All Chapters of Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha : Chapter 21 - Chapter 30
55 Chapters
Bab 21
FikaAku patut bersyukur mempunya suami sebaik Mas Ahmad. Dia suami yang bisa memahamiku sepenuh hati. Dengan sekuat tenaga ia selalu berjuang agar bisa membuatku tetap bahagia. Berkat usahanya, akhirnya Mbak Rina bersedia keluar dari rumah ini. Kalau dipikir-pikir, aku jadi menyesal telah marah-marah pada Mas Ahmad kemarin.Rasanya aku bersyukur sekali dengan keadaan ini.Kau sudah melihat bagaimana keadaannya sekarang Mbak Rina, selalu berada di pihakku.Tak peduli bagaimana besarnya perjuangan Rina untuk mengambil hatinya, ternyata cintanya tetaplah untukku. Sungguh alangkah menyedihkannya dirimu Mbak Rin. Menang, wanita itu benar-benar patut untuk dikasihani.Mulai dari awal pernikahannya, Mas Ahmad memang pernah mencintai Rina. Ia diselingkuhi lalu harus juga menerima takdir suaminya menikah lagi. Sangat menyakitkan bagi seorang wanita. Wanita yang malang.Sedangkan aku, bahkan sejak dulu sebelum Mas Ahmad menikahiku, aku sudah menggenggam separuh hati Mas Ahmad jauh melebihi
Read more
Bab 22
Aku menatap rumah yang sudah kosong melompong. Suasana lengang dan sepi menyelimuti. Ke arah dapur, meja makan cantik favoritku, speaker aktif yang biasa kuhidupkan selagi memasak, bahkan dispenser perak mewah pun sudah tidak ada lagi di tempatnya. Yang ada sekarang hanya sekumpulan piring, gelas, sendok biasa dan beberapa alat lainnya yang notabene bukanlah barang mewah. Mbak Rina memang benar-benar membawa semuanya. Pendek kata dia telah mengosongkan rumah ini dari segala perebotan berharga.Meskipun pada awalnya aku tak bisa terima, namun saat ini aku tak terlalu memikirkannya lagi. Sebab setelah ini Mas Ahmad akan membelikan perabotan yang baru. Dan sudah tentu aku akan meminta dibelikan barang yang lebih bagus daripada barang-barang yang dibawa oleh Mbak Rina. Aku yakin Mas Ahmad akan mengabulkan permintaanku.Aku segera mengakses platform jual beli yang biasa menjual barang-barang yang bagus. Aku mulai mencari berbagai perabotan di sana. Aku menandai beberapa produk pilihan yan
Read more
Bab 23
Bab 23"Assalamualaikum...!" Lamunan ini buyar tatkala kudengar suara mas Ahmad dari arah depan. Rupanya pria itu sudah pulang dari kantor.Tak lupa Sebelum membukakan pintu, aku poles sedikit muka ini dengan compact powder. Agar lebih terlihat segar dan cantik. Terlihat cantik di depan suami itu adalah sebuah kewajiban. Agar suami selalu sayang sama kita. Ah, aku harus menyambutnya dengan senyuman. Untuk sementara aku harus berpura-pura melupakan semua kesalahan yang ia buat sebelumnya bersama Rina. Aku memang istri yang selalu berusaha untuk bersabar. Mari kita sambut hari-hari baru yang akan kita lalui tanpa ada gangguan lagi. Oh Mas Ahmad... Mas Ahmad... Beruntung sekali kamu mendapatkan istri pengertian dan paham agama seperti aku."Waalaikumsalam, Mas. Udah pulang? Sini tasnya, biar aku yang bawain," ujarku sembari mengembangkan senyum manis. Aku pun segera meraih tas dari tangannya,""Apa sepatunya juga mau aku bukain, Mas?" Aku menawarkan."Nggak usah, Dek." Mas Ahmad menj
Read more
Bab 24
Bab 24 Rina sungguh telah membuatku pusing. Apa tujuannya coba sampai membawa-bawa surat-surat penting segala. Mana dia pergi sambil membawa seisi rumah lagi. Seandainya saja dia bisa melakukannya, mungkin rumah ini juga akan turut ia bawa serta pula. Tapi, jauh di dalam lubuk hati ini aku tidak bisa menyalahkan Rina seutuhnya. Karena aku sadar betul jika semua barang yang ia bawa emang ia beli dengan uangnya sendiri. Dan dia memang berhak atasnya.Tapi masalahnya kenapa harus dibawa semua? Apa dia nggak mikir kalau kami di rumah ini juga butuh alat elektronik? Lagi pula cuma benda-benda begitu doang kok. Pelit banget nggak mau berbagi.Tapi ya sudahlah, sekarang lebih baik dibicarakan secara baik-baik dengan Rina.Berulang kali aku mencoba menghubungi nomor perempuan tersebut namun tak kunjung diangkat. Bahkan nomor itu akhirnya benar-benar tak bisa dihubungi. Apa dia marah padaku? Tapi kan aku tidak mengusirnya dengan cara yang buruk. Aku kan cuma nyuruh dia keluar dari rumah in
Read more
Bab 25
"Mas, mas kenapa pekit banget sama aku? Sama Rina Mas bela-belain beli semuanya! Kenapa segitunya Mas nggak adil Antara Aku sama mbak Rina?" Pertanyaan demi pertanyaan selalu meluncur dari bibir Fika."Padahal Mas ngerti kan kalau syarat poligami itu harus adil di antara istri-istrinya!"Aduh aku benar-benar keblinger dengan pertanyaan Fika.Lama-lama bisa hancur repot reputasi harga diriku sebagai laki-laki di hadapan Fika."Nggak adil gimana, Sayang. Mas udah berjuang banyak untuk kamu!" Aku berusaha sabar."Berjuang apanya, Mas? Mas lihat, kemarin-kemarin ketika Mbak Rina masih ada di rumah ini, kita nggak pernah kekurangan apapun! Mas selalu membelikan semuanya! Tapi sekarang, ketika Mbak Rina udah pergi, Mas juga berhenti mencukupi kebutuhan kita! Ayolah Mas, aku nggak sanggup hidup kayak gini terus! Aku udah malu banyak kemarin di toko Cece Yuni, udah bela-belain milih barang ini itu, tapi kok akhirnya pada nggak jadi beli! Di mana mau taruh muka aku ini Mas?" Fika mulai protes.
Read more
Bab 26
[Ahmad! Tadi ibu ambil gamis tiga setel sama Bu Alfi. Ntar kamu bayarin ya. Ibu pinjem duit kamu dulu!]Pesan dari ibu ternyata. [Berapa, Bu?] Balasku.[Nggak mahal. Cuma sejuta dua ratus ribu] pesannya lagi.Sejutaan lebih? Ibu, ibu, ibu pikir anak ibu ini masih banyak uang apa?Aku meraba saku, mengambil dompet dan mengecek isinya. Tinggal 500 ribu ternyata. Dengan uang segitu, mustahil aku bisa membayar utang ibu yang bahkan sampai dua kali lipatnya.Sebelumnya aku memang tak pernah menolak apapun permintaan ibu maupun Fika. Sebab sebelumnya aku tak pernah memikirkan apapun selain dari ibu dan Fika saja.Aku tidak menyangka, ternyata uang gajiku yang dua juta itu sungguh sulit untuk memenuhi kebutuhan kami. Sebenarnya aku ingin menjelaskan kepada Fika berapa gajiku sebenarnya, tapi aku takut wanita itu tidak bisa menerima.Diam-diam aku jadi menyesal karena sejak dulu membohongi Fika dengan mengatakan jika aku mempunyai gaji yang besar.Sekarang aku tak punya apapun untuk menu
Read more
Bab 27
Fika"Mbak Rina, kamu nggak bisa sembarangan menjual rumah ini!" Aku mengecam tindakannya mentah-mentah."Alasannya?" Dia menatapku seperti tidak berdosa."Mbak harus konsultasi dulu sama Mas Ahmad dan juga sama aku tentunya! Barus bisa mengetahui gimana cara orang terhormat dalam mengambil keputusan.""Ya, orang yang terhormat bisa mengambil keputusan yang tepat dan setidaknya tidak mengakui milik orang lain sebagai miliknya sendiri." jawabnya.Aku dibuat semakin naik pitam olehnya."Aku akan bilang sama Mas Ahmad soal kelakuan Mbak Rina!" Tanpa menunggu lebih lama aku mengambil ponsel."Silakan hubungi Masmu itu sekarang! Bila perlu suruh dia pulang sekarang buat nemuin aku? Kita mau lihat gimana sih reaksi yang akan ditunjukin sama masmu!"Kurang ajar dengan berkata begitu dia nggak hanya merendahkan aku tapi dia juga merendahkan harga diri mas Ahmad selaku suamiku. Sudah berulang kali aku mencoba menghubungi Mas Ahmad, Tapi laki-laki itu tidak kunjung mengangkat. Kemana dia meman
Read more
Bab 28
AhmadDering hp sengaja aku diamkan. Aku malas meladeni Fika terus-menerus. Aku tahu jika akan menelponku dalam setiap menit. Ada-ada aja yang ingin ia bahas, mulai dari bertanya Aku baru saja jajan apa, habis dari mana aja,lagi ngerjain apa, udah makan atau belum, bal aku ini anak kecil saja. Pertanyaan receh seperti itu sepatunya tak perlu juga ditanyakan setiap saat. Kalau aku bilang pasti Fika ngeles kalau itu adalah salah satu bentuk dari kepedulian dia sama aku.Peduli sih peduli, tapi nggak gitu juga kali. Kalau udah kayak gitu Itu namanya ngerepotin. Bayangkan saja kita lagi fokus mengerjakan sesuatu eh ponsel berdering mulu. Kan konsentrasi jadi pada hilang. Rasanya sekarang aku lebih betah diam di kantor daripada diam di rumah. Di rumah perempuan itu terus-terusan ngambek tidak karuan. Minta dipeluk mulu, minta dicium mulu, minta dikelonin mulu. Huuuh, terkadang Aku geram dibuatnya.Padahal dia tidak tahu kalau aku lagi pusing mikirin buat bayar hutang bulanan. Eh dia mala
Read more
Bab 29
AhmadDering hp sengaja aku diamkan. Aku malas meladeni Fika terus-menerus. Aku tahu jika akan menelponku dalam setiap menit. Ada-ada aja yang ingin ia bahas, mulai dari bertanya Aku baru saja jajan apa, habis dari mana aja,lagi ngerjain apa, udah makan atau belum, bal aku ini anak kecil saja. Pertanyaan receh seperti itu sepatunya tak perlu juga ditanyakan setiap saat. Kalau aku bilang pasti Fika ngeles kalau itu adalah salah satu bentuk dari kepedulian dia sama aku.Peduli sih peduli, tapi nggak gitu juga kali. Kalau udah kayak gitu, itu namanya ngerepotin. Bayangkan saja kita lagi fokus mengerjakan sesuatu eh ponsel berdering mulu. Kan konsentrasi jadi pada hilang. Rasanya sekarang aku lebih betah diam di kantor daripada diam di rumah. Di rumah perempuan itu terus-terusan ngambek tidak karuan. Minta dipeluk mulu, minta dicium mulu, minta dikelonin mulu. Huuuh, terkadang Aku geram dibuatnya.Padahal dia tidak tahu kalau aku lagi pusing mikirin buat bayar hutang bulanan. Eh dia mala
Read more
Bab 30
"Pak Bastian, ini nggak kayak yang bapak dengar ini cuma salah paham sedikit," aku berusaha menjelaskan kepada pak bastian dengan siapa dia meyakini ucapan fika.Fika sih, kenapa pula tiba-tiba datang ketika saat-saat seperti ini? Benar-benar membuat suasana tak bersahabat saja. "Apanya yang salah paham Mas? Mas mau mengelak atau apa? Mulai berani bohong sekarang ya? Haa? Kamu nggak bisa ngerti perasaan aku Mas! Kamu nggak mikir!" Fika menunjuk mukaku."Pak, Pak Bastian, saya minta maaf atas semua yang terjadi. Tapi..,""Ahmad, ada baiknya baiknya Anda urus dulu ini perempuan yang mengaku sebagai istrimu! Kita kita juga nggak enak dilihat sama orang-orang. Kalau bapak sama istri bapak ini sedang ada masalah silakan diselesaikan terlebih dahulu,"Aku sungguh tidak enak mendengar kata-kata Pak Bastian. "Tapi, Pak. Rina ini istriku juga!" Sahutku cepat."Iya, yang ada di otakmu cuma Rina, Mas! Rina, Rina dan Rina!" Potong Fika."Lalu aku, mas anggap aku ini siapa Mas? Aku ini istri kam
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status