All Chapters of Jodoh Dikejar, Kau Kudapat: Chapter 21 - Chapter 30
69 Chapters
Kita Harus Bicara
"Duh, paling males deh kerja sama orang galau."Gendis yang menjadikan lengannya sebagai bantal tuk ia tidur di meja kerjanya melirik ke arah Alina, karyawan yang paling ia percaya. Selain menjadi seorang karyawan, Alina juga merupakan sahabat Gendis. Bibir Gendis mengerucut sebal. Alina tak tahu saja jika Gendis merasa hidup tak lagi berarti. Tidur tak nyenyak makan pun tak selera. Rasanya Gendis seperti orang kehilangan akal sehatnya. Ia hanya ingin rebahan di kasur sambil membayangkan nasibnya yang mengenaskan. "Ngomong mah gampang, Lin. Kamu mana ngerti rasanya orang galau? Pacaran aja nggak pernah," kata Gendis penuh penghakiman. Gendis membeberkan kebenaran mengenai Alina yang sampai di usianya yang menginjak seperempat abad perempuan itu sama sekali belum pernah berpacaran. Kalaupun Alina menaruh hati dengan lawan jenis, perempuan itu menganggam sebagai rasa lagunya semata atau yang lebih parahnya lagi Al
Read more
Aku Bukan Lelaki Pilihan Ibumu
Gendis meremas kedua jemarinya yang saling bertaut. Perasaannya begitu gusar ketika Gala tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Jujur saja, Gendis bingung dengan apa yang kini ia rasakan. Ia senang ketika Gala akhirnya menyanggupi untuk bertemu dengannya. Namun, ia juga takut kalau Gala tak percaya dengan apa yang ia katakan nanti. Rooftop Onilicius. Di tempat inilah Gendis menunggu Gala. Padahal perempuan itu sudah menawari Gala agar bisa bertemu di luar yang jaraknya tak begitu jauh dengan kantor Gala. Akan tetapi lelaki itu menolak secara halus dan berakhir dengan Gendis yang mengalah. Gendis berjalan ke arah tembok pembatas tuk menengok kedatangan Gala. Barangkali lelaki itu baru saja tiba. Ia tak berpikir jika Gala memberi kabar pertemuan ini baru sekitar 20 menit yang lalu. Sedangkan waktu tempuh kantor Gala dan toko kue miliknya kurang lebih sekitar 30 menit. Itupun kalau jalanan ibukota bisa diajak kerja sama. 
Read more
Mimpi Buruk
"Dan kamu rela aku sama orang lain?"Pertanyaan itu bagai sembilu yang menghujam jantung Gala. Sakit tapi tak berdarah. Dadanya terasa sesak ketika membayangkan Gendis bersanding dengan laki-laki lain. Jika ditanya apakah Gala rela? Maka ia akan dengan senang hati mendengungkan jika dirinya tak rela. Namun, sampai Ibukota Indonesia sudah benar-benar pindah ke Balikpapan pun, Gala tetaplah bukan lelaki pilihan Fatma. Lantas apa yang harus Gala lakukan? Mau tak mau. Suka tak suka. Gala hanya akan menjadi penonton di pernikahan Gendis kelak. "Mas, jawab!" cecar Gendis tak sabaran. Ia tentu saja menanti jawaban Gala dengan harap cemas. Bagaimana jika Gala mengatakan jika rela melihat dirinya bersama laki-laki lain? Sanggupkah Gendis mendengar kata tersebut. "Aku...." Gala menjeda kalimatnya, tak tahu harus menjawab apa, "Kamu pasti bahagia sama dia, Dis."Gendis mendengkus mendengar jawaban Gala
Read more
Bukan Urusan Kamu
"Mas Gala."Suara Gendis yang lantang di tengah keheningan yang menyelimuti ruangan bernuansa peach itu membuat Alina tersentak kaget. Ia menatap Gendis dengan horor. Ia penasaran namun Alina merasa waswas pada perempuan yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri. Wajah cantik Gendis terlihat begitu satu. Bibirnya pun nampak pucat pasi. Belum lagi butiran peluh sebiji jagung yang sangat kentara mengaliri wajahnya. "Kamu kenapa, Dis? Kamu mimpi buruk?" tanya Alina perlahan. Ia berjalan ke arah Gendis yang terengah seperti baru saja selesai lari maraton. Alina dengan begitu telaten menyodorkan segelas air minum pada Gendis ketika perempuan itu tak kunjung menjawab pertanyaannya. "Minum dulu nih, Dis!""Thanks, Lin," kata Gendis lirih saat menerima gelas yang diberikan Alina lalu menyesap isinya perlahan. Berat Gelas tak seberapa, akan tetapi Gendis merasa gelas yang isinya hanya separuh itu sudah seper
Read more
Jangan Bilang-bilang
Dea menatap wajah Gala yang terlihat sayu. Hatinya merasa sakit melihat anaknya tergolek di ranjang rumah sakit. Jika saja ia bisa menggantikan posisi Gala, Dea pasti akan melakukan hal tersebut. Ia bahkan rela menukar nyawanya demi anak-anaknya. Tak akan Dea biarkan anaknya merasakan penderitaan. Meski hal tersebut rasanya begitu mustahil. Segala sesuatu yang terjadi di hidup ini sudah diatur sedemikian rupa. Ia tak bisa mengelak jika suatu hal buruk terjadi di hidupnya. Pun ketika ia yang sedang merawat tanamannya mendapat kabar jika Gala mengalami kecelakaan. Kabar tersebut membuat syaraf motoriknya seolah berhenti. "Gala, bangun dong, Nak!" Dea membawa tangan Gala tuk kemudian ia tempelkan di pipinya. Hawa dingin dari tangan Gala mulai menyadari kulitnya yang halus. Gala memang belum sadar semenjak kecelakaan.Mobil Gala peyok karena menabrak pembatas jalan. Ia mengalami luka ringan di dahi sehingga harus di
Read more
Kemana Harus Pulang?
Dana menatap Gala dengan tatapan yang sulit diartikan. Perempuan itu masih tak tahu apa yang telah dialami oleh sang Kakak. Meskipun mereka tinggal satu rumah  keduanya jarang sekali bertemu. Gala berangkat di saat Dana masih menyelami alam mimpinya. Pun ketika Gala pulang dari kantor ketika sang Adik sudah terlelap dalam mimpinya. Itulah mengapa Dana tak tahu apa yang telah terjadi pada Gala. Ia minim informasi. "Kenapa emangnya?""Tinggal nurut aja apa susahnya sih, Na?" Dana mendengkus. Ia tak terima dengan permintaan Gala. Jika meminta sesuatu bukankah harus ada sekedar alasan tuk melakukannya? Seperti halnya ketika Gala meminta Dana untuk tak memberitahu keadaannya saat ini. Dana merasa harus ada alasan dibalik permintaan sang Kakak yang menurutnya... tak masuk akal. Semua harus ada alasan yang tepat Itulah prinsip Dana. Ia tak mau melakukan sesuatu dengan grusa-grusu. "Udah d
Read more
Terlalu Fokus Pada Kesedihan
Menunggu adalah suatu hal yang paling menyebalkan. Apalagi jika tak ada sesuatu kegiatan yang bisa menjadi kita lupa akan waktu. Jika menunggu sambil mengerjakan sesuatu, waktu akan terasa singkat. Kita tak akan sadar bahwa kegiatan yang membosankan itu terlewati dengan begitu cepat. Untuk itu Dana yang merasa bosan ketika menunggu Gala yang entah memang tertidur atau hanya memejamkan mata. Yang jelas, Dana merasa perlu mencari kegiatan agar ia tak terpaku pada hal monoton dan tak ia sukai. Dana berpamitan pada Gala untuk pergi ke minimarket yang ada di seberang rumah sakit. Ia akan membeli beberapa makanan ringan juga minuman kesukaan. Mungkin dengan memakan camilan ia bisa menghabiskan waktunya saat menunggu sang Kakak. Dengan tangan yang penuh dengan segala macam makanan ringan, Dana berjalan menuju kulkas yang ada di ujung ruangan. Saat itulah ponselnya meronta meminta di sentuh. Dana mencari benda pipih yang ada di clutchnya t
Read more
Perasaan Seperti Kamuflase
Tak ada yang bisa Dana perbuat saat ini ketika Gendis memaksa melihat keadaan Gala. Meskipun ia sudah mengatakan jika kondisi Gala sudah baik-baik saja. Meskipun ia mengatakan jika Gala sedang beristirahat saat ini. Semua itu tak mengubah niatan Gendis tuk melihat kondisi lelaki yang menempati hatinya. Mau melarang pun Dana juga tak punya kuasa. Siapa dia sampai harus melarang Gendis? Selain itu Dana pun cukup mengerti 'keinginan' Gendis. Kalau saja ia berada di posisi Gendis, mungkin saja ia juga akan memaksa seperti apa yang dilakukan kekasih Kakaknya tersebut. Dana sudah pasrah jika nanti Gala akan marah kepadanya. Toh, ini bukan sepenuhnya adalah kesalahannya. Kalau saja ia tahu jika Gendis ada di minimarket tersebut, Dana pasti akan lebih menjaga ucapannya. Dana mencoba menyamai langkah Gendis yang berjalan cepat. Kaki jenjang Gendis membuat langkahnya cukup lebar. Padahal jika dipikir-pikir perempuan itu juga belum tahu di kamar mana Gala
Read more
Sesuatu yang Tak Bisa Dikontrol
Gala tak bisa mengelak ataupun menolak persyaratan yang diajukan oleh Gendis. Dirawat oleh orang yang berarti di hidupnya tentu saja menjadi 'obat' paling mujarab bagi Gala. Lelaki itu tak menampik jika hatinya teramat senang dengan adanya Gendis di sisinya. Gendis layaknya vitamin yang menambah sistem imunitas tubuhnya meningkat. "Kamu tadi mau kemana sebenernya? Kamu beneran nggak sengaja ketemu sama Dana di minimarket depan?" Gendis sedang mengusap jeruk yang ada di meja samping ranjang Gala. Untuk sejenak keduanya seakan melupakan perbedaan 'status' mereka saat ini. Mereka sangat menikmati waktu berdua tanpa adanya 'pengganggu' di sekitarnya. Dana minta izin untuk pulang saat tahu jika Gendis akan membantu merawat Gala. Ia malah senang sebab merasa jika akan menghirup udara kebebasan. Menunggu adalah suatu pekerjaan yang membosankan. Badan Dana sudah pegal-pegal karena hanya duduk dan tiduran di sofa kamar rawat Ka
Read more
Gala Adalah Segalanya
Gendis mempercayai ucapan yang mengatakan ada hikmah dibalik sebuah kejadian. Kecelakaan yang dialami Gala memberi hikmah berupa kebersamaan yang ia rasakan ditengah keluarga Gala. Ia memang sudah mengenal dekat semua keluarga Gala. Semua menerimanya dengan tangan terbuka. Bahkan Gendis merasakan kasih sayang yang didapat dari Dea sama besarnya dengan kasih sayang yang ia dapat dari Fatma–Mamanya.Dering ponsel yang berasal dari dalam tas Gendis menginterupsi percakapan. Gendis berjalan tuk mengambil benda pipih yang sudah merongrong meminta disentuh. Nama Alea muncul sebagai sumber kebisingan ponselnya. "Kamu dimana sih, Dis? Kok nggak sampai-sampai?"Omelan Alea sontak membuat Gendis menjauhkan ponsel dari telinganya. Kupingnya terasa pengang sebab suara Alea begitu keras. Gendis sampai takut kalau gendang telinganya robek karenanya. Belum sempat mengucapkan salam saja Alea sudah mencak-mencak tak karuan. Hal tersebut memb
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status