All Chapters of Mantra Pemikat Sang Perawan Tua: Chapter 11 - Chapter 20
30 Chapters
Part 11 Hutan Cipelang
Bagian 11"Juragan tidak ingin menari bersama saya?" Ajakan menari dari Asih Sukesih tidak perlu diulang dua kali. Juragan Karta langsung menyambutnya dengan suka cita. Turun ke tengah arena, langsung nandak bersama Asih dengan penuh semangat. Keanehan yang tidak mungkin terjadi ternyata bisa terjadi. Juragan Karta yang sebagian orang tahu sangat membenci dan sering menghina Asih, kini terlihat berbeda 180 derajat. Dari sikap dan gerakannya saat menari jaipong, Juragan Karta terus saja memepet Asih, seolah olah tidak ingin perawan setengah tua itu jauh darinya. Dan tidak ada yang tahu mengapa Juragan Karta bisa dikenakan seperti itu, selain hanya Asih dan Narti. Satu per satu warga yang tadinya ikut berjaipong, mulai mundur meninggalkan arena. Menyisakan hanya Juragan Karta dan Asih Sukesih saja. Saking asyiknya mereka berdua seperti tidak sadar, sedang menjadi tontonan hampir seluruh warga Desa Kemangi. Dalam gigil, Sumi masih bisa melihat semuanya. Menyaksikan bagaimana suaminy
Read more
Part 12 Bukan Lawan Seimbang
Part 12Sabetan arit dari salah satu pemuda yang memang niatnya ingin mematikan karena dihantamkan ke arah kepalanya, dengan mudah berhasil Ikhsan hindari. Amarah remaja itu semakin meluap, kali ini sabetan arit dia arahkan ke leher dari Ikhsan, itu pun dengan mudah bisa Ikhsan elakkan. Jika dari gerakannya, pemuda di hadapannya ini sama sekali tidak memiliki ilmu bela diri, keberaniannya hanya karena membawa senjata tajam. Dua orang kawannya ikut mengurung Ikhsan, semua menatapnya dengan penuh kemarahan. Cukup kiranya bagi Ikhsan untuk bermain-main, dengan gerakan cepat yang tak terduga, Ikhsan langsung menerjang dengan tendangannya yang keras, menghantam dada pemuda yang pertama kali menyerangnya hingga jatuh terjungkal. Matanya melotot, mulutnya termagap-magap karena kesulitan bernafas. Satu orang lagi yang masih terkesima, kembali jatuh dengan hidung dan mulutnya langsung mengeluarkan darah. Pukulan keras Ikhsan menghajarnya dengan tanpa ampun, dan langsung berteriak kesakitan.
Read more
Part 13 Kehormatan dan Kebanggaan
Bagian 13Kedua perempuan yang salah satunya masih anak-anak terlihat celingak-celinguk, ada kesan ketakutan yang terlihat dari gerak-gerik mereka. Di tangan mereka terlihat seperti membawa bungkusan dari daun pisang, dan sepertinya kedua perempuan itu adalah yang selama ini selalu membawakan makanan untuk Nyai Sumi. Ikhsan keluar dari tempat persembunyiannya dengan membawa air dan beberapa buah-buahan hutan. Kedatangan Ikhsan cukup mengejutkan keduanya. Dua perempuan itu cepat-cepat ingin pergi dengan raut wajah yang ketakutan, seperti maling yang tertangkap basah. "Tenang, tenang, nggak usah takut. Abdi bukan orang jahat," ucap Ikhsan mencoba menenangkan mereka berdua. Perempuan yang lebih tua memberanikan diri bertanya kepada Ikhsan. "U-ubi dan singkong yang dimakan Nyai Sumi dipersembahkan dari, Akang?" Ikhsan mengangguk. "A-Akang, bukannya anak buah Juragan Karta'kan?" tanyanya lagi. "Bukan, abdi nte kenal Juragan Karta. Tadi kebetulan abdi lewat hutan, dan melihat ada pon
Read more
Part 14 Perintah Sang Kyai
Part 14"Maaf Yayi, apa perintah Yayi buat abdi?" tanya Ikhsan, setelah selesai bertanya wajahnya kembali menunduk. "Temui teman Yayi di Desa Kemangi? Maneh tahu Desa itu?" "Hanya pernah dengar, Yayi. Tapi Insya Allah pasti ketemu jika Allah mengijinkan.""Iya, San. Butuh waktu dua hari setengah bila ditempuh jalan kaki lewat jalan biasa. Tapi bisa lebih cepat jika lewat jalan pintas."Jalan pintas, Yayi?""Maneh bisa lewat Bukit Gumintang, turun bukit langsung Hutan Cipelang. Jika lewat jalan biasa, ya maneh harus memutari bukit dan hutan dulu, makanya lebih lama."Hanya tinggal mengikuti jalan setapak saja jika di Hutan Cipelang nanti, San?""Baik, Yayi, siap dipatuhi.""Setelah sampai Desa Kemangi, temui orang yang bernama Ki Sukron, tapi, San--" Ucapan Kyai Maksum berhenti, seperti ragu-ragu untuk melanjutkan. "Tetapi, kenapa, Yayi?""Ini tidak mudah, San. Ini tidak mudah, akan banyak hambatan nantinya yang akan kamu temui di sana.""Insya Allah, Yayi, semua akan mudah jika ada
Read more
Part 15 Usaha Maksiat
Bagian 15Ikhsan memberikan satu dari dua sarung yang dia punya kepada Nyai Sumi, dan meminta Nengsih untuk mengganti kain jarik yang banyak terdapat sobekan dengan pemberian sarungnya. Nengsih juga yang mengelap wajah dan tubuh Sumi dengan kain basah. Agar tidak menjadi penyakit karena kotoran yang terlalu lama menempel di tubuhnya. Nyai Sumi tidak melawan, tidak juga berbicara, hanya diam saja saat Nengsih membersihkan tubuhnya. Matanya menatap Ikhsan dan Nengsih dengan tatapan kosong, saat keduanya memberitahu akan meninggalkan gubuk ini dan kembali membiarkan Nyai Sumi sendiri. Semuanya sudah disiapkan, dari persediaan minum dan makanan. Ikhsan hanya berharap tidak ada lagi orang-orang seperti yang kemarin, yang akan mengganggu Nyai Sumi hanya untuk melampiaskan hasrat birahinya. Bukannya Ikhsan tidak berani melepaskan Sumi saat ini juga, tapi dia belum tau seluk beluk dan watak warga desa Kemangi. Dia hanya berjanji sesekali akan datang untuk membawakan makanan, dan membicaraka
Read more
Part 16 Hari Pertama di Desa Kemangi
Part 16"Tahan ...! Tahann ...!" Dari kejauhan, nampak seorang laki-laki tua dengan berlari tergopoh-gopoh, berteriak-teriak meminta agar perkelahian jangan sampai terjadi. Kedua centeng itu menoleh ke belakang, pria tua itu semakin mendekati."Tahan! Bahrun, Markum, ini saudara abdi, baru kali ini ke desa kita," jelasnya, dengan napas terengah-engah. Nampak sekali kelelahan. Ikhsan menduga, jika pria tua ini yang dimaksud oleh gurunya, kepala kampung Desa Kemangi, Ki Sukron. "Tapi anak muda ini kurang ajar, Ki, masa tangan aing dipukul," jawab si jangkung kurus yang ternyata bernama Markum. Tangannya masih memegang golok telanjang, begitupun dengan Bahrun. Ikhsan yang ingin menjawab tuduhan si Markum diberikan kode oleh Ki Sukron, agar diam saja. "Jika begitu, abdi mewakili saudara abdi meminta maaf kepada kalian berdua. Mohon dimaklumi, belum paham adat-istiadat di kampung kita," jawab Ki Sukron dengan merendahkan dirinya. Meminta kepada Ikhsan agar ikut sedikit membungkukkan ba
Read more
Part 17 Pandangan Pertama
Part 17"Eh, maaf, tadi nanya apa, Ki?" tanya Asih, yang sedikit tergagap karena mata dan pikirannya hanya menatap Ikhsan, membuat pertanyaan Ki Sukron jadi kurang terdengar. Dan kepala Dusun itu bukannya tidak tahu, jika gadis idaman Juragan Karta itu sedang sibuk memperhatikan Ikhsan. "Neng Asih sedang apa berada di luar malam-malam begini?" ucap Ki Sukron mengulangi lagi pertanyaannya. "Oh, itu, Ki. Sedang menunggu Narti. Tadi siang bilang ingin datang ke rumah. Sengaja menunggu di depan, gerah di dalam, Ki?" jawab Asih Sukesih, tapi terlihat jika ujung matanya mencuri-curi pandang terhadap Ikhsan yang hanya menunduk saja. "Ini siapa, Ki?" Asih mulai bertanya tentang Ikhsan, tatapannya pun kembali memperhatikan pemuda itu. Ikhsan langsung mengangkat wajah mendengar Asih menanyakan tentang dirinya. Sesaat, mereka saling bertatapan. Ikhsan langsung tersenyum, sementara Asih sendiri justru terlihat salah tingkah. Raut wajahnya nampak malu-malu. "Oh, ini saudara Aki, Neng Asih. Bar
Read more
Part 18 Permintaan Maaf
PELET DARAH KOTORPart 18Selepas sholat maghrib, Ki Sukron menjamu Ikhsan dengan makanan yang sederhana dan seadanya saja, sambil berkali-kali kepala Dusun itu meminta maaf karena tidak bisa menyediakan yang lebih dari itu, karena kedatangan Ikhsan yang terbilang mendadak. Aki Sukron tinggal bersama istrinya, Nyai Darmi dan putri bungsunya, Hartini, gadis remaja berusia 17 tahunan. Anak pertama dan kedua dari si Aki, dua-duanya lelaki. Mereka memilih untuk meninggalkan Desa Kemangi dengan pergi merantau, dan justru itu yang menjadi kerisauan sepasang suami-istri sepuh tersebut, karena semenjak pergi meninggalkan desa, belum pernah sekali pun mereka pulang. Hartini, si bungsu yang beranjak remaja, sesekali mencuri pandang terhadap Ikhsan. Murid dari Kyai Maksum ini memang seperti memiliki kharisma yang tidak semua lelaki punya. Pembawaannya yang tenang, terkesan berwibawa. Juga didukung oleh paras wajahnya yang tampan. Ustadz Ikhsan ini secara diam-diam, adalah Ustadz idaman para
Read more
Part 19 Hasil Merampok
PELET DARAH KOTORPart 19"Ki, Juragan Karta itu apakah warga asli Desa Kemangi juga?"Ki Sukron belum sempat menjawab, tiba-tiba anak gadisnya yang masih remaja, keluar dari ruangan dalam. Suara kriet karena pijakan kaki jelas terdengar. Mayoritas rumah di desa ini memang terbuat dari kayu, dan untuk alas panggungnya dibuat dari batang bambu yang dipotong tipis kemudian dianyam, biasa disebut dengan bilik.Hartini melempar senyum kepada Ikhsan, sambil meletakkan piring kaleng yang berisi tales kukus dengan taburan kelapa yang diparut. Gadis remaja itu terlihat sudah berganti baju, berbeda dengan yang tadi dia pakai saat Ikhsan baru datang. "Dicicipi tales, nya, Aa," ucap gadis itu dengan suara yang lembut. Ki Sukron sang bapak terlihat menggeleng-gelengkan kepala, melihat tingkah menggoda putri bungsunya terhadap tamunya. "Sumuhun, Neng," jawab Ikhsan, tersenyum tipis saja. Ki Sukron mulai menjawab pertanyaan Ikhsan setelah Hartini masuk kembali ke ruangan dalam."Juragan Karta seb
Read more
Part 20 Asih Sukesih
Part 20"Sampurasun, Akii?" Keduanya menoleh cepat ke arah asal suara, dan Ki Sukron yang menyebutkan nama tamunya tersebut. "N-Neng A-asih ...?"Terlihat oleh Ki Sukron dan Ikhsan, Asih datang dengan salah seorang babu yang bekerja di rumahnya, bukan dengan Narti yang tadi ada bersamanya. "Abdi, Aki Sukron," jawab Asih, menjawab sapaan dari si kepala Dusun desa mereka. Ki Sukron lantas turun dari panggung bambu, sementara Ikhsan sendiri tetap duduk bersila di tempatnya semula. "Aya naon, Neng, malam-malam berkunjung ke rumah gubuk, Aki?" Asih menoleh ke arah babunya yang berdiri sedikit di belakangnya, dan si babu melangkah maju sambil memberikan rantang yang bersusun tiga kepada Aki Sukron."Iye, Aki, kebetulan tadi si bibik di imah buat combro, katimus, sama surabi. Aki 'kan sedang ada saudaranya yang datang, Kang Ikhsan. Biar dicicipi bareng-bareng di sini," ucap Asih menjelaskan maksud kedatangannya. Ikhsan yang mendengar namanya disebut, apalagi sambil dibawakan kue-kue, di
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status