All Chapters of Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?: Chapter 21 - Chapter 30
84 Chapters
Biasa diratukan, bukan dibabukan
"Entahlah!" jawab Najwa seraya mengendikkan bahunya."Kalaupun ditipu, kan yang rugi cuma aku, Mas! Bukan kamu atau keluarga kamu," lanjut Najwa dengan senyuman sebelum berlari kecil keluar dari halaman rumah.Bian semakin gelisah. Bagaimana jika Najwa memang benar-benar ditipu? Bagaimana jika uang sang istri dibawa kabur oleh Pak Kirno? Lalu, kelanjutan rencana Bian akan seperti apa kedepannya?"Gawat!!! Udah makin telat ini!" keluh Bian panik saat melihat jam di pergelangan tangannya.Segera lelaki itu mengeluarkan motor Supra getar peninggalan sang Ayah yang selama ini diam menghuni garasi. Kondisinya memang agak berdebu namun mesinnya ternyata masih bagus. Dengan kendaraan roda dua itu, Bian segera menuju ke kantor sebelum hal yang dia takutkan akan benar-benar terjadi. Dipecat.****"Salma!!! Makanan Ibu mana? Salma!! Ibu lapar!" teriak Bu Jannah seperti biasa.Perutnya sudah keroncongan sedari tadi. Akan tetapi, is
Read more
Peringatan untuk Bian
Najwa begitu senang menikmati wajah terkejut Salma. Biarkan, madunya itu semakin tertekan. Salma harus tahu, bahwa menjadi yang kedua, adalah kesalahan terbesar yang pernah dia lakukan seumur hidup."Mbak, tunggu! Mbak mau kemana?" tanya Salma."Ke kamar. Aku mau mandi," jawab Najwa.Salma tersenyum sambil mendekati Najwa. Wajahnya tampak memelas, seolah menginginkan sesuatu."Aku boleh pinjem uang Mbak Najwa, nggak?""Buat apa?" tanya Najwa datar."Aku lapar, Mbak. Belum makan."Sebelah alis Najwa tampak terangkat."Kok bisa? Memangnya, Mas Bian nggak ninggalin uang buat kamu?"Tertunduk, wanita yang memutuskan menjadi yang kedua dalam rumah tangga Najwa itu menggeleng pelan. "Nggak, Mbak," jawabnya lesu.Mata Salma sudah memerah. Ia hampir menangis karena terpaksa merendahkan harga diri dihadapan wanita yang selama ini telah ia remehkan hanya demi sesuap nasi. Demi bertahan hidup, apapun rela Salma lakukan termasuk memohon seperti ini pada rivalnya."Tolong, Mbak! Aku lapar. Setidak
Read more
Kerepotan Salma
Bian panik mendengar suara tangis Ibunya. Lelaki itu tak bisa tenang ditempat duduknya saat ini."Kenapa, Bu? Bilang sama Bian, ada apa?"Tangis itu masih terdengar kencang diseberang sana.[Huhuhu... istrimu, Nak! Tega sekali dia memberi makan Ibu dengan batu. Sakit hati Ibu diperlakukan begini. Memangnya, Ibu ini apa?]"Apa?" Bian menggeram marah.[Pulang, Nak! Ibumu kelaparan di rumah putranya sendiri. Huhuhu...]Bian kalap. Begitu panggilan terputus, ponsel itu lekas dia masukkan ke saku celana kemudian menyambar tas kerja yang ia letakkan diatas meja."Eh, mau kemana?" tanya Deden sambil menahan bahu Bian yang hendak berdiri."Mau pulang. Gue mau bikin perhitungan sama istri gue. Berani-beraninya, dia ngasih nyokap gue batu buat dimakan. Padahal, nyokap gue udah kelaparan banget.""Hah?" Deden terperangah. "Bini Lo yang mana, nih?"Bian tampak berpikir sejenak. "Najwa," tebaknya yakin.
Read more
Tamparan
Najwa tersenyum menyambut tamunya. Ya, hari ini dia ada janji dengan mantan suami Salma, yaitu Ahmad. Dan, disinilah mereka sekarang. Duduk berhadapan di tengah keramaian sebuah kafe yang cukup terkenal, tak jauh dari daerah tempat tinggal Najwa."Terimakasih untuk informasi yang selama ini sudah Mas Ahmad berikan. Berkat semua itu, saya berhasil menyadari bahwa selama ini saya sudah berkorban sia-sia untuk orang yang salah."Ahmad tersenyum. Sama seperti Najwa, dia pun dikhianati oleh pasangannya."Saya juga nggak mungkin bilang, seandainya bukan Mbak Najwa duluan yang menghubungi saya," timpal Ahmad. "Jadi... apa kabar mereka?"Najwa tersenyum sungging. "Sepertinya agak buruk.""Maksudnya?""Finansial mereka sedang berantakan. Mas Bian bahkan sudah tak punya uang lagi untuk memberi makan istri dan Ibunya sampai bulan depan.""Kenapa bisa begitu?" tanya Ahmad dengan alis berkerut. "Bukannya ... Bian itu kaya? Kata Salma, Bian bahkan sudah punya rumah dan mobil sendiri. Berbeda jauh
Read more
Salah sasaran
"Ayo, kenapa diam saja? Balas kata-kataku, Najwa! Bukankah kamu sangat pandai berdebat akhir-akhir ini?" desak Bian sambil mendorong bahu Najwa hingga wanita itu melangkah mundur.Najwa masih belum mau membuka suara. Hanya sepasang matanya yang dihiasi kaca-kaca tipis itu yang menatap Bian tak kalah nyalangnya."Kalau punya mulut itu, dipake, Najwa! Ayo, jawab pertanyaan ku! Kenapa kamu memberi Ibuku batu untuk dimakan? Kenapa?" teriak Bian dengan keras tepat didepan wajah Najwa."Apa kamu sengaja ingin menghinaku? Iya?" lanjut Bian emosi.Karena Najwa masih terus membisu, telapak tangan Bian pun reflek terangkat. Niatnya, ingin menampar mulut Najwa."Cukup! Berhenti!" lirih Najwa dengan suara penuh penekanan.Tangan Bian terhenti di udara. Lelaki itu menelan ludah, saat menatap mata Najwa yang begitu tajam menantang matanya."Aku peringatkan padamu, Mas! Jika kamu berani menyakiti fisikku sekali lagi, maka aku nggak akan segan-segan untuk melaporkan kamu ke polisi!""Argghhh!!!" Bian
Read more
Bian di usir?
"Silakan duduk, Mas!" ucap Najwa mempersilakan.Bian masih berdiri kaku. Aura Najwa malam ini, berhasil mendominasi keadaan dan membuat Bian menjadi takut."Kenapa masih berdiri di situ? Mas mau kita bicara sambil berdiri?"Reflek, Bian menggeleng. Lekas, lelaki itu mendudukkan bokongnya di sofa yang berseberangan dengan tempat duduk Najwa."Wa, Mas minta maaf soal yang tadi," ucap Bian penuh penyesalan."Ya, nggak apa-apa. Toh, aku juga udah biasa kamu maki-maki, kan? Lupa, bagaimana dulu kamu selalu memarahi aku hanya karena aduan nggak benar dari Ibu kamu? Bahkan, ketika kamu tahu bahwa apa yang Ibu kamu katakan adalah sebuah kebohongan, kamu tetap saja memarahi aku tanpa sedikitpun rasa kasihan.""Untuk yang dulu-dulu, Mas juga minta maaf, Wa!" Bian menundukkan kepala. Menyesal.Waktu terasa lambat berjalan. Pergerakan jarum jam, detik demi detik, terdengar begitu jelas di rungu Bian."Mas... aku mau kamu pindah dari sini."Degh!Tubuh Bian bagai tersambar petir mendengar perminta
Read more
Jadi, bukan rumahmu, Mas?
Bian kembali ke kamarnya dengan langkah lunglai. Mendadak, seluruh tubuhnya terasa lemas. Dia seolah kehabisan tenaga.Bayangan masa depan suram, terus berkelebat di dalam benaknya. Niat beristri dua agar semakin bahagia, namun kenyataannya malah berakhir nelangsa.Padahal, selama ini Bian sudah membayangkan betapa indahnya beristri dua. Ada Najwa yang bisa mengurus Ibu, rumah serta memasak makanan yang enak setiap hari, serta ada Salma yang pandai memuaskan dirinya diatas ranjang serta lihai menggodanya setiap waktu.Sungguh! Betapa nikmatnya hidup Bian andai semua itu dapat terwujud dengan baik."Mas, kamu darimana, sih? Aku cariin loh, daritadi," tanya Salma yang baru saja memasuki kamar.Wanita itu sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk. Dia baru selesai mandi karena Bian terus memprotes bau badannya yang sangat menyengat."Habis ngobrol sama Najwa," jawab Bian."Kok mukanya lesu, gitu? Mbak Najwa menolak mengurus Ibu lagi, ya?""Lebih parah dari itu, Salma!""Maksudnya?" tan
Read more
Makan itu butuh uang
"Mas, ini maksudnya apa? Siapa Syamsul Adji?"Wajah Salma mulai terlihat memerah. Dia akan sangat marah besar andai Bian terbukti telah berbohong selama ini."JAWAB, MAS!" hardik Salma penuh emosi."Syamsul Adji nama kakekku. Iya kan, Mas?" celetuk Najwa sambil mengambil kembali berkas ditangan Salma."Apa benar, itu nama kakeknya Mbak Najwa, Mas?" tanya Salma lagi.Bian menundukkan kepalanya. Ah, akhirnya kebohongan yang selama ini berusaha dia tutupi dengan rapat, terungkap juga."I-iya," angguk Bian dengan ragu."Mas!!!" pekik Salma emosi. Dia merasa sangat kecewa dengan semua kebenaran yang satu per satu mulai terkuak. "Jadi, rumah ini juga milik Mbak Najwa? Terus, kamu punya apa, Mas? Kamu punya apa?" Suara Salma kian melengking."Kalau mau bertengkar, lebih baik diluar saja! Aku mau istirahat!" ujar Najwa menengahi.Namun, sepertinya indra pendengaran Salma sedang tidak berfungsi. Buktinya, wanita itu tetap berdiri tegak di tempatnya tanpa bergeser seinci pun."M-Mas punya mobi
Read more
Ngaku-ngaku
"Kamu kan sudah dapat pemasukan dari hasil panen sawah kamu di kampung, Wa! Kenapa masih harus kerja?"Terus terang, sekarang Bian sangat gelisah. Dia tak rela jika Najwa bekerja dengan penampilan secantik dan seanggun itu.Bagaimana jika ada lelaki yang menginginkan istrinya diluaran sana?"Tentu itu berbeda, Mas! Aku harus cari kesibukan untuk menyenangkan diri aku sendiri. Sudah cukup, selama ini aku membuang-buang waktu dengan mengabdi pada orang yang salah.""Tapi, Mas belum kasih ijin, Wa! Kamu bahkan nggak cerita apa-apa sama Mas dan malah mengambil keputusan sendiri.""Kamu juga nggak cerita apa-apa waktu nikah diam-diam sama Salma."Lagi-lagi, Najwa membalikkan kata-kata Bian."Kasusnya berbeda, Wa! Di dalam agama, lelaki boleh menikah lagi tanpa izin dari istri pertamanya. Tapi, istri yang bekerja tanpa ridho suami, hukumnya dosa!"Najwa memejamkan matanya rapat-rapat. Jika soal membenarkan perbuatannya dan menyalahkan Najwa, Bian selalu membawa-bawa dalil agama."Mana yang
Read more
Mengadu
"Wa, ikut saya sama Oliv makan siang, yuk!" ajak Halimah pada Najwa yang masih terlihat fokus pada pekerjaannya."Tapi, Bu... Saya...,""Udah," Halimah menghela tangannya ke udara. "Soal kerjaan mah nanti lagi. Yang paling penting itu, isi tenaga dulu! Biar kerjanya bisa lebih fokus."Najwa tampak menimbang-nimbang. Pada akhirnya, Najwa pun setuju untuk ikut dengan sang atasan dan juga seniornya itu.Begitu sampai di salah satu restoran, Halimah langsung memesan ruangan VIP agar acara makan siang mereka tidak terganggu.Tentu saja, Najwa sangat menikmati momen tersebut. Rasanya, sudah sangat lama dia tidak tertawa dan makan dalam suasana sebahagia ini."Bu, saya izin mau ke toilet sebentar, boleh?""Oh, silakan! Saya sama Olivia akan tunggu di mobil saja.""Terimakasih, Bu!"Ketiganya pun berpisah. Najwa terburu-buru ke toilet, sementara Halimah dan Olivia menunggu di mobil yang berada di parkiran resto
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status