganggap hubungan anak kami adalah...” Belum melanjutkan pembicaraannya tiba-tiba saja Bu Lasmi memotong pembicaraan Bu M
“Bu Rianti mohon sadarlah!” Isak tangis Rianti menyadarkan Ibunya kembali. “Bu sadarlah!” “Ri-Rianti! Kepala Ibu pusing.” “Maaf Bu, Rianti sudah terlalu lancang mendahului Ibu. Tapi, Rianti juga mohon anakku ini juga butuh sosok ayah.” Dirangkulnya kedua bayinya yang tertidur lelap di pangkuannya.“Jika itu sudah keputusan kamu. Ibu tidak bisa berbuat banyak lagi Rianti. Asalkan kamu bahagia nantinya.” Bu Melati dan suaminya hanya saling memandang. Kemudian memulai pembicaraan.“ Inilah yang kami inginkan dari dulu Bu. Tapi, Ibu terlalu keras terhadap Rianti.” Pak Haikal menggenggam tangan mantan buruh cuci di keluarganya dulu.“Baiklah, Aku sebagai Ibu dari Rianti menyetujui apa yang kalian harapkan. Tapi, aku mohon kepada Nak Rustam jagalah Rianti.” "Bu Lasmi, maaf dengan kehadiran kami membuka Ibu menjadi terganggu." Dengan menjaga tutur katanya Bu Melati mulai angkat bicara.Kedua keluarga tersebut akhirnya sepakat untuk melaksanakan pemingan pada hari itu.Kemudian mereka
“ Assalamualaikum! Assalamualaikum ,” “Siapa di luar?” Bu Melati bertanya dari dalam.“ Rianti, Bu.” Mendengar jawaban Rianti, Bu Melati segera keluar membuka pintu. Sambil menggosok-gosok matanya untuk memastikan.Rianti! Kenapa malam-malam kemari?” Bu Melati tampak heran dengan kedatangannya.“Ma-maaf Bu, saya sedang ada masalah sedikit dengan Ibu saya. Bisakah Rianti malam ini tidur di sini dengan kedua anakku?”“ Tentu saja bisa. Mereka berdua cucuku.” Tatapannya mengarah pada kedua bayi di pangkuan Rianti.“ Ba-baiklah. Terima Kasih Bu sudah baik pada Rianti.”Dibawanya Hasan dan Husein ke dalam kemudian menidurkan kedua bayi kembar tersebut di kamar Ibunya Rustam itu.Melihat kedua cucunya sudah tidur Bu Melati segera mendekati Rianti.“Apakah Ibumu masih berkeras untuk menolak pinangan kami?” tanya Bu Melati yang penasaran.“ I-iya Bu. Aku bingung dengan sikap Ibuku.” “Baiklah jika itu maunya. Aku yang akan turun tangan menikahkanmu dengan anakku. Meskipun tanpa restu dari
“ Assalamualaikum!" “Siapa di luar?” Bu Melati bertanya dari dalam.“ Rianti, Bu.” Mendengar jawaban Rianti, Bu Melati segera keluar membuka pintu.Rianti! Kenapa malam-malam kemari?” Bu Melati tampak heran dengan kedatangannya.“Ma-maaf Bu, saya sedang ada masalah sedikit dengan Ibu saya. Bisakah Rianti malam ini tidur di sini dengan kedua anakku?”“ Tentu saja bisa. Mereka berdua cucuku.” Tatapannya mengarah pada kedua bayi di pangkuan Rianti.“ Ba-baiklah. Terima Kasih Bu sudah baik pada Rianti.”Dibawanya Hasan dan Husein ke dalam kemudian menidurkan kedua bayi kembar tersebut di kamar Ibunya Rustam itu.Melihat kedua cucunya sudah tidur Bu Melati segera mendekati Rianti.“Apakah Ibumu masih berkeras untuk menolak pinangan kami?” tanya Bu Melati yang penasaran.“ I-iya Bu. Aku bingung dengan sikap Ibuku.” “Baiklah jika itu maunya. Aku yang akan turun tangan menikahkan kamu dengan anakku. Meskipun tanpa restu dari Ibumu. Tapi...” “Tapi apa Bu?” “Setelah aku menikahkanmu den
“ Nit, sekarang aku lagi di depan Villa tempat kalian berada. Bolehkah aku masuk?” Sebuah pesan masuk di aplikasi hijau ponsel Anita.Anita yang saat itu sedang asyik memainkan ponselnya tersentak kaget melihat pesan dari Rustam.“ Aduh Mel, gawat!” Sambil memegang kepalanya yang tidak pusing itu.“Kenapa Nit? Apanya yang gawat?” Tiba-tiba Melsi keheranan melihat tingkah Anita.“Rustam sekarang ada di luar Villa ini. Sementara Alya di dalam lagi tidur bareng Ricko. Kita harus bagaimana?” ucap Anita yang kemudian berdiri mondar mandir di ruang tengah.“Begini Nit, alangkah baiknya kita harus beritahu mereka di dalam. Jangan sampai ketahuan Rustam.” Keduanya segera mengetuk pintu kamar Alya dari luar. Namun, tetap saja Alya dan Ricko tak mendengar.“ Mel, kita buka saja pintunya yuk! Siapa suruh tidak dengar teriakan kami,” ujar Anita yang bersiap membuka pintu kamar Alya.“Aduh Nit, jangan sampai si Alya marah cuma karena tingkah konyol kami ya. Coba teriak lagi.“Alya! Alya! Di luar
Ricko yang merasa kesakitan segera pergi mencari tempat persembunyian yang aman.Dari lantai dua Rustam segera turun ke lantai satu untuk mencari sosok kucing yang bersuara manusia sempat meresahkan dirinya tersebut.Namun, usahanya itu segera dicegat oleh Alya yang tiba-tiba saja memeluknya dengan erat dari belakang.“Sudahlah Mas, tidak usah pedulikan suara itu. Ayo, apakah Mas tidak rindu padaku.” Bisikan Alya tepat ditelinganya semakin membuat hasrat li***onya memuncak. Sehingga Rustam sulit menolak ajakan Alya.Sementara di tempat lain Rianti sedang disibukkan mengurus kedua putra kembarnya. Nampaknya Hasan dan Husein makin suka dengan kehadiran Bu Melati.“Rianti, sebentar kami akan pergi menyiapkan semua keperluan kamu dan Rustam yang akan menikah. Nanti, Hasan dan Husein dititip ke Mpok Iyem saja ya,” ucapnya sambil memegang pundak Rianti.“Ba- baik Bu.” Dianggukkan kepalanya sebagai tanda setuju.“ Kita tunggu saja sampai sore, jika Rustam belum kembali nanti kamu sama Jing
Rianti yang sudah berada di rumah sakit segera masuk ke ruangan Ibunya dirawat. Sementara di sampingnya ada sosok Dokter Gilang yang masih setia menemani. “ Bu, ini Rianti. Kumohon bangunlah!” ujarnya sambil memeluk tubuh Ibunya yang terbaring tak sadarkan diri.“Bu, Rianti mohon sadarlah!” Isak tangisnya membuat seisi ruangan yang awalnya sepi kini menjadi ribut. Perlahan Gilang merangkulnya untuk saling menguatkan. “Rianti, sabar. Semua sudah sesuai kehendak Tuhan. Saat ini, Ibumu perlu istirahat. Pulanglah, ke rumah calon keluarga barumu,” perintah Gilang.“ Ta-tapi Mas, Aku...” “Pulanglah! Kamu tak perlu ragu dengan keadaan Ibumu. Dia hanya mengalami sedikit luka lebam akibat jatuh di lantai licin.” “ Mas, aku titip Ibu ya. Insya Allah besok Rianti balik lagi kemari.” Ditinggalkannya Gilang yang masih setia menemani Ibunya. “Besok, jika dirimu kemari bawalah Hasan dan Husein, sejak kamu pergi meninggalkan rumah Ibu sering bercerita bahwa dia merindukan kedua cucu kembarnya