Lahat ng Kabanata ng Kami Bukan Benalu, Bu: Kabanata 21 - Kabanata 30
43 Kabanata
Bab 21
Kami Bukan Benalu, Bu. Bab 21     Mbak Arini mengeluarkan beberapa dokumen yang harus kutandatangani. Rupanya, ia juga sudah terlebih dulu menanda tangani surat-surat itu. Surat-surat yang berisi akad jual beli tanah dan surat keterangan lain. Tanah peninggalan Bapak, terkena jalur pembangunan jalan bebas hambatan. Tanah itu terletak di daerah yang sulit dijangkau. Karena itulah, dibiarkan terbengkelai. Selain jalanan menuju ke sana sangat terjal dan berliku, tanahnya juga tandus. Karena itulah, tidak ada yang menggarapnya. Padahal, lumayan luas. Satu hektar setengah. Kata bapak, sebagian tanah itu adalah warisan dari kakek, sebagian lagi dibeli sendiri oleh Bapak sewaktu bekerja di kebun sawit saat bujangan dulu. Tanah itu diwariskan kepada kami berdua.     
Magbasa pa
Bab 22
Kami Bukan Benalu, Bu.Bab 22   Pak Penghulu bangun dari duduknya, membuat suasana semakin tegang. Hanum dan Ibu bahkan mulai terisak. Jujur saja, ada rasa tidak tega melihat mereka seperti itu. Mas Faisal, Zaenal dan Dika juga bangun dari duduknya dan berusaha mencegah Pak Penghulu pergi.     “Kami mohon, Pak, lima menit lagi aja.” Mas Faisal menyatukan kedua tangannya di depan dada.     “Maaf, Mas Faisal, saya sudah ditunggu di tempat lain. Ini juga sudah telat.”     “Tapi, Pak ....”     “Maaf sekali, saya nggak bisa nunggu lagi. Sekarang, biar saya menikahkan di tempat lain dulu, nanti kalo pengantin prianya sudah ada, saya ke sini lagi.” Pak Penghulu beserta satu orang stafnya tetap melangkah meninggalkan tempat.     Mas Faisal, Zaenal dan Dika berusaha mengejar sam
Magbasa pa
Bab 23
Kami Bukan BenaluBab 23POV Hanum Kejadian saat menjelang akad nikah benar-benar membuatku malu. Bagaimana bisa? Mas Satya datang bersama Jelita, istri tuanya ke acara akad nikah kami. Tidak sampai disitu saja, di depan semua orang, Jelita dengan percaya diri memperkenalkan diri sebagai istri pertama Mas Satya. Tentu saja, hal itu membuat semua orang terutama teman-temanku, memandang sinis dan merendahkanku. Mereka bahkan terang-terangan menyebutku pelakor.     “Ya ampun, Hanum, apa nggak ada cowok lain? sampe-sampe kamu deketin suami orang. Ish! Malu-maluin kita aja, ya, nggak gengs?” Ocehan Tia, seketika membuat wajahku memanas. Untung saja, wajahku tertutup polesan make-up tebal, jadi mungkin tidak terlihat pucat pasi. Apalagi, Tia yang memang terkenal suka blak-blakan kalau berbicara, meninggikan nada suaranya, membuat beberapa orang menoleh.     “Pantesan datangnya telat, mungkin
Magbasa pa
Bab 24
Kami Bukan Benalu, Bu.Bab 24POV Hanum          Ibu melepas kepergianku dengan isakan dan linangan air mata. Begitu juga beberapa kerabat yang lain. Mereka tidak rela melihatku meninggalkan acara resepsi yang belum selesai. Akan tetapi, aku sudah mengambil keputusan untuk memenuhi permintaan Jelita dan Mas Satya. Dari pada menjadi gunjingan banyak orang, lebih baik aku ikut dengan mereka. Dengan begitu, aku tidak akan mendengar apapun soal pernikahan yang tak wajar menurut beberapa orang.     Mas Faisal, Mas Zaenal dan Mbak Hana memelukku sebelum aku naik ke mobil milik Satya. Ketiga kakakku itu tampak menitikkan air mata. Bagaimana pun juga, mereka pasti sedih melepas adik bungsunya ke luar dari rumah.Mas Faisal, walaupun pendiam dan tidak banyak bicara, tapi dia selalu menuruti semua permintaanku. Apalagi, setelah bapak meninggal. Hampir semua tanggung jawab bapak, berpindah pa
Magbasa pa
Bab 25
Kami Bukan Benalu, Bu. Bab 25POV Hanum     Mobil berbelok memasuki halaman sebuah rumah dengan pagar tinggi menutup hampir sekelilingnya. Mang Caca langsung turun dan membukakan pintu mobil untuk Mas Satya yang duduk di belakangnya. Mas Satya pun turun, lalu berjalan memutari bagian depan kendaraan roda empat ini. Aku pikir, dia akan membukakan pintu untukku, seperti yang ia lakukan saat kami masih berpacaran. Ternyata, itu hanya angan saja. Dia berjalan melewati pintu depan begitu saja, dan bergegas membuka pintu belakang, lalu pria yang masih mengenakan jas hitam itu, mengulurkan tangannya pada Jelita.     “Hanum, kamu bantu Mang Caca bawa barang belanjaan ke dalam, ya. Langsung simp
Magbasa pa
Bab 26
Kami Bukan Benalu, Bu.Bab 26POV Hanum Mas Satya tengah berdiri di depan pintu kamar, saat aku ke luar hendak ke dapur. Entah apa yang ia lakukan di sana.     “Mas, ngapain?” Mas Satya menggaruk kepalanya. “Jangan bilang, kamu disuruh Jelita buat manggil aku.”     Pria yang sudah berganti pakaian dengan kaos oblong berwarna hitam dan celana pendek kotak-kotak itu, menggeleng perlahan. “Nggak, kok. Aku cuma mau memastikan kalo kamu dikasih kamar yang ini, bukan kamar pembantu.”     “Maksudnya, apa Mas? Emang, tadinya, aku mau ditempatin di kamar pembantu?”     Lagi-lagi, Mas Satya hanya menggaruk bagian belakang kepalanya. “Nggak, kok. Udah, lupain aja. Mm, pokoknya, kamu turuti aja semua perintah Jelita. Biar nggak dapat masalah.”     “Termasuk soal pembagian waktu buat
Magbasa pa
Bab 27
Kami Bukan Benalu, Bu.Bab 27POV HANUM  Suasana makan malam terasa membosankan buatku. Apalagi, Jelita seperti sengaja memanas-manasiku dengan bersikap sok mesra pada Mas Satya. Sedangkan kedua orang tua Jelita sesekali melemparkan obrolan ringan yang ditanggapi oleh kedua makhluk menyebalkan itu. Cepat-cepat kukunyah suapan terakhirku. Rasanya ingin muntah melihat sikap Jelita dan Mas Satya.     “Loh, cepet amat makannya, Num? Apa makanannya nggak enak?” tanya mamanya Jelita.     Aku berusaha tersenyum sambil menggeleng perlahan. “Nggak, kok, Bu. Enak. Tapi, saya udah kenyang.”     “Oh. Iya, emang anak perawan harusnya memperhatikan porsi makan, ya. Biar badannya bagus. Kalo perawan makannya banyak, ntar gendut kan, nggak enak lihatnya.”     Aku hanya tersenyum kecut mendengar ucapan wanita yang berparas ser
Magbasa pa
Bab 28
Kami Bukan Benalu, Bu.Bab 28POV Jelita  Sedih, marah, sakit hati, dan dunia seolah runtuh menimpaku. Rasanya sesak sekali saat mengetahui Mas Satya, suamiku selingkuh dengan seorang mahasiswi bernama Hanum. Ingin sekali aku mengumpat, mencaci maki, dan menyerang serta mempermalukan mereka di depan umum. Atau memviralkan perbuatan mereka, supaya mereka malu. Akan tetapi, kalau aku melakukan hal itu, pasti aku pun akan ikut terkena imbasnya. Jika mereka viral, tidak menutup kemungkinan, orang tua dan keluargaku akan tahu juga. Bukan apa-apa, kedua orang tuaku, dulu tidak menyetujui aku menikah dengan Mas Satya. Alasannya, mereka tidak menyukai Mas Satya yang waktu itu belum memiliki pekerjaan tetap. Apalagi, waktu itu aku terlanjur berbadan dua. Hal itu semakin menambah nilai minus di mata kedua orang tuaku yang masih memegang teguh nilai adat ketimuran. Seandainya sekarang mereka mengetahui perselingkuhan Mas Satya, pasti mereka akan
Magbasa pa
Bab 2 9
Kami Bukan Benalu, Bu.Bab 29POV Jelita      Ternyata, Hanum cukup kuat. Dia bertahan di rumahku dengan segala persyaratan yang kuajukan. Hubunganku dengan Mas Satya juga semakin dingin. Meskipun tidur di dalam kamar yang sama, kami tidur terpisah. Aku sudah tak sudi tidur di ranjang yang sama dengan pengkhianat seperti dia. Untuk urusan nafkah batin, ada Hanum yang pastinya bersedia melakukannya saat Mas Satya butuh. Buktinya, Mas Satya sudah tidak pernah lagi memintanya padaku. Kalau pun meminta, aku selalu beralasan ini-itu. Biar saja aku dianggap istri durhaka. Hatiku sudah terlanjur sakit. Kalau bukan mengingat keadaanku yang tak memungkinkan lagi untuk memiliki keturunan, aku tidak akan bertahan dengan rumah tangga ini.     Ya, beberapa tahun yang lalu, aku pernah merasakan indahnya menjadi seorang calon ibu. Aku pernah hamil, bahkan sebelum kami resmi menikah. Akan tetapi, saat kandungan itu men
Magbasa pa
Bab 30
 Kami Bukan Benalu, Bu.Bab 30POV HANUM Aku tidak pernah menyangka, Mbak Jelita akan meminta sebuah hal yang tidak pernah terlintas dalam benakku sama sekali. Mbak Jelita meminta namanya dicantumkan sebagai ibu dalam akte kelahiran, saat anakku lahir nanti. Tentu saja aku keberatan dengan permintaan yang menurutku sangat tidak masuk akal itu.     “Kalo aku nggak mau?” tanyaku.     Mbak Jelita terlihat mengedikkan bahu. “Ya, terserah. Kalo kalian nggak setuju, artinya, siap-siap saja untuk pergi dari rumah ini.”    Aku menatap Mas Satya, berharap kali ini dia berpihak padaku. “Mas, jangan diam aja, dong.”     Mbak Jelita mencebik sinis.     “Betul kata Hanum. Kamu jangan seenaknya minta namamu dicantumkan dalam akta anak kami.”    Mbak Jelita mendengus kasar sambil menge
Magbasa pa
PREV
12345
DMCA.com Protection Status