All Chapters of PENDEKAR MACAN TUTUL: Chapter 21 - Chapter 30
47 Chapters
PART 21
Saat melihat kehadiran Panji dan Ki Lugana, kuda-kuda itu tiba-tiba serentak meringkik dan berusaha untuk melepaskan diri dari kandang. Hal itu membuat para pengurusnya menjadi heran dan kebingungan. Bahkan Ki Arya Dhanu melihat kejadian itu langsung datang mendekat dan bertanya kepada para pengrus kuda kenapa tiba-tiba kuda seperti ingin berontak seperti itu? “Kami juga tahu, Ki Arya. Tiba-tiba mereka seperti itu.” Tanpa sepengetahuan siapa pun, saat itu Panji Jagat sengara memunculkan Ilmu Malih Rupanya, sehingga kuda-kuda itu melihat sosoknya sebagai seeokor macan tutul yang siap menerkam mereka. “Ki Arya,” ucap Panji Jagat, “bolehkan saya mendekat ke kandang itu? Mungkin saya dapat menenangkan kuda-kuda itu.” “Hm?” Ki Arya Dhanu menoleh kepada Panji Jagat dan menatapnya sesaat dengan dahi mengerut. “Kamu pernah memelihara kuda juga, Panji?” “Belum pernah memelihara dalam bentuk dikandang seperti ini, Ki, hanya dilepas umbar begitu saja di padang lal
Read more
PART 22
Tepuk tangan pun makin menggemuruh. Pegawai istana pun makin banyak yang berkerumun karena ingin menyaksikan peristiwa yang langka itu. “Baiklah, Sahabatku, sekarang angkat kedua kaki depanmu tinggi-tinggi sembari meringkik yang keras!” pinta Panji lagi, yang lagi-lagi diikuti oleh sang kuda. Kuda itu pun mengangkat tinggi-tinggi kedua kaki depannya sembari mengeluarkan ringkikan yang yang keras. Untuk yang kesekian kalinya tepuk tangan kembali bergemuruh. Kali ini malah diselingi dengan teriakan-teriakan yang menyebutkan nama Panji Jagat. Panji turun dari punggung sang kuda dan memintanya dengan bahasa pikiran agar ia kembali ke dalam kandang. Kuda itu pun patuh dan kembali masuk ke dalam kandang dengan sendirinya. Selesai menyajikan kepiwaiannya yang luar biasa itu, Panji Jagat menghadap ke seluruh orang-orang yang menyaksikan lalu memberi tabik hormat sembari menundukkan kepalanya. Tepuk tangan yang disertai teriakan-teriakan menyebut namanya kembali memb
Read more
PART 23
“Angger tahu tentang mendiang Gusti Prabu Kertadana?” Pertanyaan Ki Arya Dhanu itu membuat Panji Jagat sedikit kaget dan menatap wajah laki-laki itu sesaat dalam diam. Namun kemudian ia tersenyum dan menjawab, “Tentu saya tahu, Ki. Mendiang kakek saya suka bercerita tentang Gusti Prabu Kertadana. Menurut cerita kakek saya dulu, Gustri Prabu Kertadana adalah seorang raja yang adil dan bijaksana.” “Hm.” Ki Arya Dhanu manggut-manggut dan tersenyum. “Apa yang diceritakan oleh kakekmu itu benar adanya. Hampir segenap rakyat di kerajaan ini sangat berduka ketika beliau mangkat. Bahkan kuda kesayangan beliupun sepertinya sangat berduka dan terpukul atas kehilangan tuannya.” “Lalu di manakan kuda itu dikandangi, Ki?” “Kandangnya sengaja dibuat di luar lingkungan istana, di kandang utama kerajaan, tapi tetap terawat dengan baik. Kuda itu akan seperti sangat marah jika ada orang asing yang mendekati kandangnya, apalagi memasukinya,” cerita Ki Arya Dhanu. Lalu bertanya
Read more
PART 24
Si Kuda Gila yang kini dinamai oleh Panji Jagat dengan Kuda Hebat langsung keluar dan langsung meletakkan lehernya pada lehernya Panji Jagat. Ki Arya Dhanu dan semua yang menyaksikan langsung terkagum-kagum menyaksikan pemandangan yang luar biasa itu. Bagaimana bisa si Kuda Gila yang terkurung bertahun-tehun dan suka mengamuk itu bisa menyambut Panji Jagat seperti seseorang yang sedang menyambut sahabat lamanya yang hilang? “Ke manakah Tuan Muda selama ini sehingga baru muncul sekarang?” tanya Kuda Hebat. “Ceritanya panjang,” jawab Panji Jagat. “Tapi aku berjanji untuk menceritakannya padamu di lain kesempatan. Saat ini aku butuh bantuan kamu, Kuda Hebat.” “Apa yang Tuan Mudaku butuhkan padaku?” “Kemarin aku menunggang kuda remaja dan memintanya untuk melakukan seperti yang aku lakukan. Rupanya kedua pangeran istana penasaran dan ingin menyaksikan aku melakukan pertunjukan itu lagi. Tetapi ia menginginkan aku menunggangmu. Bagaimana menurutmu, Kuda Hebat?”
Read more
PART 25
Melihat kemunculan kuda yang bertubuh besar dan tinggi dan penunggangnya itu, seluruh penyaksi langsung menyambut dengan tepuk tangan dan teriakan-teriakan senang yang membahana. Panji jagat meminta Kuda Hebat untuk berlari ke depan Rumah Tajug, di mana keluarga istana sedang menyaksikan. Si Kuda Hebat langsung berlari indah ke arah yang dipinta. Ketika telah berada tepat di hadapan keluarga agung itu, Panji Jagat meminta Kuda Hebat untuk meringkik sekencang-kencangnya sembari mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi. Si Kuda Hebat melaksakannya dengan baik. Melihat itu, Gusti Prabu sekeluarga dibuat tertawa dan memberikan tepukan tangan. Hal serupa pun terjadi pada segenap penonton. Selanjutnya Panji Jagat berkata, “Ayo, Kuda Hebat, lari sekencangmu mengelilingi halaman istana ini.” Teriakan Panji Jagat itu dimengerti juga oleh Si Kuda Hebat, lalu diikutinya. Kuda Hebat berlari kencang. Pada saat itu tiba-tiba Panji Jagat menjatuhkan dirinya ke sampi
Read more
PART 26
Siang itu Ki Arya Dhanu mengajak Panji Jagat ke bagian belakang istana. Saat itu sedang terjadi kesibukan dari para abdi dalem istana. Menurut Arya Dhanu, beberapa hari ke depan akan ada hajatan besar dalam lingkungan istana. Gusti Prabu akan menikahkan adik perempuannya dengan seorang pangeran dari sebuah kerajaan di Pulau Swarnadwipa. Tampaknya di tempat itu akan dijadikan sebuah pawon (dapur) besar untuk mengolah berbagai masakan untuk para tetamu undangan yang entah berapa jumlahnya. “Kamu bantu-bantulah di sini, aku akan tinggalkan sebentar,” ucap Ki Arya Bentu kepada Panji Kagat lalu keluar kembali dari lingkungan itu. Panji Jagat akan membantu untuk melakukan apa pun seperti yang dilakukan oleh para laki-laki saat itu. Ternyata di situ juga ada Ki Bendut juga. Laki-laki itu sedang membelah potongan-potongan kayu untuk dijadikan kayu bakar dengan membelakanginya. “Selamat siang, Ki Bendut.” Laki-laki itu menghentikan ayunan kampak besarnya dan
Read more
PART 27
“Sebenarnya,” sahut Ki Bendut, “si penderita adalah salah satu selir dari Gusti Prabu. Bahkan bisa dikatakan sebagai selir utama.” Sedikit kaget Panji Jagat mendengar kabar itu. Ia hendak mengatakan sesuatu, tapi tiba-tiba pandangannya menangkap bayangan seorang wanita di dalam kamar bangunan yang berpondasi tingi itu. Ternyata sejak tadi wanita dengan rambut yang awut-awutan itu seperti mengintai ke arahnya. Tapi saat ia balik menatap, wanita yang katanya sedang sakit lama itu langsung mengelakkan wajahnya ke samping. “Ada apa?” tanya Ki Arya Bendut. “Eh, itu, Ki. Saya melihat, seakan-akan wanita dalam kamar itu terus mengintai ke arah saya sejak tadi, Ki Bendut,” bisik Panji Jagat kepada Ki Bendut. “Apa iya?” Ki Bendut bertanya balik sembari mengarahkan pandangannya ke arah jeruji jendela. “Ah, Dik Panji salah lihat mungkin? Dia sangat takut untuk melihat manusia lain. Satu-satunya manusia yang boleh masuk ke dalam kamarnya adalah ...” Ki Bendut
Read more
PART 28
“Oh ... tidak ada-apa, Ngger,” sahut Ki Arya Dhanu tanpa mampu menyembunyikan kegugupannya. Sejak saat itu sikap Ki Arya Dhanu menjadi berbeda dari biasanya. Ia seperti orang yang gundah dan suka merenung. Bila ada yang mengajaknya bicara, hanya disahuti secukupnya saja. Selebihnya ia suka diam-diam memperhatikan Panji Jagat dengan tatapan aneh. Tampaknya, tanda lahir yang dilihatnya pada punggung Panji Jagat tempo hari yang menjadi penyebab perubahan sikapnya. Tanda lahir yang ada di punggung Panji Jagat sama persis tanda lahir yang dimiliki oleh Pangeran Sandaka, dan itu membuatnya berfirasat kuat, bahwa Panji Jagat sesungguhnya tak lain adalah sang pangeran yang pernah ia buang di sebuah jurang kurang lebih dua puluhan tahun yang lalu. “Jika memang keduanya adalah orang yang sama, maka bagaimana bisa ia selamat?” pikirnya Ki Arya Dhanu. Dulu, ia benar-benar telah melempar bocah itu ke mulut jurang terjal dan dalam. “Dulu aku sangat yakin, bahwa Pangera
Read more
PART 29
Kedua mata Ki Arya Dhanu kembali berkaca-kaca, pandangannya kosong di arahluruskan ke depan. Ia pun mulai bercerita: “Sebenarnya, kematian Gustri Prabu Kertadana Adijaya bukanlah karena sakit yang alami, tetapi akibat diracun.” Wajah Panji Jagat sontak menoleh. “Diracun? Siapakah manusia biadab yang membunuh ramaku!” “Nayosoma,” jawab Ki Arya Dhanu. “Dia tak lain adalah Prabu Natanala.” “Jadi manusia iblis itu adalah Prabu Natanala? Bangsat biadab!!” umpat Panji Jagat penuh amarah. Kepalan tangan kanannya langsung menghantam tanah di sampingnya. Bumi di sekitar terasa bergetar. “Benar, Gusti Pangeran. Nayasoma adalah manusia berbulu domba. Dia sangat pandai menjilat dengan tutur katanya yang teratur dan menghanyutkan, padahal ia tak lebih dari sosok Durna, sehingga tak heran jika ia sebagai orang yang sangat dipercaya oleh Gusti Prabu Kertadana. Ia adalah seorang mahapatih, namun sekaligus sebagai penasehat utamanya mendiang Gusti Prabu Kertadana
Read more
PART 30
Pagi itu istana Kerajaan Gundala terjadi kegemparan. Ki Sulaksana, sang kepala juru masak istana, tewas di kediamananya yang terletak di bagian timur lingkungan istana. Laki-laki yang berusia lima puluh tahun itu tewas dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Tubuhnya tercabik-cabik seperti terkena cakaran brutal dari seekor macan. Bekas percikan darahnya memenuhi kamar tilam pembaringannya. Mendapati kenyataan itu membuat murka Prabu Natanala. Beliau langsung memerintahkan bhayangkara kerajaan untuk menyelidiki penyebab terbunuhnya juru masak kepercayaannya itu, dan segera menangkap pelakunya. Beliau bersumpah akan menghukum sang pelaku dengan hukuman yang belum pernah disaksikan oleh segenap rakyat Kerajaan Gundala sebelumnya. Dari hasil penyelidikan pihak penyelidik bhayangkara kerajaan diperoleh sebuah fakta, bahwa tak ditemukan bekas kerusakan apa pun pada wisma kediaman sang korban. Lalu siapa pelakunya? Manusiakah atau sesosok siluman? Tapi kepala tim peny
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status