Share

After : 5

"Nah, sudah selesai. Sama sekali tidak sakit, bukan?"

Gadis kecil bernama Natt itu tersenyum lebar hingga deretan gigi putih yang renggang itu terlihat. Dia menatap dokter cantik itu dengan mata berbinar dan mengangguk senang.

"Terima kasih, Dokter Selene."

"Tentu saja, Natt," balas Selene ramah.

"Dokter Selene, tadi aku belajar tentang orang yang kita sayangi," cerita Natt sembari memainkan tangan yang baru saja di tutupi oleh perekat luka itu. "Dokter Metta bertanya, siapa orang yang kami sayangi."

Selene duduk di kursi dan menatap Natt yang bercerita dengan antusias. "Benarkah? Lalu, Natt menjawab siapa?"

"Papa dan Kakak," seru Natt semangat. Gadis kecil itu memang tidak memiliki sosok ibu lagi. "Lalu, ada Kepala Koki Jeff, Perawat Suzan, daaaaan Dokter Selene!!"

"Jadi, Dokter Selene yang terakhir?" Selene berkata dengan nada sedih yang di sengaja.

Natt kecil kembali tertawa. "Tidaaak! Harusnya Natt bilang Dokter Selene yang ketiga, ya? Salah Natt," kekehnya kecil.

Selene membuka nakas kecil di dekat mejanya dan mengeluarkan sebuah pulpen dengan hiasan bunga kecil di atasnya. "Baiklah, karena Natt menyebutkan nama Dokter Selene, maka Dokter harus memberi kado, kan?" Ia memberikan pulpen tersebut pada Natt yang menerima dengan senang hati.

"Waaaa.. Terima kasih, Dokter!!" ujarnya kesenangan. "Lalu, bagaimana dengan Dokter? Apa ibu dokter juga memiliki seseorang yang di sayangi?"

"Aku?" ulang Selene menarik tubuhnya mundur.

"Eng.." angguk Natt lucu. "Apaaa.. Dokter Selene punya pacar, yaa?" goda gadis manis berusia tujuh tahun itu.

"Kau ini bicara apa, Natt," balas Selene mengacak gemas rambut Natt yang tertawa geli.

"Natt melihatnya saat minggu lalu. Dokter di antar oleh pria yang tampan!" seru Natt semangat.

"Kau melihatnya?" tanya Selene tertarik.

Kepala Natt mengangguk penuh. "Apa dia seorang tentara, Dokter Selene?"

"Yha, Natt. Dia seorang tentara. Lebih tepatnya, seorang Kapten Angkatan Udara," pipi Selene bersemu merah ketika ia berusaha mengalihkan pandangan. "Dia seorang pilot pesawat tempur termuda."

"Woaaah, seorang Kapten dan Pilot?" kagum Natt dengan bola mata membesar. Selene mengangguk sebagai jawaban. "Apa dia kekasih anda, Dokter Selene?"

"Aah, tidak, Natt," jawab Selene tersenyum canggung. "Kami hanya kebetulan kenal dan sedikiiiit akrab, kurasa?"

"Ooo," mulut Natt membentuk lingkaran kecil. "Laluuu, Kapten itu orang yang Dokter sayangi? Seperti Natt menyayangi Roger, Carla, dan Charlos?"

"Yaah.. seperti itulah," ujar Selene lagi. Kemudian wanita itu menggendong Natt turun dari ranjang rawat, sebelum anak kecil itu bertanya lebih banyak lagi. "Nah, Dokter Selene sudah mengobati lukamu, kan? Sekarang Natt bisa bermain lagi. Jangan berlarian di lorong rumah sakit, oke?"

Natt mengangguk dua kali. "Terima kasih, Dokter Selene!" lambainya kecil. Keluar dari ruangan sang dokter muda itu.

Selene ikut melambaikan tangan, dan kini menyandarkan tubuh sambil menyilangkan tangan di dada. Natt memang anak kecil dengan keingintahuan yang besar.

Wanita itu kemudian berjalan memutar, menuju kursi kerja di balik meja kayu. Menatap kalender yang berada di atas sana. Menyinggung tentang Kane, membuat Selene teringat akan pria tampan itu. Ini sudah lebih dari seminggu semenjak pertemuan terakhir mereka. Kane berkata akan melakukan Dinas Luar dan menghubunginya. Pria itu memang menghubunginya, saat ia baru saja tiba di Long Island, tapi setelahnya, Kane tidak mengabari apapun lagi.

Yha, apa yang Selene harapkan? Keduanya hanya berteman kan? Selene pun tak tahu pasti apa alasan Kane harus menghubunginya. Tapi jika boleh di katakan, Selene cukup merindukan Kane. Dan lagi, kabar yang Selene dapatkan beberapa hari terakhir adalah, terjadi perselisihan dan bentrokan kecil di sana. Juga di beberapa daerah tak jauh dari Brooklyn. Saat itu, Selene mencuri dengar dari ruang kontroling tentara, ketika ia harus berkunjung ke Markas. Hal itu membuat Selene sedikit khawatir.

Andai saja Kane tidak berkata akan menghubungi, mungkin Selene tidak akan merasa khawatir seperti ini. Wanita itu mengerjapkan matanya, ada banyak pekerjaan yang harus ia lakukan.

***

Sore harinya, Selene baru saja menyelesaikan jam bertugas. Wanita itu menggantungkan jas dokternya di rak, dan mengambil tas tangan miliknya.

"Anda akan pulang, Dokter?"

"Aah?" kaget Selene kecil dan memutar badannya kecil. Tersenyum hangat pada perawat lelaki yang sangat ia kenal. Selene mengangguk sekali, "Sudah waktunya pulang, kan, Perawat Carl."

Carl, lelaki dengan kulit cukup gelap dan berbadan besar itu menggeleng dengan tawa kecil. "Anda seharusnya pulang tiga puluh menit lalu, Dokter."

"Benarkah?" Selene berpura-pura terkejut dan menatap jam dinding. "Yha, aku rasa, aku terlalu larut dalam pekerjaan ini. Kau bertugas malam, Carl?"

"Benar, Dokter Selene. Aku baru saja datang untuk jam malam," kata Carl membenarkan. "Anda harus segera pulang, bukan? Sepertinya anda memiliki tamu malam ini."

Lipatan kecil terlihat dari kening Selene. Alisnya terangkat sebelah. "Aku tak sedang buru-buru, Carl. Apa kau baru saja menghusirku karena terlalu lama di Rumah Sakit ini, huh?"

"Tidak seperti itu, Dokter," tawa Carl melambaikan tangan kecil. "Seseorang sudah menunggu anda sejak tadi," ia menujuk ke arah pintu keluar. "Sepertinya sudah lima belas menit lalu."

"Seseorang menungguku?" ulang Selene.

Carl mengangguk, "Iya, seorang tentara? Jika tak salah lihat. Dia bertanya saat aku baru saja datang tadi."

"Tentara.." gumam Selene pelan. Mata wanita itu melebar, dan dengan cepat menepuk pundak Carl kecil. "Terima kasih atas informasinya, Carl! Sampai jumpa besok!" ujar Selene sedikit keras, ia sudah lebih dulu berjalan cepat menuju pintu luar.

"Hat.. hati-hati," balas Carl heran. Pria itu tersenyum dan menggeleng kecil.

Selene mengedarkan pandangannya di sepanjang jalan yang cukup ramai tersebut. Langkahnya cepat menuruni anak tangga. Seharusnya ia bertanya pada Carl, di mana lebih jelasnya lelaki itu menunggu. Selene tak salah menebak, lelaki itu pastilah Kane Cadfael. Setidaknya, hanya nama itu yang terlintas di kepala Selene.

"Dokter Sapphire!"

Selene sontak memutar badan kala mendengar suara yang memanggilnya. Namun, bukan seperti yang Selene harapankan. Wanita itu tersenyum kecil, memegang tasnya di depan paha.

"Selamat sore, Sersan Idris," sapa Selene ramah. Berusaha tidak menampilkan rasa kecewa yang entah mengapa muncul.

"Baru saja selesai bekerja, Dokter?" tanya Steven mendekat.

"Seperti yang kau lihat, Sersan," Selene membalas uluran tangan Steven hangat. "Apa kau memerlukan sesuatu? Sehingga datang ke Rumah Sakit?"

Steven mengangguk sekali. "Tadinya aku ingin bertemu denganmu, Dokter. Untuk menanyakan sesuatu. Tetapi Dokter Marine sudah lebih dulu membantuku."

"Dokter Marine? Maksudmu, Dokter Marine Cadfael?" tanya Selene dengan mata membesar. Menatap gedung di belakangnya. "Beliau ada di sini?"

"Yha, beliau tadi berada di sini. Kau tidak bertemu dengannya, Dok?"

"Tidak," geleng Selene kecil. "Mungkin karena aku terlalu banyak berada di ruangan."

Steven menganggukkan kepala. "Kalau begitu, aku harus segera pergi, Dok. Waktu sangat mengejarku saat ini. Sampai jumpa di Markas nanti, Dokter Sapphire!"

Tanpa sempat membalas, Steven sudah lebih dulu berbalik dan berlari menuju mobilnya. Sepertinya lelaki itu benar-benar di buru oleh waktu. Selene menurunkan tangannya gontai, dan menghela napas kecil. Padahal ia ingin bertanya tentang Kane pada lelaki itu.

"Mungkin memang bukan waktunya," lesu Selene tersenyum kecil.

Wanita itu memasukan tangan dalam saku coat nya. Udara cukup dingin sore ini. Selene ingin segera pulang. Mungkin, setelah membeli sekotak donat? Ide yang cukup bagus.

"Sepertinya anda kecewa karena sesuatu tidak sesuai dengan harapan anda, Nona?"

"Ya Tuhan!" kejut Selene menolehkan kepala cepat. Matanya melebar sempurna, "Kapten Cadfael?!"

Kane tersenyum manis, melepaskan topi seragamnya dan membungkuk kecil. "Selamat sore, Nona Sapphire."

Selene menutup mulutnya terkejut. Pria di depannya benar-benar Kane Cadfael! Wanita itu menahan tubuhnya yang hendak menghambur kepelukan Kane. Tidak mungkin ia melakukannya. Bisa-bisa Kane berpikiran aneh tentang Selene setelah itu.

"Kapan kau kembali, Kapt?"

"Kane," koreksi Kane.

"Ah, benar, Kane," balas Selene cepat dan terkekeh. "Kapan kau kembali, Kane?"

"Beberapa puluh menit yang lalu."

"Maksudmu, kau baru saja tiba di kota, dan langsung menuju ke Rumah Sakit ini?" Selene berdeham kecil. "Dokter Marine ada di sini, itu sebabnya kau segera menuju ke sini?"

"Ibuku ada di sini?" tanya Kane menatap gedung di sampingnya.

"Kau tak tahu?"

Kane menggeleng kecil. "Tidak."

"Lalu, apa yang kau lakukan di sini?" ujar Selene. Dalam hati, gadis itu berseru gembira. Kane menghampirinya!

"Mengunjungi seseorang yang membuatku menunggu selama dua puluh menit?" balas Kane.

Selene meringis kecil. "Bukan salahku jika kau harus menunggu, Kane. Kau tak mengatakan apapun."

"Aku pernah mengatakannya di telepon saat itu, Selene."

"Yang mana?"

Keduanya berjalan menyusuri jalanan padat sore ini.

"Yang bagian, aku akan menjemputmu setelah aku kembali dari bertugas."

"Benarkah? Aku tak tahu jika yang kau maksudkan adalah menjemputku pulang bekerja."

"Eh? Memangnya apalagi, Selene?" tanya Kane mengerutkan kening. "Kau mengharapkan sesuatu yang lain, ya?"

"Apa? Tidak! Tentu saja tidak," balas Selene salah tingkah.

Kane melebarkan senyumanya kala melihat Selene yang menunduk untuk menyembunyikan wajah memerah itu.

"Apa kau senggang malam ini, Selene?"

Setelah menetralkan wajah, Selene akhirnya menatap Kane. Pria itu sudah menggunakan kembali topinya. "Malam ini?" tanya Selene dan dibalas anggukan oleh Kane. "Sepertinya begitu."

"Kalau begitu, apa kau mau keluar denganku?" tanya Kane lagi. "Bukankah besok hari liburmu?"

"Kau baru saja mengajakku keluar, Kane?"

Kane menunduk untuk menatap wajah manis Selene. "Bukannya itu yang kau inginkan saat bertemu denganku, Selene?"

"Aku yakin aku tak pernah mengatakan hal seperti itu," balas Selene memasang wajah kesal.

Kane tertawa dan memainkan telunjuknya di dekat wajah Selene. "Percayalah, itu tertulis dengan jelas di sini."

Selene menangkupkan tangannya di wajah. "Benarkah? Apa terlihat begitu?"

"Kau memang mengharapkannya ternyata," tawa Kane lepas.

Selene memberengut kesal dan memukul kecil lengan Kane yang justru semakin tertawa.

"Aku bercanda, Sel," tawanya mereda. "Tapi aku serius untuk ajakan jalan malam ini. Kau mau, kan?"

"Entahlah, karena tingkahmu barusan, aku jadi harus mempertimbangkannya," ujar Selene merengut.

"Hei.. hei," tahan Kane cepat. "Tidak bisa seperti itu, Selene. Apa kau tahu, aku harus menunggu hampir dua minggu, untuk malam ini?"

Selene mendongak untuk menatap Kane yang juga sedang menatapnya. "Bukan salahku kau harus dinas luar, Kane," Selene menjulurkan lidahnya mengejek.

"Percayalah, Sel, jika bisa memilih, aku ingin menjual Bagel's saja di bandingkan ikut berperang. Aku tak bisa melawan perintah Negara, kan?" Kane menggindikkan bahunya.

"Aaah, kau benar."

"Itu sebabnya, kau harus menerima tawaran Kapten muda ini," ujar Kane yakin.

"Baiklah. Sepertinya aku harus menghibur Kapten muda satu ini, sebelum ia benar-benar berubah profesi menjadi penjual Bagel's, kan?" balas Selene mengangguk paham. Sengaja menekan kembali kata kapten, dan membuat Kane menyengir.

Kane tertawa dan mengacak pelan rambut Selene. Membuat wanita itu sedikit menunduk. Tersipu.

"Kalau begitu, biar aku antarkan kau pulang," ajak Kane.

"Eh? Bukankah kita sudah sejak tadi berjalan pulang?"

"Kau ingin berjalan kaki menuju rumahmu? Lalu apa gunanya aku membawa mobil?"

"Memangnya kau membawa mobil?"

Kane menunjuk mobil jeep yang sudah cukup jauh itu. "Memangnya aku ke sini naik apa, Sel?"

"Lalu mengapa tidak mengatakannya sejak tadi?!" Selene menatap Kane tak percaya.

Kane memegang belakang kepala. Menyengir lebar. "Kau yang lebih dulu berjalan begitu saja."

Selene menatap Kane benar-benar tak habis pikir. Apa seperti ini cara Kapten muda Kane Cadfael merayu seorang wanita? Dengan membuat mereka kesal? Selene jelas tak percaya jika Kane tak pernah mendekati wanita. Pria itu selalu di penuhi kejutan.

"Setelah anda, Nona Sapphire," Kane mempersilahkan Selene lebih dulu.

"Terima kasih, Kapten Cadfael."

☀️☀️☀️

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status