Semua Bab Pembalasan si Anak Terbuang: Bab 41 - Bab 50
103 Bab
41. Cinta
 Tiga tahun kemudian. November 2003.Langit sepekat jelaga, dengan awan hitam menggumpal berarak di penghujung senja.Aroma kopi menguar seantero ruangan.Aroma kopi dan hujan, perpaduan yang sangat sempurna.Seorang pria yang sudah beranjak semakin dewasa dengan rahang yang semakin kokoh, duduk dengan menyesap kopi hitam dalam diam. Dia menatap pada wanita yang memunggunginya sedang memandang rintik hujan dari kaca jendela setelah membuatkannya secangkir kopi."Duduklah di sini. Masalah tidak akan selesai jika kamu hanya memandangi hujan seperti itu," ucapnya lembut.Wanita itu mendesah dan berbalik, lalu duduk di hadapan sang pria."Jason datang melamar dengan Papinya, kemarin sore," kata si wanita dengan sendu.Pria itu terhenyak dan meneguk salivanya, getir. "Ke-kenapa aku tidak tahu?" Gagapnya dengan wajah gusar."Papa menyerahkan semua keputusan padaku," pungkasnya."Lalu kenapa wajahmu masih mu
Baca selengkapnya
42. Perbuatan kotor Jason
 Suara gelegar kilat membangunkan Ryu yang baru saja terlelap. Dia menggeliat malas lalu bangun dan membuka gorden jendela balkon. Hujan deras masih mengguyur disertai kilatan petir yang menggelar.Dia menyulut sebatang rokok dan duduk termenung di sofa sambil mengisap rokoknya.Suara dering dan getar ponselnya tak terdengar olehnya. Tidak lama kemudian, dia mematikan rokoknya pada sebuah asbak dan hendak beranjak menuju kamar mandi saat sudut matanya menatap layar ponsel yang baru saja berkedip dan mati. Pemuda itu menghampiri ponsel yang dia letakkan diatas nakas. Terlihat hingga dua belas kali panggilan tak terjawab. Ryu melihat namanya dan terhenyak karena itu panggilan dari Bella. Dia melihat jam pada ponsel, hampir pukul dua malam. Ada apa Bella menelepon dia pada tengah malam begini?Dengan cepat Ryu menekan ponselnya dan mencoba menghubungi gadis itu. Namun, hanya suara operator yang menjawab panggilannya. Dia mencoba berkali-kali menghu
Baca selengkapnya
43. Pernikahan
 Mentari bersinar cerah dan langit terlihat biru bersih dengan sedikit awan tipisnya.Agtha mondar-mandir dengan gelisah mengenakan gaun kebaya berwarna peach sambil memegang ponselnya."Atha … gimana keadaan Ryu?" Nyonya Merry menghampiri putrinya dengan cemas. "Nggak pernah diangkat, Mi. Ponselnya mati." Matanya berkabut karena cemas dan sedih.Nyonya Merry duduk di sofa dengan lemas. Tina dengan sigap memberikan minuman untuk majikannya.Sudah lebih dari satu bulan cucunya itu tidak pulang sejak kejadian pertengkaran saat itu. Bahkan Dodi dan Evan juga seperti ikut menghilang dan tak ada kabar."Mami, kenapa masih di sini? Semua sudah siap tinggal menunggu kalian." Dean muncul dan mengajak mereka untuk keluar.Agatha mengusap sedikit sudut matanya yang berair lalu mengikuti Dean. Sedangkan Nyonya Merry berjalan perlahan dengan di papah oleh Tina. Mereka semua masuk dalam mobil. Ada sekitar kurang lebih s
Baca selengkapnya
44. Harus bangkit
 Dengan dibantu Simon, akhirnya Evan bisa membawa pulang pemuda itu ke rumah. Dodi yang cemas menunggunya tersenyum saat melihat mereka bertiga.Dia ikut membantu memapah Ryu dan membaringkannya di ranjang.Simon menatap prihatin pada pemuda itu."Jason sudah menikahi Bella, tiga hari yang lalu."Dodi dan Evan sedikit tertegun dengan berita itu. Meski mereka tahu hal itu akan terjadi, tapi mereka tidak menyangka jika secepat itu keluarga Saloka memutuskan tanggal pernikahan."Lu sebaiknya pulang dan mengabarkan pada ibunya bahwa dia baik-baik saja," ujar Simon pada Dodi. "Kenapa tidak sekalian membawa pulang Tuan muda?" sahut Dodi sedikit keberatan."Lu tahu 'kan, psikis dia masih labil. Apalagi saat dia tahu mereka benar-benar menikah. Biarkan dia di sini bersama Evan." Simon menatap tajam manik mata Dodi.Pria itu diam dan mengalah. Mau tidak mau memang dia harus pulang dan meninggalkan Tuannya di sini se
Baca selengkapnya
45. Menikmati waktu
  Dua orang pria duduk di pinggir danau Luke Lugano yang airnya sedingin es.Salah satu diantaranya merapatkan mantel bulu dan syal yang melilit di lehernya."Tentang Alvren. Aku janji akan membalas kematiannya." Suara serak pria itu sarat dengan dendam dan kebencian."Saya tidak menyalahkan Anda, Tuan. Meski saya tahu, kematiannya berhubungan dengan Anda." Ryu mendesah pelan."Kematiannya adalah kematian juga buatku. Dengan kepergian Alvren, maka aku juga sudah mati untuk orang-orang yang aku cintai."Ryu melirik pria disampingnya. Matanya yang tajam sedikit berembun. Wajahnya yang tampan tampak dingin dan seperti menyimpan beribu luka kesakitan. Bahkan rahangnya ikut mengeras saat dia mengungkit kematian Alvren.Tercipta keheningan di antara mereka untuk beberapa saat."Aku udah dengar semuanya tentang kamu." Faris memandang pegunungan Alpen yang membentang luas dan tinggi di hadapannya."Yeah. Sangat
Baca selengkapnya
46. Kehidupan baru Bella
 Pemuda itu beringsut turun dari ranjang dengan memberi isyarat pada Jenny untuk diam. Dia memakai celananya dan mendekati jendela kayu, lalu duduk di sisinya. Dia mengangkat ponsel yang sudah berbunyi sebanyak tiga kali. Dia diam saat mendengar suara wanita yang sangat dicintainya terisak di seberang sana."Ryu … apa kamu sudah melupakan mama? Pulang, Nak … pulang … semua merindukanmu. Mama tidak sanggup berpisah lagi denganmu begitu lama seperti ini." Agatha tersedu. Namun, putranya tetap diam dan bergeming. Hanya telinga yang mendengarkan isakan sang Mama dengan hati tersayat.Sudah hampir delapan bulan sejak pertengkarannya dengan Jason saat itu, dia tidak pulang sama sekali. Ratusan kali Agatha menelponnya, tapi pemuda itu sengaja mematikan ponselnya. Saat dia menghidupkan ponselnya, ratusan SMS berlomba masuk, dan semua dari sang Mama dan tidak ada satu pun yang dibalasnya."Jangan hukum mama seperti ini, Nak. Pulang
Baca selengkapnya
47. Ryu kembali
 Dari ketinggian 35.000 kaki di atas permukaan laut, Ryu duduk termenung dalam pesawat dengan Evan di sampingnya. Dia memikirkan banyak hal. Terutama dengan sikapnya nanti saat bertemu dengan Jason dan Bella. Ah, Bella. Kini mereka menjadi saudara ipar. Dia memejamkan matanya yang tiba-tiba memanas."Van … gue mau ke toilet." Ryu berdiri dan melewati Evan yang mengangguk. Seorang pramugari dengan kulit hitam eksotis yang cantik mengarahkannya ke toilet dengan ramah.Dia menatap wajahnya di cermin. Bahkan dia enggan untuk mencukur bulu-bulu halus di sekitar dagu dan rahangnya.Ryu membenarkan kerah kemejanya dan tak sengaja sudut matanya melihat sebuah tanda merah di leher. "Ah, that shit!" umpatnya.Ini pasti kerjaan Jenny kemarin. Wanita itu bahkan menangis tersedu saat dia dan Evan memutuskan untuk pulang. Jenny memeluknya lama sebelum dia masuk ke dalam terminal bandara.Pemuda itu mendesah lalu keluar toilet dan k
Baca selengkapnya
48. Pulang ke rumah
 Engga membawa mobil meluncur meninggalkan rumah beserta kebun teh-nya. Ryu menyandarkan tubuhnya pada jok mobil sambil matanya mengedarkan pandang ke arah luar menikmati pemandangan kebun teh yang membentang luas.Evan yang duduk di depan sedang mengganti lagu-lagu kesukaannya. Sekitar dua jam kemudian, mobil mulai masuk ke dalam kota Jakarta. Macet menyambut mereka di mana-mana.Dengan arahan Evan, Engga meluncur masuk ke dalam gerbang kediaman Saloka. Pria itu teringat pada Alvren, karena mereka pernah bersama dulu bersenang-senang di pantai bersama Faris dan juga kekasihnya, Almeera.Dan kini dia datang ke rumah keluarga pemuda yang tewas mengenaskan itu. Engga mengusap sudut matanya saat mengenang kebaikan Alvren.Dodi terkejut saat melihat Ryu keluar dari mobil. Pria itu segera menghampirinya dan mengangguk hormat."Apa kabar, Tuan muda."Ryu menanggapinya dengan tersenyum tipis. "Apa ada orang di rumah?"
Baca selengkapnya
49. Kejutan dari Ryu
 Mereka berbincang hangat di sela makan malam itu. Terlihat Ryu yang bersikap biasa dan tak acuh membuat Jason gusar. Berkali dia melirik pada sang istri yang juga tak acuh dan tetap makan dengan tenang."Jadi semua desa sepanjang pegunungan Alpen kamu kunjungi semua?" tanya Dean kagum."Iya, Pi. Aku tinggal berpindah-pindah dari desa satu dan lainnya.""Pantas saja Dodi tidak bisa menemukanmu." Tuan Prayoga tertawa menatap cucunya."Maaf, Opa. Karena semuanya indah, jadi aku tidak mau melewatkan kesempatan," pungkas Ryu dengan tertawa."Ya, ya. Kamu masih muda. Bagus untukmu menjelajahi semua tempat di dunia ini." Tuan Prayoga mengangguk senang.Ryu meneguk air putih. Dia menatap bergantian pada Kakeknya dan sang Papi."Ryu kembali, karena besok lusa mau masuk dalam perusahaan lagi," kata pria itu dan sukses membuat Dean juga Jason terhenyak. Bahkan Jason sempat tersedak makanannya."Apakah kalian keberatan?"
Baca selengkapnya
50. Ryu dan pekerjaannya
 Agatha memeluk putranya berkali-kali dan menciumi pipinya. Nyonya merry dan Tuan Prayoga juga menatapnya sendu."Oma, Opa, Mama … jaga kesehatan kalian. Aku akan sering mampir ke rumah ini. Lagipula, Mama juga bisa berkunjung ke kafe itu.""Kamu yang jaga kesehatan. Jangan telat makan dan jangan sering minum. Jangan buat mama cemas dan khawatir. " Agatha mengusap pipinya kasar."Ryu akan sering telepon Mama, janji." Dia tersenyum dengan menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking sang Mama.Setelah memeluk Kakek dan Neneknya, dia segera masuk mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh Dodi. Mobil yang di kemudikan Engga meluncur pergi dengan tatapan sendu ke tiga orang itu.Dari lantai atas, Bella juga menatap kepergian Ryu dengan pilu. Dia telah kehilangan separuh jiwanya. Kini hatinya telah mati dan membeku. Tidak ada lagi cinta di hatinya untuk laki-laki mana saja.Dia tahu, kepergian laki-laki itu karena diri
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status