All Chapters of Wolf fair eyes: Chapter 11 - Chapter 20
77 Chapters
11¡ senjata Northumbria
Lengan baju Ananta diseret paksa Alice ke samping. Setelah berhenti Ananta mendengkus kesal sambil membenarkan kerah bajunya yang melorot akibat tarikan mendadak tersebut."Ada apa, sih?""Silahkan dipilih, non. Samurai atau pedangnya? Keduanya sama-sama dibuat oleh pengrajin dari balik bukit, desa Northumbria. Hanya tersisa dua senjata ini yang berasal dari kerajaan itu." Suara pria yang sepertinya penjual senjata tampak menerangkan dengan penuh keyakinan.Alice tersenyum lebar, mengangguk pasti dengan antusias. Dirinya sebagai pecinta senjata tentu tau benda tersebut berasal dari desa mana saja. Semua senjata yang diproduksi setiap pengrajin dari desa tertentu memilih ukiannya masing-masing. Seperti dari Mercia, desa serta kerajaan yang saat ini disinggahi memiliki lambang kerajaan mawar merah untuk setiap benda dan segala ha
Read more
12¡ puisi untukmu
"Berapa harganya?""Kamu membelinya?" tanya Ananta.Alice menggeleng pelan. "Tidak. Aku mengincarnya." Disertai senyum antusias yang ketika Ananta dapat melihatnya itu akan tampak mengerikkan. Alice mengulum sekilas jari telunjuknya kemudian ia tempelkan pada Tekko-kagi yang ia incar. Dengan ambisi ia akan mendapatkan yang dirinya mau."Kau tidak akan menyesal nona. Ini dilengkapi dengan Kakute." Penjual menunjukkan cicil yang ia ambil dari kain emas yang sama dengan Tekko-kagi tadi. Menyerahkan pada Alice.Alice menimang cincin tersebut. Benda itu merupakan senjata tersembunyi mirip cincin tetapi memiliki dua mata duri."Jika kau bertemu lawan dan mampu memegang leher atau pergelangan tangan. Kau dapat melukainya. Mungkin ini tidak membuatmu membunuhnya tapi bisa memberimu waktu untuk melarikan diri. Atau bisa dioles racun.""Kau dengar itu Ananta? Ini cocok untukmu." Ali
Read more
13¡ seharga Giok
Jari-jari bekerja secara bergantian menciptakan nada. Melodinya melafaskan kesungguhan hati yang terdalam. Tidak ada yang tau bagaimana isi kepala Ananta bekerja. Namun netra coklatnya terpejam kuat menghantarkan rasa yang sama. Menuntun berbagai pasang telingga untuk terbuai dalam drama yang ia ciptakan. Puisi itu tertutup petikan senar gitar kunci F."Woahhh!" teriakan kagum para penonton menggema seiring tepuk tangan yang saling bersahutan. Kesempatan itu digunakan Alice untuk menarik koin lagi. Meskipun, tadi ada banyak orang yang memasukkan koin lebih awal saat pertunjukan, rupanya mereka tidak sungkan memberikan sedikit koin lagi. Apalagi jika orang itu bangsawan wanita, mereka akan sangat tidak keberatan.Undukan warga yang bergerombol bak semut mulai terpecah belah pada rutinitasnya semula. Alice menuntun Ananta pergi ke salah satu kedai untuk beristirahat. Ia tidak perlu manghitung berapa banyak koin yang ia peroleh, jelas ini lebih dari cukup unt
Read more
14¡ Kerajaan Mercia
Setelah pertengkaran itu keduanya berjalan sedikit dan berhenti tepat di kedai yang memiliki plakat bagian atas, bertuliskan 'arak daging'. Tempatnya sangat ramai meski kedainya hanya dari kayu yang disusun sedemikian rupa sehingga menjadi gubuk sedang. Bisa dibilang semua rumah dan kedai di sini terbuat dari kayu dan batu yang disusun. Dipermanis dengan ukiran cantik untuk penduduk kalangan menengah ke atas.Alice naik ke lantai kayu kedai. Duduk bersila di atas kemudian menepuk bagian kosong di sampingnya. Menyuruh Ananta naik. Sadar dengan situasi Alice mendadak kesal. Bagaimana mungkin ia bisa sesabar ini  bersama Ananta yang merepotkan. Untuk sekedar naik saja butuh bantuan."Kenapa merepotkan sekali, sih? Angkat lenganmu!" Ketika  Ananta menuruti komando Alice, perempuan itu memegang erat kedua lengan Ananta. Dituntunnya naik, namun tarikan Alice terlalu kencang karena kesal. Alhasil Ananta sedikit terhuyung. Posisi duduknya melekat pada Al
Read more
15¡ Raja Ardolph
Saat ini aula rapat terdapat empat orang yang terdiri dari dua orang abdi, Pangeran Charlotte Northumbria, dan sang Raja Ardolph Mercia itu sendiri. Sangat senggang namun hawa terasa panas."Aku telah mengintrogasi mereka atas kecerobohannya dalam menjaga Putri Alice. Jika besok tidak ditemukan, mereka akan dijatuhi hukum cambuk." Raja Ardolph kembali meneruskan dengan intonasi tanpa keraguan."Ampun, yang Mulia. Saya pikir Putri Alice memang sengaja melarikan diri_karena tidak menginginkan perjodohan antar dua kerajaan. Bukankah lebih baik kita menunda pernikahan ini sampai putri Alice benar-benar siap?" Abdi Lie kembali meneruskan. Tubuhnya yang berada di posisi kiri Charlotte lebih condong ke arah sang Raja."Akan memakan waktu yang lama lagi untuk menundanya. Kita akan menghabiskan dua purnama untuk menuruti isi kepala Putri Alice." Mata biru Raja Ardolph berpaling pada Charlotte. "Tidak ada yang perlu kau pikirkan, Pangeran Charlotte. Dia akan segera kembal
Read more
16¡ Pencarian bahan pangan
"Kamu sudah menghabiskan sebotol lebih, tapi tidak segera bersuara." Kata itu dilontarkan Ananta ketika Alice sedang berusaha mati-matian menenggak arak ke duanya. Menyerah, karena tidak ada setetes arakpun yang jatuh ke mulut, botol itu berakhir di tanah. Tergeletak tak bedaya besama botol pertama_setelah Alice lempar. Itulah kenapa Ananta tau betul berapa arak yang telah diminum Alice_dari dentingan botol yang terlempar.Sedangkan Ananta sendiri, tidak menyentuh apapun. Meja masih penuh dengan dua porsi daging bakar beralaskan piring rotan serta daun, dua botol susu, dua gelas kosong yang terbuat dari tanah dan satu lagi arak di tangan Alice."Aku akan buka suara ketika kau meminum araknya. Bukankah kita telah sepakat? Aku bahkan memberi keringanan dengan meminum dua botol.""Itu akan membuatmu tidak waras.""Ayolah. Segelas?" Alice mendesak, menuang araknya pada salah satu gelas. Sampai arak tersebut berpindah pada tangan Ananta.Sa
Read more
17! Umpan cahaya biru laut
"Aku malah lebih penasaran dengan_kenapa Raja menunda pernikahan?" ujar pria yang memberi pengumuman. Wajahnya hitamnya terlihat penasaran."Kau tidak akan tau informasi dari dalam kerajaan." suara seorang perempuan menjahut dari samping perkumpulan itu. Perempuan itu istri dari pemilik kedai. Meletakkan sebotol arak ke meja_yang dipesan salah satu dari mereka."Wol, aku dengar kau bekas pelayan kerajaan," pria hitam tersebut menunjuk perempuan yang disebut Jangwol. Hanya dibalas anggukan tanpa minat."Kalau begitu kau seharusnya tau semua tatanan kerajaan, isunya, dan penghuninya." Antusias pria hitam berkelebat di wajah. Sedang pria lain tampak menunggu dongeng dengan tidak sabar. "Kau tau seperti apa wajah tuan Putri?"Alice bergegas memakai cadarnya lagi, yang ia letakkan di pinggir meja."Aku sudah lama pensiun," perempuan itu menerawang jauh, "saat itu tuan Putri masih kecil, tujuh t
Read more
18! Dyn
"Dyn? Kau... bisakah_aku cudah cukup kesal denganmu!"Decakan jelas terdengar seakan pemilik suara tersebut sampai hati untuk mencabik leher pemuda barusan. Sedangkan pemuda yang datang dengan atribut hitam, caping rotan, serta pedang di bagain tangan kanan tersebut meringis tak berdosa."Ada apa, Alice?" Nada risau terlintas diselah pertanyaan Ananta. Menyadari sesuatu bahwa ada orang lain yang tengah bergabung bersama mereka."Hanya seseorang yang tidak penting," Alice melontarkan kata dengan tak acuh. Merasa mesal bahwa khayalan dirinya yang tengah mengagumi Ananta harus terputus sudah."Maaf. Tetapi ada sesuatu yang harus saya sampaikan."Bahasanya kelewat formal, hal itu membuat kernyitan tercetak jelas di dahi Ananta."Kalau ini tentang penundaan pernikahan. Aku sudah tau.""Pencarian tuan Putri sedang dilakukan secara diam-diam. Meski begitu ada ren
Read more
19! Serangan tiba-tiba
Alice tertawa hambar, "Dyn, bawalah dia bersamamu. Aku akan segera kembali."Yang diberi amanah hanya merunduk sekilas sebagai jawaban.Kepergian Alice tampak cepat tanpa suara dedaunan kering yang terinjak maupun ranting. Kepala Ananta berkelebat bingung, Alice tidak berpesan apapun padanya. Ditinggal bak rongsokan tak berguna begitu saja dengan orang yang tidak bisa Ananta lihat.Dyn sudah cukup mengamati Ananta sedari tadi. Dalam sekali pandang pemuda itu langsung tau jika Ananta buta. Dan tentu dari gelagatnya Ananta tampak polos, tidak tau apa-apa."Ikuti aku!"Postur tubuh Ananta ditegakkan. Ingin terlihat tenang dan tidak ingin diremehkan. Ia berusaha mengganti kosakatanya sendiri agar tidak terdengar mencurigakan. Bukankah sejak awal Alice telah berwasiat padanya kalau satu perbedaan darimu akan menimbulkan bahaya. "Bisakah kau mengandeng lenganku?"Kernyitan terlihat jelas di dahi Dyn, mata hitamnya memancar jijik. Pemuda itu seolah
Read more
20! Malu bukan main
Tanpa aba-aba Ananta dikejutkan dengan gerakan tiba-tiba dari Dyn. Pemuda tersebut menarik pedangnya hingga terlepas dari pegangan Ananta. Decitan sesuatu yang terbuka berkelebat cepat. Kemudian sesuatu yang dingin nan tipis menempel pada leher Ananta. Ini tidak baik."Dyn, apa yang_" kata terpotong tatkala Dyn mulai ambil suara dengan tegas penuh celidik."Katakan, apa misimu mengikuti Putri Alice? Seharusnya kau memanggilnya Putri bukan langung nama!" Rahang Dyn mengeras. Mata tajamnya memusat dalam ke pikiran Ananta. Mencari sesuatu tetapi seakan menjelajah langit untuk menemukan ikan."Bukalah lebar-lebar manik matamu. Barangkali kau belum cukup paham dengan keadaanku," Ananta mengucapkan itu tengan tenang. Ia tau, benda tajam mengarah lehernya. Tidak main-main saking tajamnya ia mengores beberapa senti. Darah mengalir tak diindahkan."Aku akan mengawasimu." Nadanya mengancam. Namun pedangnya diturunka
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status