All Chapters of Penyesalan Seusai Talak : Chapter 31 - Chapter 40
119 Chapters
31
"Emm ... Kalau Ibu tidak keberatan, saya bermaksud ingin menjodohkan Fattan dengan ... Neng Karina," sahut Bu Dewi.Karina yang sedari tadi menunduk dengan debar di dada, langsung mendongak begitu mendengar ucapan Bu Dewi. Ekspresi terkejut sangat kentara sekali di wajahnya.Karina menoleh pada Evelyn, ternyata sahabatnya itu sedari tadi sedang mengulum senyum. Jujur saja, Karina sangat terkejut, karena dari awal dia pikir Bu Dewi akan menjodohkan Fattan dengan Evelyn, apalagi mungkin beliau sudah tau keadaan yang menimpa rumah tangga Evelyn."Ta-tapi, Bu ..." Karina menyahut ragu. Dia melirik sang ibu."Kenapa, Nak? Apa kamu tidak setuju dengan rencana Ibu ini? Kamu keberatan?" cecar Bu Dewi.Semua mengalihkan pandangan pada Karina, menunggu jawaban gadis manis itu."Em ... Bukan gitu, Bu. Tapi ... Takutnya Fattan nggak suka. Apalagi mungkin dia masih ada rasa dengan ..." Karina tak melanjutkan ucapannya. Tapi matanya melirik Evelyn sesaat.Bu Dewi terkekeh, seakan paham apa yang dim
Read more
32
"Lyn, kamu bener nggak apa-apa ditinggal Ibu sama Karin? Mending kamu ikut saja, ya? Ibu nggak enak kalau harus tinggalin kamu sendiri." kata Bu Dena begitu Evelyn membuka pintu kamar."Ibu ini kenapa nggak enakan gitu, sih? Evelyn sudah besar, loh, Bu. Sudah jadi istri orang juga malah, yaa ... Walau pun nggak lama lagi mau pisah, sih." kekeh Evelyn sok tegar."Ih, kamu ini! Ibu serius, loh!" sahut Bu Dena gemas, Evelyn terkekeh dibuatnya."Iya, serius, Bu! Udah, Ibu nggak usah khawatir. Ibu temenin Karin aja. Lagian, kan, nggak lama. Iya, kan, Rin?" kata Evelyn menoleh pada Karina."Eh? I-iya." sahut Karina singkat. Fokusnya saat ini sedang terbagi, dia benar-benar memikirkan apa yang dikatakan Evelyn tadi. Dia juga menyesal, kenapa bisa sembarangan mengiyakan ajakan Bu Dena. Padahal Fattan saja belum tentu bersedia."Kamu ini kenapa, Rin? Kok lesu gitu?" tanya Bu Dena menyadari perubahan raut wajah sang putri. Karina yang tadi sempat tertangkap bersemu saat mendengar rencana Bu Dew
Read more
33
Selepas shalat magrib, Evelyn duduk di ruang tengah dan menyalakan TV. Dia menoleh begitu mendengar suara pintu kamar Bu Dena berderit."Mau berangkat sekarang, Bu?" tanya Evelyn saat melihat Bu Dena yang sudah rapi."Iya, Lyn. Takutnya Bu Dewi kelamaan nunggu. Karin belum keluar?" sahut Bu Dena sembari duduk disamping Evelyn."Belum, Bu. Kayaknya lagi siap-siap." sahut Evelyn. Dia memang belum melihat Karina sejak keluar dari kamar tadi."Lama banget, ya? Biar Ibu panggil dulu," kata Bu Dena berdiri. Evelyn hanya mengangguk dan kembali fokus pada layar TV didepannya.Sementara didalam kamar, Karina sedang gelisah dan berjalan mondar mandir sambil menggigit ujung jarinya. Jantungnya berdebar begitu pintu diketuk dari luar, dia yakin itu pasti sang Ibu yang akan menanyakan apakah dia sudah selesai bersiap atau belum."Iya," sahut Karina dari dalam. Dia membuka pintu dan disambut Bu Dena yang melotot."Kamu, kok, belum siap-siap, sih? Nanti Bu Dewi kelamaan nunggu, loh! Ibu jadi nggak e
Read more
34
Fattan tak kunjung menjawab, dia malah menatap Karina membuat gadis itu tertunduk tanpa berani membalas tatapannya."Fattan terserah Ibu saja. Kalau Ibu setuju, Fattan nurut. Pilihan Ibu pasti yang terbaik,"Karina langsung mendongak mendengar jawaban Fattan. Gadis itu tak menyangka, Fattan menyetujui? Apakah dia merasa terpaksa? Dia menatap Fattan sekilas, lelaki itu membalas tatapannya dan tersenyum manis sekali, hampir saja membuat Karina diabetes."Tuh, kan! Ibu bilang juga, apa! Fattan pasti setuju," seru Bu Dewi sumringah."Ehem! Tapi, apa Nak Fattan setuju karena terpaksa? Ibu nggak mau nanti kalian tidak saling membahagiakan jika bersama, sebaiknya jangan terburu-buru memutuskan, lebih baik dipikirkan dulu matang-matang. Supaya tidak ada yang tersakiti," usul Bu Dena.Semua mata kini memandang wanita itu, sejujurnya, meski pun senang saat tau Fattan tak menolak, hati Karina pun gelisah, merasa sama seperti yang Ibunya ucapkan.Bu Dewi melirik Fattan. "Mmm ... InsyaAllah Fattan
Read more
35
Setelah panggilan terputus, Bu Maya keluar dari kamar dan berniat menghampiri pak Hendra yang sedang duduk di teras, sambil menikmati secangkir kopi buatan sang istri. "Pa," panggil Bu Maya sembari duduk di kursi satunya."Hm? Kenapa, Ma?" balas Pak Hendra."Mmm ... Mama sudah menghubungi Evelyn, Pa. Mama sudah minta maaf, dia juga sudah memaafkan meski ... Seperti masih ada benci. Tapi, itu wajar. Dan yang ingin Mama sampaikan bukan hanya itu," Bu Maya menjeda sejenak penjelasannya. "Selain minta maaf, Mama juga sudah bilang, kalau Mama ingin kembali memperbaiki semuanya. Tapi ... Evelyn tetap menolak rujuk dengan Bian, Pa." sambungnya dengan wajah sendu."Hhh ... Dia butuh waktu itu, Ma. Apalagi keputusan sebesar ini, nggak mungkin main langsung putuskan begitu saja. Meski mungkin masih saling mencintai, tetap saja harus ada pertimbangan yang tepat!" sahut Pak Hendra menanggapi. Lelaki itu kembali menyesap sedikit kopinya, kemudian kembali menaruh gelas diatas meja. "Ingat, Ma! Mam
Read more
36
Evelyn baru saja bersiap-siap, awalnya dia pikir Bu Maya akan ke rumah saja. Tapi, pagi-pagi sekali wanita itu sudah menghubungi Evelyn dan memberi tahu agar bertemu diluar saja. Evelyn menyetujui dan mengajak bertemu disebuah kafe. Setelah memberi alamatnya pada Bu Maya, Evelyn bergegas untuk segera bersiap."Kamu berangkat sama apa, Lyn? Aku temani, ya?" kata Karina saat mereka sedang sarapan."Nggak usah, Rin! Sepertinya Mama ingin bicara berdua saja denganku. Makanya dia mengajak ketemu diluar," tolak Evelyn lembut."Gimana kalau dia kasar lagi? Atau lebih parahnya akan bertindak sesuatu yang membuatmu celaka? Siapa yang akan membantu? Kenapa, sih, kamu malah setuju bertemu diluar? Kenapa nggak disini aja? Kan bisa aku sama Ibu yang kontrol!" cecar Karina sambil menggerutu kesal.Evelyn hanya menanggapi dengan senyuman, dia paham dengan kekhawatiran sahabatnya itu."Sudah ... Kamu tenang saja. Nggak mungkin juga dia berani bertindak yang membuat dia sendiri malu, kan? Apalagi ini
Read more
37
"Mamaaaa ... Maafkan, Elyn!" Evelyn terus meraung sambil memeluk tubuh Bu Maya, tak ia pedulikan bajunya yang terkena darah sang mertua. Dia menangis dan menjerit, membuat orang-orang yang ada disana menatapnya penuh iba."Neng, sabar, ya! Kita sudah menghubungi ambulance," kata seseibuk yang berada didekat Evelyn. Wanita itu mengusap-usap punggung Evelyn yang terus menangis, hingga suara mobil ambulance membubarkan orang-orang yang tadi berkerumun hanya untuk menonton, enggan menolong.Para petugas bergegas mengangkat tubuh Bu Maya yang sudah terkapar, membawanya masuk ke dalam mobil yang kemudian diikuti Evelyn dan salah satu warga yang tadi menghubungi ambulance."Neng, apa sudah menghubungi keluarga yang lain?" tanya warga yang ikut mengantar.Evelyn baru sadar, kemudian menggeleng pelan. Otaknya tiba-tiba saja buntu, entah karena melihat kondisi Bu Maya membuatnya tak mampu berpikir kesana.Dia bergegas mengeluarkan ponsel, kemudian menghubungi Bian dengan tangan yang sudah gemet
Read more
38
"Sabar dulu, Bi. Jangan mudah terbawa emosi, kalau memang ini rencana seseorang, sudah pasti kita sekarang sedang diawasi. Jangan bertindak gegabah, kita cari tau bersama siapa dalang dibalik ini semua. Kita coba untuk kumpulkan semua bukti, kalau sudah terkumpul baru kita bawa kasus ini ke meja hijau," ucap Pak Hendra berusaha menenangkan Bian.Bian menarik napas berkali-kali, dia mencoba menenangkan diri. Sang ayah benar, jika ini sudah direncanakan, sudah pasti si pelaku sekarang sedang mengawasi setiap tindak tanduk mereka. Mereka harus mencari tau pelan-pelan, hingga semua bukti terkumpul dan si pelaku dapat ditangkap.Derit pintu ruangan dan disusul dengan keluarnya dokter serta perawat mengalihkan perhatian mereka, Pak Hendra langsung menyongsong sang dokter untuk menanyakan kondisi sang istri."Bagaimana keadaan istri saya, dok? Dia baik-baik saja, kan?" cecar pak Hendra."Sabar, ya, Pak. Bu Maya masih kritis saat ini, dia mengeluarkan banyak sekali darah. Tapi, Alhamdulillah
Read more
39
"Perempuan sialan! Dari mana dia mengetahui rahasiaku?! Dan tentang Chika ... Arrgghhhh!" Marissa berteriak frustasi didalam mobil."Apa dia sudah memberi tahu Mas Bian, ya? Nggak! Kalau dia sudah memberi tahu, mana mungkin Mas Bian masih tetap menyayangi Chika? Hhh ... Aku harus cepat bertindak, jangan sampai keduluan perempuan itu lagi!" tekadnya penuh amarah.Marissa segera menginjak pedal gas, hingga mobil melaju meninggalkan kampung Evelyn. Dia melampiaskan kemarahannya dengan cara menambah kecepatan mobilnya, mobil yang dia tumpangi melaju kencang, membelah jalanan dan menyalip setiap kendaraan didepannya.Karina bertepuk tangan setelah kepergian Marissa tadi, dia berdecak kagum sambil memperhatikan Evelyn, sedang yang diperhatikan melengos dan pura-pura tak tau."Kamu beneran Evelyn, kan? Kerasukan j*n apa, nih? Ckck, tumben-tumbenan bisa ngelawan gitu. Tapi aku suka, sih! Orang kayak si pelakor itu emang mesti di skakmat sesekali. Biar kicep, tuh, mulut lemesnya." kata Karina
Read more
40
Marissa meninggalkan ruang perawatan Bu Maya, dia berlalu dengan wajah masam. Bian hanya memperhatikan sejenak, tapi kembali fokus dengan Fattan.Sedang Evelyn dan Karina sudah masuk ke ruangan Bu Maya, kedatangan keduanya mengejutkan Pak Hendra yang sedang membaca ayat suci Alquran disamping ranjang sang istri yang sedang terbaring lemah."Pa," sapa Evelyn menyalami tangan sang ayah mertua dengan takzim, kemudian diikuti oleh Karina dibelakangnya."Sehat, Nak?" tanya Pak Hendra hendak berdiri."Alhamdulillah, sehat, Pa. Papa duduk aja, biar Elyn dan Karin yang berdiri," Evelyn menahan Pak Hendra agar tetap duduk, karena di ruang itu memang hanya disediakan satu kursi untuk keluarga yang menunggu pasien.Pak Hendra menurut, dia kembali melanjutkan bacaannya. Evelyn berdiri disisi kanan Bu Maya, dia menggenggam tangan sang mertua yang dipenuhi berbagai macam alat, yang ia sendiri tak tau apa fungsinya."Ma, maafin Elyn, ya? Mama cepat sembuh. Kita semua menunggu kesembuhan Mama. Ada Pa
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status