All Chapters of Istri Yang Diabaikan: Chapter 11 - Chapter 20
42 Chapters
11. Berdebat
Wajah ibu tampak tegang mendengar jawabanku."Hahaha, bercanda Bu. Kenapa tegang gitu?" timpalku lagi sambil tertawa.Mas Azzam memandangku dengan tatapan bingung. Ya, ini baru permulaan Bu, aku akan mengalah dulu. Takkan kutunjukkan  aku berubah secara drastis. Pelan-pelan saja, kita nikmati permainannya. Rasanya ingin juga memberi pelajaran kepada ibu, juga pada adik sepupunya yang tak tahu diri itu. Sebenarnya aku kurang sreg dia ada disini. Walaupun ibu mertuaku bilang Icha sudah seperti anaknya sendiri karena telah mengasuhnya sedari kecil, tapi tetap saja Icha dan Mas Azzam bukanlah mahram. Baiklah, akan kuuji juga ketulusan suamiku, sampai sejauh mana dia mencintaiku dan mau menghargaiku sebagai seorang istri."Ya sudah, karena semua orang capek, mas pesankan makanan di luar saja ya. Kamu gak usah masak, istirahat saja, pungkas Mas Azzam menengahi."Ide bagus, Mas.""Kamu mau pesan apa, sayang?""Emmmhh,
Read more
12. Memasang Kamera Tersembunyi
"Apa maksud mbak ngomong seperti itu?""Ya kamu gak mungkin kan selamanya hidup menumpang seperti ini?""Ish! Awas kau mbak! Kulaporkan pada ibu kalau Mbak sudah berani macam-macam."Gadis itu menghentakkan langkah kakinya kasar, menuju ke kamar ibu mertuaku. Pasti ingin mengadu.Tak butuh waktu lama dua orang itu berdiri di belakangku. Raut wajah ibu sudah terlihat tak bersahabat."Ada apa, Bu? Apa ibu mau marah-marah? Gak baik lho buat kesehatan, nanti kena serangan jantung.""Kamu nyumpahin ibu?""Enggak kok, aku cuma memperingatkan ibu saja. Ngomong-ngomong ada apa, Bu?""Hmmm," ibu tampak salah tingkah, mungkin  tidak jadi marah gegara ucapanku tadi."Tolong setrikain baju ibu. Ibu mau pergi ke arisan," katanya kemudian."Budhe, aku ikut ya! Males kalau di rumah," sergah Icha. Baguslah kalian berdua pergi. Kesempatan buatku untuk panggil Bang Panji untuk memasang kamera tersembunyi."
Read more
13. Krisis kepercayaan
Pagi-pagi sekali kulihat Icha sudah rapi dengan kemeja putih serta rok span warna hitam, khas orang melamar kerja."Mas, aku sudah pasti diterima kan?" tanya Icha disela-sela sarapannya."Belum tentu, aku hanya merekomendasikan saja, peluang diterima atau tidak itu atas usahamu sendiri. Makanya saat diwawancarai nanti, kamu harus jawab yang sopan dan bener, jangan slengek'an," sahut Mas Azzam."Dah tenang aja Cha, kamu kan lulusan sarjana. Pasti diterima deh," ibu ikut menimpali.Aku hanya diam memperhatikan mereka bicara."Ya sudah Bu, aku berangkat ke kantor dulu," pamit Mas Azzam sembari mencium punggung tangan ibunya."Aku juga pamit ya budhe, doakan biar sukses ya budhe," timpal Icha."Iya-iya dah sana berangkat," sahut ibu mertuaku itu."Sayang, mas berangkat ke kantor dulu. Kamu baik-baik ya di rumah. Inget, jangan capek-capek.""Iya mas," sahutku sambil tersenyum.Aku mengantar mereka sampai di depan teras
Read more
14. Lili Kabur?
 "Apa kamu meragukan istrimu sendiri, Mas? Apa kamu tidak mempercayaiku, Mas?" tanya Lili membuatku makin bingung. Ia berlalu begitu saja menuju kamar."Dek, dek!!" panggilku. "Mas belum selesai ngomong kenapa malah pergi?!"Ibu dan Icha terdiam melihat kami bertengkar. Bukankah sikap istriku keterlaluan? Untuk apa dia memasang kamera cctv di kamar ibu dan Icha. Apa tujuan yang sebenarnya?"Dek ... Mas percaya kok padamu, tapi bukan begini caranya! Memasang kamera secara sembunyi-sembunyi bukankah itu tidak sopan? Hargai privasi mereka, dek."Panggilanku tak digubrisnya. Tubuhnya justru terguncang. Astaghfirullah baru beberapa hari berbaikan dengannya, sekarang justru ada masalah yang lain lagi."Sayang, maaf, mas gak bermaksud untuk menyalahkanmu, tapi--""Sudah cukup, Mas. Sekarang aku tahu. Kamu itu memang tidak benar-benar mencintaiku. Kamu hanya percaya pada mereka tanpa mau terbuka sedikit saja dengan keluhanku. Tanpa mau
Read more
15. Mas, aku mau kita pisah saja!
Istri Yang DiabaikanPart 15"Benar kan, Lili gak ada di rumah. Ibu kan sudah bilang dia belum pulang dari pagi itu! Dasar menantu gak tau diuntung! Harusnya kalau mau kemana bilang-bilang kek! Gak bikin orang nyari-nyari kayak gini!" omel ibu."Mas, jangan-jangan Mbak Lili kabur?""Cukup! Cukup Bu, Cha! Jangan bikin pikiranku tambah runyam!" bentakku.Kembali aku bergegas ke dalam kamar. Tidak mungkin kalau Lili pergi begitu saja. Aku memeriksa baju-baju di lemarinya. Masih utuh. Tumpukan yang begitu rapi. Tak ada satupun yang ia bawa kecuali gamis yang ia kenakan di tubuhnya. Handphone dan perhiasan turut ia tinggal di laci lemarinya.Li, kamu pergi kemana, sayang? Jangan bikin mas khawatir begini.Pikiranku sudah kalut. Apa terjadi sesuatu dengan Lili saat hendak pulang kesini?Aku kembali membuka lemari, mencari dengan teliti barang kali ada sesua
Read more
16. Kebenaran Terungkap
Dengan langkah gontai aku kembali ke mobil setelah membayar pesananku yang baru tersentuh sedikit. Pikiranku benar-benar kalut. Aku harus mencari tahu dimana Lili berada. Gegas, kukunjungi rumah sakit dan klinik terdekat, mencari tahu apakah tadi ada korban kecelakaan yang bernama Lili. Namun lagi-lagi aku tak mendapatkan jawaban.Hingga malam semakin larut, rasa letih begitu mendera tubuhku. Ini rumah sakit terakhir yang kukunjungi. Aku berharap ada kepastian tentang istriku. Hatiku benar-benar dilanda rasa was-was yang begitu menusuk."Mbak, apa tadi disini ada korban kecelakaan dengan jenis kelamin perempuan? Namanya Lili, Mbak?""Iya mas, tadi pagi memang ada korban kecelakaan, wanita, dibawa kesini, tapi kami sulit mengidentifikasi namanya, Mas. Tidak ada identitas yang ditemukan. Keluarganya pun sampai sekarang belum ada yang datang kemari, tadi cuma petugas polisi saja."Deg! Mendadak jantungku berpacu sangat cepat"Dimana sekar
Read more
17. Ulah ibu hidupku hancur
 Dadaku rasanya sesak, sulit sekali untuk bernafas. Seakan ada yang tercekat di tenggorokan.Aaaarrrgghh! Kulempar semua benda yang ada di hadapanku, rasanya masih tak puas menahan emosi diri.Praankk ...!Seketika tanganku berdarah terkena serpihan kaca cermin itu. Aku yang meninjunya, aku pula yang kesakitan.Bodoh! Bodoh! Bodoh!Selama ini aku tak pernah mendengarkan Lili. Padahal dia benar dan ia sudah berusaha untuk bersabar menghadapiku dan juga ibu. Tapi aku justru menyia-nyiakannya!Penyesalan ini jatuh bertubi-tubi menghantam diriku ini. Aku lelaki terbodoh sedunia! Bodoh! Tak bisa membedakan mana yang benar.Ah Lili ... Lili ... Kembalilah pulang, maafkan suamimu ini.Kembalilah pulang istriku ... Maafkan aku sayang. Maaf ..."Zam! Zam! Apa yang terjadi padamu, Zam!" suara ibu berteriak dari luar."Zam, buka pintunya! Ibu khawatir padamu!"Hah! Ibu, ibu, orang yang selama ini aku horm
Read more
18. Mengalah bukan berarti kalah
Ada kalanya mengalah, bukan berarti kalah, tapi untuk memberikan solusi. Aku tak ingin kewarasanku terenggut hanya gegara terus-menerus berdebat dengan ibu mertua. Sudah cukup anakku menjadi korban keegoisan mereka.Katanya, aku wanita lemah, tak bisa membela diri. Ya, bisa dibilang begitu. Aku memang tak mampu melawan atau setidaknya mempertahankan diri. Dan kenyataannya, saat melawan hati kecilku berontak, walau bagaimanapun beliau orang tua suami yang harus kuhormati. Terlepas semua sikap buruknya biar Allah saja yang membalas. Tentu bukan, aku tak mengharap ibu dapat karma, justru aku mendoakan yang terbaik untuknya, agar beliau mendapatkan hidayah.Namun semakin hari rasanya semakin keterlaluan. Lebih baik aku pergi dari pada terus memendam sakit hati. Sudah cukup. Untuk apa aku tetap bertahan sedangkan suamiku saja tak memiliki rasa percaya padaku.Aku diam bukan berarti tak peduli. Tapi justru karena aku ingin tetap sehat dalam fisik dan jiwaku, lebih bai
Read more
19. Tak Sengaja Bertemu
"Iya, untuk menghiburmu. Bunga yang cantik untuk wanita yang cantik. Jangan bersedih lagi. Kamu harus bahagia.""Haha, tumben bilang aku cantik. Biasanya juga bilang kalau aku kurus kerempeng.""Nah, kalau tertawa begitu kan jadi tambah cantik. Semangat ya! Banyak yang mendukungmu disini.""Terima kasih Mas, pujiannya.""Ini kamu mau bikin apa?""Bikin kue, Mas. Mau dijual besok pagi sama anak-anak.""Mana testernya coba aku cicipin dulu.""Boleh. Bentar ya Mas, tunggu ini mateng.""Oke."Saat ini aku memang sedang berkutat dengan bahan-bahan, ingin membuat cemilan anak-anak buat sore nanti, sekalian nyiapin buat besok pagi jualan hari pertama.Entah kenapa, laki-laki itu masih saja menemaniku disini, walau diam tanpa kata. Aku sebenarnya merasa canggung, meskipun dulu kami teman main masa kecil, tapi sekarang situasinya telah berbeda. Apalagi aku baru melihatnya lagi setelah sekian tahun."Mas Raffa memang
Read more
20. Lelaki Bodoh
 "Apa maksudmu, Zam?! Kenapa kau berkata seperti itu pada ibu?!"Rasanya begitu sakit. Sangat sakit."Apa ibu masih belum merasa bersalah? Aku sudah tahu semuanya, Bu. Ibu mengambil jatah uang yang kuberikan pada Lili dan hanya menyisakan satu juta saja, benar kan?" Nada bicaraku mulai melunak. Sungguh aku kecewa. Sangat kecewa pada ibu. "Nak, itu--""Tak usah bersandiwara lagi, Bu. Apa uang yang kuberikan pada ibu masih belum cukup? Untuk apa uang itu, Bu? Pantas saja kalau selama ini Lili selalu memasak makanan sederhana. Ternyata ada yang sudah memalak uangnya. Dan seolah bagaikan pahlawan, ibu membelikan makanan-makanan enak, tujuannya agar bisa memojokkan Lili. Ibu lakukan itu agar Lili terlihat salah di mataku. Benar bukan? Ayo jawab, Bu? Kenapa ibu lakukan ini? Apa ibu ingin kalau aku pisah dengan Lili?""Ya! Ibu memang ingin kamu pisah dari Lili!! Dari awal kan ibu sudah bilang tidak setuju kalau kamu menikah dengannya! I
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status