Semua Bab Jodoh Dikejar, Kau Kudapat: Bab 51 - Bab 60
69 Bab
Gaun Pilihan
"Gaun ini kayaknya cocok buat kamu deh, Babe."Gendis menoleh ke arah sumber suara dimana Jalu sedang memperlihatkan gaun pengantin berwarna pink. Gaun itu sangat cantik dan dipastikan akan kontras dengan kulit Gendis yang putih. Gaun itu juga rancangan desainer terkenal dan sering berseliweran di televisi. Tak ada yang cacat sedikitpun dari gaun tersebut. Apalagi jika dibuat khusus dari tangan Maya Ratri–desainer yang sering dipakai para artis dan istri pejabat. Hanya saja gaun tersebut memiliki potongan dada yang cukup rendah. Satu hal yang perlu diketahui bahwa Gendis tak suka mengumbar tubuhnya pada orang lain. Apa jadinya jika ia memakai gaun tersebut sehingga memperlihatkan dadanya pada semua tamu? Sungguh Gendis tak pernah membayangkan hal itu di kepalanya. Selain itu sesuatu yang tak Gendis sukai dari gaun tersebut adalah warnanya. Meski dirinya seorang perempuan tetapi ia tak cukup menyukai warna pink. Gendis lebih suka warna-warna net
Baca selengkapnya
Rusuh
"Mas temenin aku nyari kado, yuk!"Gala mendongak ke arah pintu ruangannya dimana Cendana baru saja masuk (tentu saja tanpa mengetuk pintu terlebih dulu) dan berjalan dengan santainya. Gala masih menatap Dana yang langsung duduk dan merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di ruang kerjanya. Dana terlihat tak peduli dengan tatapan sang Kakak yang begitu lekat. Ia bahkan tak merasa bersalah sedikit pun dengan apa yang saat ini ia lakukan. Tak habis pikir dengan kelakuan Dana. Padahal ini di kantor Gala bukan di rumah. Namun, perempuan itu selalu saja tak bisa memilah situasi dan kondisi sekitarnya. "Kamu kalau ke sini cuma mau bikin rusuh mending pulang sana deh, Na!" ujar Gala gemas. Sampai kapan Dana bisa menjadi perempuan yang penurut sih? gumamnya. Gala kembali memeriksa pekerjaannya yang sempat terdistraksi karena kedatangan Gala. Ia tak mau membuang waktunya begitu saja. Apalagi untuk meladeni Dana yang pastinya bisa mengurus dirinya sendiri. Sambil m
Baca selengkapnya
Pertemuan yang Disengaja
"Oh, aku inget kalau belum makan. Pantes aja pusing." Dana dengan polosnya memberitahu jika dirinya pusing karena belum sempat makan. "Astaga, Na." Dana menarik kedua sudut bibirnya. Menampilkan deretan giginya yang putih. "Makan dulu yuk, Mas, kalau gitu," usul Dana yang tentu saja mendapat penolakan dari Gala. Waktunya sudah terbuang percuma. Itulah yang ada di pikiran Gala saat ini. "Nggak! Kamu cepetan aja beli kadonya. Setelah itu kita pulang dan kamu bisa makan di rumah," tukas Gala sarkas. Bibir Dana cemberut. Ia memutar otak supaya sang Kakak mau diajak makan lebih dulu. "Mas Gala tega biarin aku kelaparan? Kalau aku pingsan yang repot juga Mas Gala sendiri lho nanti."Gala mendengkus pelan. Kenapa juga ucapan Dana harus bener sih, gumamnya. "Ya, udah. Ayo." Gala akhirnya mengalah, "Tapi nggak pakai lama.""Siap, Boskyu."Dana menarik tangan Gala tuk memasuki En Dining–restoran Jepang yang merupakan restoran favorit mereka.
Baca selengkapnya
Perasaan Apa Ini?
"Jadi, kamu satu kantor sama Dana ya?" tanya Gala sambil menggulung ramennya dengan sumpit lalu memasukkan ke dalam mulutnya. Shiren, perempuan yang siang ini dijadikan 'tumbal' oleh Dana mengangguk pelan. Pertemuan dadakan ini ternyata tak seburuk yang Gala bayangkan. Sampai saat ini ia maupun Shiren terlihat nyaman-nyaman saja bercerita ngalor-ngidul dengan pembahasan yang random tentunya. Shiren adalah perempuan yang humble, mudah bergaul, dan ramah. Perempuan itu sangat mudah membaur dan juga nyambung ketika diajak berbicara. Itulah yang membuat Gala maupun Shiren mudah akrab satu sama lain. Shiren mengusap bibirnya dengan tisu sebelum berkata, "Iya, bedanya aku kerjanya outdoor."Kening Gala berkerut ketika mendengar penuturan dari Shiren. Lelaki itu hendak bertanya tetapi Shiren yang sepertinya tahu jika Gala kebingungan pun lebih dulu membuka suaranya. "Iya, aku tugasnya ngeliput berita. Nyari topik di luar kantor yang nantinya bisa dipublish Kalayak,"
Baca selengkapnya
Saling Menyakiti
"Hari ini aku udah izin sama Tante Fatma mau ajak kamu jalan-jalan."Gendis menoleh dengan cepat hingga tulang lehernya terdengar berderak ketika Jalu lagi-lagi membuatnya ingin mengumpat. Ia sudah lelah diatur bakal boneka oleh Fatma. Semuanya sudah diatur oleh Fatma. Pertunangan (dadakannya), fitting baju pengantin, bahkan sekarang ia juga 'diatur' untuk pergi bersama Jalu. Dan hal itu membuat Gendis merasa lelah. Jujur, Gendis ingin sekali hidup tanpa adanya aturan. Ia juga ingin merasa kebebasan. Padahal di negara ini sendiri pemerintah mencanangkan kebebasan berpendapat. Namun, mengapa di rumahnya sendiri Gendis harus disetir bahkan seperti kegiatan apa yang harus ia lakukan. Sementara itu, Jalu dengan santainya tetap mengemudikan mobilnya membelah jalanan ibukota yang selalu padat setiap harinya. "Aku capek. Pengin pulang aja." "Tante Fatma udah—""Ini hidupku jadi stop apa-apa harus bilang mama," pungkas Gendis yang geram Jalu masih memba
Baca selengkapnya
Hati-hati di Jalan
"Maaf ya, Ren?"Shiren yang sedang menikmati pemandangan jalanan lewat jendela mobil Gala menoleh ke arah Gala yang fokus dengan kemudinya. Kedua alisnya menyatu mengingat kata maaf yang lelaki itu ucapkan. Seingatnya Gala tak melakukan sesuatu. Lantas untuk apa lelaki itu meminta maaf? Shiren yang tak bisa menebak jawaban dari pertanyaan dalam benaknya tentu saja bertanya pada Gala. "Maaf? Untuk?"Shiren masih menatap lekat Gala yang semakin terlihat tampan ketika sedang fokus seperti saat ini. Sungguh, ia ingin sekali membuang jauh-jauh segala pikirannya tersebut. Namun, entah mengapa ia tak bisa. Gala terlalu sulit untuk diabaikan begitu saja. Shiren berjanji dalam hati untuk meminta pertanggungjawaban pada Dana jika akal sehatnya dipenuhi oleh sosok kakaknya. "Maaf karena udah melibatkan kamu dalam masalahku," kata Gala tulus. Gala tak bermaksud untuk menjadikan Shiren sebagai 'tameng'. Apalagi ini adalah pertemuan pertama mereka. Sayan
Baca selengkapnya
Bertemu Lagi
"Kamu tahu Onilicius nggak, Ren?"Kening Shiren mengkerut. Ia mencoba mengingat-ingat lagi clue yang diberikan Andi–atasannya tersebut. Ia memang tak begitu hafal nama tempat yang ada di Jakarta karena menurutnya "buat apa punya G*ogle kalau nggak dipakai buat nanya". Namun, bukan berarti ia juga buta akan informasi apapun. "Onilicius?" cicit Shiren yang mendapat anggukan dari Pak Andi, "toko kue yang KATANYA selalu ramai itu, Pak?" lanjutnya dengan menekankan kata 'katanya'. Shiren pernah mendengar jika ada toko kue yang ramai dan akhir-akhir ini menjadi perbincangan orang-orang di kantor Indo Warta. Shiren sendiri juga belum pernah menyambangi tempat tersebut dan hanya mendengar seringan kabar atau membaca kabar dari berita online. Ia tak tahu mengapa toko kue itu selalu ramai. Apakah harganya yang murah, kuenya yang enak, tempatnya yang nyaman dan instagramable, atau Onilicius memiliki semua hal tersebut sehingga menjadikan toko itu diserbu pembeli. "Iy
Baca selengkapnya
Jiwa Kompetitif
Tak ada yang tahu bagaimana takdir seseorang. Pun dengan hal apa yang akan kita temui satu jam atau bahkan lima menit kemudian. Semua adalah misteri. Sama halnya dengan apa yang terjadi pada Gendis saat ini. Ia tak menyangka jika harus bertemu dengan seseorang yang (sebenarnya) tak ingin ia temui. Jika saja ia tahu bahwasanya Shiren adalah wartawan Indo Warta yang ingin mewawancarainya, Gendis pasti akan menolak tanpa berpikir terlebih dulu. Sayangnya, kali ini ia tak bisa mengelak bagaimana takdir mempermainkannya sedemikian rupa. "Jadi, kamu owner Onilicius?" tanya Shiren antusias. Suara Shiren yang nyaring menarik perhatian Gendis. Perempuan itu menerbitkan senyum tipis. Sekalipun dalam hati, ia merasa kesal. Namun, Gendis mencoba untuk bersikap profesional. Apa tanggapan Shiren jika Gendis menolak atau bersikap apatis terhadapnya? Tentu saja perempuan itu akan merasa 'menang' sebab merasa bisa merajai hati Gala.Picik. Gendis memang picik k
Baca selengkapnya
Mencoba Bersikap Bodoamat
Pintu ruangan terbuka kencang hingga membuat seseorang yang berada di dalamnya tersentak kaget. "Astaga, kamu mau jebolin pintu ruangan kamu, hm?" omel Alina saat tahu jika dalang dari 'keributan' adalah Gendis. Seseorang yang notabenenya adalah pemilik ruangan serta toko kue. Selain itu Gendis juga menyandang status sebagai sahabatnya. Tak menghiraukan ucapan Alina, lagi-lagi kelakuan Gendis membuat kening Alina berkerut seketika. Setelah membuka pintu dengan keras sekarang perempuan itu menjatuhkan tubuhnya di sofa ruangannya hingga menimbulkan suara gaduh. Alina bahkan bisa melihat bagaimana sofa yang diduduki Gendis memantul saking kerasnya tekanan akibat dari pergerakan sahabatnya. "Kamu kesambet apaan sih, Dis? Perasaan tadi nggak kayak gini?" tanya Alina, "kesambet setan alas lo? By the way, itu sofa kalau bisa ngomong bakal ngeluh kesakitan deh."Alina merasa geram dengan kelakuan Gendis. Padahal beberapa saat yang lalu Gendis masih bersikap biasa saja
Baca selengkapnya
Satu Nama
"Ini mau ada acara apa, Ma? Kok tumben banget banyak kue?"Gala baru saja pulang dari kantor dan merasa sangat haus. Jadi, setelah memarkirkan mobilnya lelaki itu memutuskan untuk ke dapur tuk mengambil air minum di kulkas. Saat memasuki dapur itulah ia melihat ada bermacam kue yang sedang Dea tata di piring. Hal itu tentu saja memancing rasa penasaran Gala. Gala mendekat dan ia bisa melihat ada opera cake yang merupakan kue kesukaannya, selain itu ada juga brownies, dan cheesecake. Adanya opera cake mengingatkan Gala pada sosok Gendis. Biasanya Gendis akan membawakan kue tersebut ke kantor atau ke rumah beberapa minggu sekali. Hal itu cukup membuat rasa rindu dalam dirinya merebak seketika. Namun, sayang ini bukan Opera cake yang sering Gendis bawakan sebab matanya menangkap paper bag berlogo Daily Cake bukan Onilicius. "Eh, kamu udah pulang, Mas?" tanya Dea dengan senyum terkembang di wajahnya. Ia belum menjawab pertanyaan yang Gala ajukan. "Udah. Hari
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status