All Chapters of Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa: Chapter 51 - Chapter 60
74 Chapters
Bab 49: Mimpi yang Menyakitkat
Kalila berlari sekencang mungkin, menginjak tanah berbatu-batu kecil. Sisi kanan dan kiri jalan setapak itu dipenuhi belukar yang tumbuh di sela pepohonan. Sinar matahari menembus melewati sela-sela dedaunan ditingkahi kesiur angin yang sesekali berembus pelan. Napas Kalila terengah dan kakinya ngilu-ngilu, tetapi ia tak berhenti walau sejenak. Detak jantungnya sudah tak karuan. Bayangan Wisnu dan Farhan diseret orang-orang tak dikenal mengisi rongga kepalanya. Kalila sebenarnya tidak tahu di mana dirinya berada. Ia hanya ingat seseorang menghentikan mobil yang ditumpanginya bersama Farhan dan Wisnu. Tiba-tiba Toyota Expander berwarna hitam menyalip dari sisi kanan dan mendadak berhenti di depan mereka dengan posisi melintang disusul turunnya lima orang bertopeng dan bersenjata.. Kalila tidak mengenal tempat itu. Jalan yang mereka lewati sudah beraspal, tetapi di sisi kiri dan kanannya seperti hutan atau mungkin kebun, entahlah Kalila tidak terlalu mengerti. Ada jalan setapak yang ha
Read more
Bab 50: Kedatangan Haiyan dan Gea
Ya, Allah, Lila, kamu pucat sekali, Nak." Bibi Farhan, Fatma menghampiri Kalila Diletakkannya kedua tangan di pipi Kalila. "Kamu sakit, Nak?" Kalila tersenyum. Diusapnya wajah dengan tissue basah agar lebih segar. "Nggak, Bi, cuma kurang tidur karena lembur." "Astaghfirullah. Apa di rumah sakit Farhan juga minta jatah?" "Bibi apaan, sih?" sahut Farhan cepat dengan muka memerah. Nasib jadi pengantin baru, selalu jadi bahan kelakar. Jangankan minta jatah, sejauh ini dia hanya bisa memeluk Kalila, tidak lebih. "Lembur belajar, Bi. Saya belum ujian skripsi." Kalila meringis. Pipinya seketika bersemu kemerahan. Dihelanya napas seraya berharap Bibi Fatma tidak melanjutkan candaan mesumnya. "Adek ini selalu aneh-aneh mikirnya." Zul, paman Farhan menyenggol Fatma dengan sikunya. "Orang sakit mana sempat mikir seperti itu. Bisa lekas pulang saja sudah seneng. Iya, kan, La?" Zul berujar bijak. "Namanya juga pengantin baru, Bang. Lagi pula ini kamar VIP. Mereka hanya berdua. Apa yang
Read more
Bab 51: Melepas Masa Lalu
Kalila terkesiap mendengar ucapan Haiyan. Jadi memang bukan perusahaan keluarga Mas Haiyan pelakunya. Berarti memang benar keluarga Atmaveda di balik semua ini.“Aku juga tidak pernah menuduh kamu pelakunya, Hai.” Di telinga Farhan, ucapan Haiyan terdengar seperti sebuah alibi untuk menyembunyikan sesuatu. Untuk apa Haiyan tiba-tiba berkata seperti itu. Seharusnya Andromeda mendengarnya dan membuka kembali peluang untuk menyelidiki keluarga Haiyan. Bukan tidak mungkin, pelaku yang menyerangnya dan Wisnu bukan orang yang sama. Jika Wisnu diincar Atmaveda, bukan tidak mungkin Mahesa yang mengincarnya.“Maaf, Pak. Saya hanya ingin menegaskan posisi saya.” Haiyan merasa tidak enak hati melihat perubahan raut muka dan nada bicara Farhan. “Ngomong-ngomong, apa pelakunya sudah tertangkap, Pak?” “Aku kurang tahu.” Farhan menjawab dengan malas seraya mengedikkan bahu. “Aku masih fokus memulihkan keadaanku dulu.” Suasana mendadak canggung karena Haiyan salah tingkah sementara di sampingnya Ge
Read more
Bab 52: Pengalaman Pertama
Melihat sikap Farhan, pipi Kalila sedikit memerah. Jangankan setelah berpakaian rapi, bangun tidur saja Farhan ganteng. Dia hanya terlalu gengsi untuk mengakui. “Sudah, Bang.” “Sekali-sekali suaminya dipuji, biar seneng. Nanti kalau dipuji perempuan lain gimana?” Farhan mengedipkan mata. “Barusan saya bilang sudah.” “Masa gitu doang.” Lagi, Farhan mengedipkan mata. “Bilang ganteng, cakep, apalah.” Kalila menelan ludah. Ia tidak keberatan memuji, tetapi kata-kata pujian itu seperti tersangkut di tenggorokan. “Ya, sudah kalau nggak mau muji.” Farhan memasang wajah kecewa. Diberikannya sisir pada Kalila. “I-iya, Bang, sudah cakep.” Huft, masa kayak gini juga diomongin. Dasar ngadi-ngadi.“Nah, gitu, dong.” Bibir Farhan melengkung lalu diletakkannya telunjuk di pipi. “Kenapa, Bang?” “Sekarang giliran kamu cium aku.” “Astagfirullah.” “Disuruh nyium suaminya malah istigfar. Nggak suka?” Kalila mengusap dahi dengan punggung tangan. Setelah menghela napas, ia berjinjit lalu mencium
Read more
Bab 53: Bukan Bayi Besar
Mendengar suara Farhan, Kalila berbalik. Ia tersenyum, kemudian mengambilkan segelas air putih hangat dan memberikannya pada Farhan. "Terima kasih." Sesaat, pandangan Farhan tertuju pada dada Kalila. Pria itu bisa melihat jika kaus yang dikenakan Kalila pada bagian lehernya membentuk huruf V dan cukup rendah, membuat riak di dalam tubuhnya semakin memanas. Jadi, dibawanya gelas ke kamar agar otaknya tidak berpikir lebih jauh. Sementara itu, Kalila kembali sibuk memanaskan sisa sayur semalam. Bibi Fatma memasak sangat banyak sehingga hari ini Kalila hanya perlu menghangatkan sup kacang merah, ayam asam manis, dan telur balado. Kalila cuma menggoreng tempe sebab makan tanpa tempe goreng hambar bagi Wisnu. "Sampai kapan kita tiarap, Han?" Wisnu menatap Farhan lurus-lurus. Ada jejak rasa kecewa di mata lelaki itu.Kalila yang sedang membersihkan meja dan membereskan peralatan makan diam-diam menajamkan pendengaran. Mereka bertiga baru saja selesai sarapan dan sang papa sudah membuka p
Read more
Bab 54: Makan Malam
Dear, Readers. Kita ke Andromeda dan Miranti dulu, ya. Semoga teman-teman tetap suka :-). Terima kasih sudah menemani Farhan, Kalila, Andromeda, dan Miranti sampai di sini :-)***Andromeda melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Setelah melewati sedikit perdebatan sengit dan dengan bantuan Bibi Fatma, akhirnya dia bisa memboncengkan Miranti, momen yang ia tunggu dan perjuangkan sampai nyaris kehabisan ide. Di mata Andromeda, Miranti tidak jauh beda dengan seekor burung liar. Kadang, ia terbang dan seperti tak sudi melihatnya. Sekali waktu, Miranti hinggap dan menggoda untuk ditangkap lalu ditawan di dalam sangkar. Membayangkan hal seperti itu kadang membuat otak lelaki Andromeda traveling. Jika sudah begitu, Andromeda akan menambah waktu jogging atau jam latihan taekwondo. Hanya dengan menyibukkan diri otaknya selamat.Cuaca malam itu cukup dingin. Belum terlalu larut, masih jam delapan, tetapi angin berembus cukup kencang. Beberapa hari terakhir, beberapa kali awan gelap menutup
Read more
Bab 55: Akhir Makan Malam
Tatap kesal Miranti bertemu dengan wajah cuek Andromeda. Miranti menyisipkan anak-anak rambut ke belakang telinga seraya membuang napas kasar. Entah kenapa, sebaik apa pun awal mula pembicaraan mereka, selalu berakhir dengan suasana tidak enak. Bagi Miranti, sikap dan nada bicara Andromeda tidak pernah menyenangkan, sangat berbeda dengan Bastian. Ah, lagi-lagi ia mengingat pria itu. Miranti mengembuskan napas kasar untuk kesekian kalinya. Diusirnya jauh-jauh sosok Bastian dari kepalanya. Miranti tidak tahu, mengapa semakin dilupakan, ingatan tentang Bastian justru semakin kuat mencengkeram. Ayolah, Mir, kamu sedang berhadapan dengan Andromeda. Jangan sampai kamu salah panggil. Bisa gawat kalau kamu menyebut nama Bastian di depan polisi menyebalkan itu. Dia akan punya tambahan amunisi untuk mengejekmu. Miranti meraup udara sebanyak mungkin. Pandangannya yang semula tertuju ke mangkuk kembali terfokus pada Andromeda. "Om Wisnu punya buktinya." Diabaikannya rasa tak sukanya kala meliha
Read more
Bab 56: Bayi Besar yang Tak Sabar
Farhan HabibiKapan pulangKalila yang baru saja duduk di pojok perpustakaan tersenyum geli membaca pesan Farhan. Baru tiga puluh menit meninggalkan rumah, sudah ditanya kapan pulang, seperti seekor burung yang tak sabar menanti induknya datang membawa makanan. Kalila PutriBaru juga nyampai, BangTadi saya sudah bilang, di kampus sampai presentasi kelarKalila meletakkan ponsel di meja kemudian mengeluarkan laptop dan notes dari ransel. Semalam, ia sudah menyusun draft rencana presentasi sehingga hari ini ia tinggal menyusunnya dalam format power point. Skripsinya mengambil Serat Centini sebagai sumber analisis dan diskusi. Ia sudah membawa manuskrip kuno itu dan meletakkannya juga di atas meja. Amunisinya sudah lengkap, termasuk minum dan camilan. Pagi itu, Kalila sudah siap tempur. Bekerja di perpustakaan kampus menjadi pilihan Kalila karena di rumah, Farhan sering sekali datang mengganggu. Ada saja yang diinginkan pria itu sehingga Kalila kehilangan konsentrasi. Belum lama Kali
Read more
Bab 57: Kemarahan Farhan
Miranti tercenung mendengar pertanyaan Kalila. Ia belum berpikir sejauh itu. Sejauh ini ia berpikir jika aksi mereka akan aman. Aksi di dunia maya tidak mudah diendus dan dibongkar. "Aku tidak mau kamu terseret dan jadi korban," lanjut Kalila. "Sejak aku membantu kalian, aku sudah masuk kasus ini, La. Tanggung. Kita selesaikan sekalian." "Aku tidak mau kamu mati." Kalila mengucapkan kalimat itu dengan suara bergetar. Membayangkan orang-orang di sekitarnya terbujur kaku sudah membuat hatinya ngilu. Sejak kasus ini terjadi, Kalila benar-benar merasa takut kehilangan dan melihat orang lain kesakitan. "Aku tidak akan mati kalau belum waktunya mati.""Semua juga tahu kayak gitu, Mir. Hidup dan mati memang urusan Allah." "Nah, itu tahu." "Masalahnya, apa yang akan kita lakukan ini mengundang bahaya. Kita sedang menghadapi seekor singa dan mereka bisa saja melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan pada Papa dan Bang Farhan." "Aku tahu. Tapi kita menyebar berita itu lewat akun a
Read more
Bab 58: Perang Dingin
Kaki Kalila maju selangkah. Dieratkannya genggaman tangannya pada Farhan. “Sebenarnya ….” Ia harus mencari kata yang tepat. Kalila tidak mungkin mengatakan kalau ia sangat terganggu dengan pesan Farhan. “Aku wa, telepon, karena perhatian. Khawatir kamu kenapa-kenapa. Kamu nggak pengen diperhatikan suami?"Embusan napas kasar keluar dari mulut Farhan. Ia benar-benar tersinggung dengan ulah Kalila mematikan ponsel. Farhan merasa diabaikan. Atau takut diabaikan? Entahlah. Farhan selalu khawatir setiap kali Kalila ke kampus. Ia berpikir jika Kalila pasti punya banyak teman laki-laki, terutama teman di teater Semut Merah. Ia sudah sering melihat Kalila duduk melingkar dengan banyak laki-laki. Ia juga beberapa kali melihat Kalila beradu peran dan mementaskan musikalisasi puisi, tentu saja dengan pria. Farhan yakin, satu dua di antara mereka bisa jadi menyimpan perasaan lebih pada Kalila, sebagaimana pernah terjadi pada Haiyan. Karenanya, Farhan selalu takut, selalu khawatir, bunga yang t
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status