All Chapters of IZINKAN IBU TINGGAL BERSAMAMU NAK: Chapter 31 - Chapter 40
54 Chapters
Musibah
"Masuk, Mas, Mbak. Maaf, kami nggak bisa jemput karena harus jaga anak-anak," ucap Arum yang sudah berdiri di depan pintu. "Kami bisa pulang sendiri, Rum. Nggak usahlah dijemput." Erwin tersenyum. Tanpa diminta Arum membantu membawakan tas berisi pakaian milik Diana. "Aku langsung pulang saja. Ke sini hanya mau jemput Deva dan Fara." Diana menarik tasnya dari tangan adik iparnya itu. "Iya, Rum. Kami langsung pulang saja biar Diana bisa istirahat. Terima kasih telah menjaga anak-anak kami dengan baik dan maaf telah merepotkan. Allah yang akan membalasnya karena sungguh kami tidak mampu melakukannya," ucap Erwin. Lelaki itu tersenyum sendiri. Ada rasa haru merasuki relung hatinya. Ternyata rukun dengan saudara itu rasanya tenang. Lelaki itu lalu menggandeng tangan Deva. "Aku nggak mau pulang, Pa. Mau di sini saja." Deva menggeleng. "Iya, Pa. Aku mau di sini saja. Banyak temen. Apalagi kalau sore ngaji bersama Salsa. Asyik." Fara sependapat dengan sang adik yang juga tidak mau pu
Read more
Salah Duga
Diana tersenyum, di meja makan kali ini tidak ada drama seperti sebelum-sebelumnya. Anak-anak makan dengan lahap dan diam meski menu yang disajikan hanya berupa nasi goreng dengan telur ceplok di atasnya serta beberapa irisan ketimun. Erwin yang memasaknya. Erwin dan Diana saling pandang menyadari ada yang berubah dari anak-anak. Berubah lebih baik tentunya. "Mama, kami berangkat ke sekolah dulu, ya. Assalamualaikum," ucap Fara yang diikuti oleh Deva. Dua kakak beradik itu sudah rapi dengan seragam sekolah. Keduanya mengulurkan tangan hendak menyalami Diana. Sementara Erwin sudah menunggu di luar untuk mengantarnya. Dahi Diana berkerut. Adegan seperti itu tidak pernah ada dalam rumah mereka sebelumnya. Anak-anak mau berangkat sekolah langsung berangkat tanpa ada yang berpamitan apalagi bersalaman padanya seperti itu. "Aku melihat Salsa selalu melakukan ini sebelum berangkat sekolah, Ma. Dan sekarang aku mau melakukannya," ucap Fara seolah tahu isi hati Diana karena sang mama mas
Read more
Sebuah Harapan
Muka Wirya memucat. Ditatapnya sang ibu yang baru saja mengusirnya. Namun, sesaat kemudian lelaki itu tersenyum. Dikoreknya telinga dengan ujung jari, berharap ia salah dengar dengan ucapan yang terlontar dari mulut Hanum. "Ibu, aku ini anakmu," ucap Wirya dengan tatapan mengiba. "Iya, kamu memang anakku. Empat puluh tahun yang lalu kamu adalah bayi mungil yang kulahirkan dan kubesarkan dengan penuh kasih sayang, tetapi nyatanya ini balasannya Kamu telah membuat ibumu ini malu, Wirya. Malu! Bisa-bisanya kamu tidur dengan wanita lain. Apa kurangnya Nella?" ucap Hanum dengan nada tinggi. Wanita itu menekan da danya yang bergejolak. Napasnya ngos-ngosan karena berbicara dengan tempo cepat. "Dengarkan aku dulu, Bu. Ini fitnah. Video itu nggak bener. Itu hanya editan!"Hanum tersenyum sinis. "Editan? Buat apa Bu Utami mengedit foto seperti ini segala?"Wirya menelan ludah. Digaruknya kepala yang tidak gatal. Dia merasa akan kalah saat berdebat dengan ibunya. "Baiklah, aku mengaku kalau
Read more
Keceplosan
"Terima kasih, Sayang." Jenny membuka amplop cokelat berisi tumpukan uang yang baru saja diterimanya dari Danu--seorang pria dewasa berwajah tampan yang membuat wanita itu terpesona. Tetapi bukan karena itu Jenny menerimanya melainkan karena uang ia punya. "Kapan-kapan aku mau lagi. Boleh?" Lelaki gagah itu membungkuk dan mendaratkan ci uman di kening Jenny. Jenny yang masih berada di tempat tidur dan menutupi tubuh polosnya dengan selimut itu tersenyum simpul dan mengangguk. "Tentu. Kalau kamu mau datanglah kapan saja. Asal jangan lupa ini." Jenny menautkan jempol dan jari telunjuk yang menimbulkan bunyi sebagai kode uang. Danu tertawa lebar. "Kalau hanya masalah itu, gampang. Aku bisa memberi berapa pun yang kamu mau asal aku puas. Apakah yang itu masih kurang? Hm?" Lelaki itu meraih dagu Jenny dan mendongakkan wajahnya lalu kembali mendaratkan bibirnya di bibir Jenny. Jenny tersenyum. "Untuk saat ini cukup, tetapi kalau nanti aku butuh, boleh minta lagi, kan?" "Apa sih yang
Read more
Dukungan
Jenny meronta dengan bibir terus memohon agar tangannya dilepaskan, tetapi Wirya tidak menggubrisnya. "Dengarkan aku dulu, Wirya. Apa untungnya jika aku di penjara? Toh, kamu juga sudah tidak bersama Nella lagi. Kalau aku sampai dipenjara gara-gara kamu, itu artinya kita berdua yang kalah. Aku dipenjara dan kamu tetap menjadi gelandangan. Sementara Nella bahagia dengan lelaki yang mau menerimanya dengan tulus nanti," Wirya menghentikan langkah. Pegangan tangannya mulai mengendur. Lelaki itu mencerna ucapan Jenny baik-baik. "Aku benar, kan? Dengan membawaku ke kantor polisi bukan berarti kamu bisa hidup bahagia dengan Nella?Justru Nella akan semakin membencimu karena aku membakar konter itu akibat kamu punya hubungan denganku." Jenny mengibaskan tangan bekas cengkeraman tangan Wirya yang meninggalkan jejak kemerahan. Dahi Wirya berkerut. Tangannya meraba dagu dan manggut-manggut. "Menyerahkan aku ke polisi, sama saja bun*h diri bagimu, Wir. Aku tinggal bilang ke polisi kalau kamu
Read more
Terbongkar
Jantung Jenny berdegup kencang berhadapan dengan dua orang pria gagah berseragam cokelat itu. Keringat dingin seketika mengucur di pelipis tanpa diminta. Wanita yang penampilannya tidak karuan karena memakai pakaian dengan tergesa itu menghela napas perlahan serta menekan dada perlahan untuk membuang rasa gugup yang menderanya tiba-tiba. "Selamat sore, Bu Jenny," sapa sang polisi seraya mengangkat tangannya dan meletakkan di pelipis sebagai penghormatan. "So--sore. Mau mencari siapa, ya, Pak?" Jenny gugup. "Kami dari pihak kepolisian mendapat tugas untuk menangkap Bu Jenny atas dasar membakar konter milik Bu Nella. Ini surat penangkapannya." Polisi itu menyerahkan amplop cokelat pada Jenny. Muka Jenny memucat dan tangannya gemetar saat menerima amplop cokelat itu. "Sa--saya membakar konter? Tidak, Pak. Saya tidak melakukannya," Jenny merem@s lalu melempar surat penangkapannya itu. Jenny menggigit bibir bawah. 'Si@l. Kenapa polisi bisa tahu? Apa mungkin Baron ketahuan dan dia n
Read more
Saatnya Tiba
"Ibu dengar kamu berjualan nasi goreng. Benar?" tanya Utami saat Erwin datang berkunjung dan mereka sedang berkumpul bersama di ruang keluarga. Erwin yang sedang minum tersedak mendengar pertanyaan ibunya. "I--iya, Bu, tetapi sepertinya nggak akan lanjut lagi." Lelaki itu nyengir. "Kenapa?" Utami, Nasrul, dan Arum kompak. Erwin memainkan jari tangannya. "Em, nggak laku, Bu. Aku nggak berbakat menjadi penjual nasi goreng seperti Nasrul. Bukannya untung malah buntung. Masa sehari yang beli hanya dua kadang tiga. Padahal aku memasak sudah sesuai dengan resep yang Nasrul berikan. Tombok terus.Aku nyerah." Nasrul tersenyum. Ingatannya kembali melayang pada kejadian beberapa tahun silam saat awal-awal dirinya baru mulai berjualan. "Di dunia ini tidak ada yang instan, Mas. Semua butuh proses. Aku dulu juga begitu. Di awal-awal juga nggak laku, tetapi aku nggak menyerah dan terus berusaha hingga bisa seperti sekarang," kata Nasrul. Lelaki pemilik mata teduh itu mengambil napas sebelum m
Read more
Kepergok
"Oh, indahnya hidup ini. Setiap hari hanya tidur dan makan. Aku merdeka. Ternyata berpisah dari Nella dan tidak punya rumah tidak se mengerikan yang aku bayangkan. Aku bahagia seperti ini. Bebas. Nggak ada yang marah-marah pulang terlambat dan tidak yang menyuruhku berangkat bekerja dan harus pulang membawa uang," ucap Wirya dalam hati. Lelaki yang kini sudah berstatus sebagai duda itu sedang menikmati makanan di rumah salah seorang temannya. Iya, sejak dia resmi bercerai dengan Nella, tempat tinggalnya berpindah-pindah dari rumah teman satu ke teman yang lainnya.Ronal dan Isma sang istri saling pandang melihat Wirya makan dengan lahap seperti tidak makan selama berbulan-bulan. Sayur dan lauk yang seharusnya cukup sampai malam sudah tandas hanya dengan sekali makan semenjak Wirya ikut tinggal di rumah mereka.Wirya bersendawa sebagai pertanda sudah kenyang. Lelaki itu mengambil segelas air putih lalu menenggaknya sampai habis. Dielusnya perut yang sudah terisi penuh. Wirya terse
Read more
Kecewanya Seorang Anak
Setelah keluar dari rumah Ronal, Wirya kembali luntang lantung di jalanan. Perutnya terus berbunyi sebagai pertanda minta diisi dengan segera. Dan dia hanya mengelus perutnya sambil meringis. Saat melewati pedagang ayam goreng di pinggir jalan, baunya yang harum menggelitik perut dan dia hanya menelan ludah sambil membayangkan menikmati lezatnya makanan itu saat dicocol saus tomat dan nasi putih hangat. "Copet! copet! Tolong!" seorang wanita cantik berteriak sambil berlari mengejar seorang pria berjaket hitam. Wanita itu tampak kesulitan berlari akibat sepatu hak tinggi yang tersemat di kaki jenjangnya.Wirya refleks menjulurkan kakinya di jalan sehingga membuat lelaki yang diyakini sebagai pencopet itu terjatuh. Kesempatan ini digunakan Wirya untuk mengha--jarnya. Terjadi perkelahian antara Wirya dan lelaki berambut gondrong itu. Meski babak belur, tetapi pertarungan itu dimenangkan oleh Wirya.Tas milik wanita itu berhasil ia ambil sedangkan sang pencopet akhirnya melarikan di
Read more
Sadar
Hanum tersenyum melihat mobil Nella mulai memasuki halaman. Namun, sesaat kemudian dahi wanita itu berkerut saat melihat wajah Tiara ditekuk. Wanita itu mengikuti langkah sang cucu setelah gadis itu men ci um punggung tangannya dengan takzim. "Cucu Oma kenapa? Kok cemberut gitu? Katanya habis jalan-jalan terus makan di restoran untuk merayakan hari ulang tahun? Senyum dong?" Hanum mencubit pipi Tiara yang sudah duduk di sofa dan dia ikut duduk di sampingnya. Tangan Tiara bersedekap. Gadis itu sama sekali tidak merespon ucapan omanya. Hanum menatap Nella dan memajukan dagu untuk memberi isyarat agar wanita itu mewakili menjawab pertanyaan yang dilontarkan pada sang cucu. Nella menghela napas. Lidahku terasa kelu saat harus mengucap nama lelaki yang sudah membuat anaknya bersedih, tetapi dia juga tidak mau membuat Hanum semakin penasaran jika tidak menjawabnya. "Tadi kami habis ketemu Mas Wirya, Ma," ucap Nella. Wanita itu menjatuhkan bobotnya di atas sofa. Matanya kembali memana
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status