Setelah pertengkaran itu keduanya berjalan sedikit dan berhenti tepat di kedai yang memiliki plakat bagian atas, bertuliskan 'arak daging'. Tempatnya sangat ramai meski kedainya hanya dari kayu yang disusun sedemikian rupa sehingga menjadi gubuk sedang. Bisa dibilang semua rumah dan kedai di sini terbuat dari kayu dan batu yang disusun. Dipermanis dengan ukiran cantik untuk penduduk kalangan menengah ke atas.
Alice naik ke lantai kayu kedai. Duduk bersila di atas kemudian menepuk bagian kosong di sampingnya. Menyuruh Ananta naik. Sadar dengan situasi Alice mendadak kesal. Bagaimana mungkin ia bisa sesabar ini bersama Ananta yang merepotkan. Untuk sekedar naik saja butuh bantuan.
"Kenapa merepotkan sekali, sih? Angkat lenganmu!"
Ketika Ananta menuruti komando Alice, perempuan itu memegang erat kedua lengan Ananta. Dituntunnya naik, namun tarikan Alice terlalu kencang karena kesal. Alhasil Ananta sedikit terhuyung. Posisi duduknya melekat pada Al
Saat ini aula rapat terdapat empat orang yang terdiri dari dua orang abdi, Pangeran Charlotte Northumbria, dan sang Raja Ardolph Mercia itu sendiri. Sangat senggang namun hawa terasa panas."Aku telah mengintrogasi mereka atas kecerobohannya dalam menjaga Putri Alice. Jika besok tidak ditemukan, mereka akan dijatuhi hukum cambuk." Raja Ardolph kembali meneruskan dengan intonasi tanpa keraguan."Ampun, yang Mulia. Saya pikir Putri Alice memang sengaja melarikan diri_karena tidak menginginkan perjodohan antar dua kerajaan. Bukankah lebih baik kita menunda pernikahan ini sampai putri Alice benar-benar siap?" Abdi Lie kembali meneruskan. Tubuhnya yang berada di posisi kiri Charlotte lebih condong ke arah sang Raja."Akan memakan waktu yang lama lagi untuk menundanya. Kita akan menghabiskan dua purnama untuk menuruti isi kepala Putri Alice." Mata biru Raja Ardolph berpaling pada Charlotte. "Tidak ada yang perlu kau pikirkan, Pangeran Charlotte. Dia akan segera kembal
"Kamu sudah menghabiskan sebotol lebih, tapi tidak segera bersuara."Kata itu dilontarkan Ananta ketika Alice sedang berusaha mati-matian menenggak arak ke duanya. Menyerah, karena tidak ada setetes arakpun yang jatuh ke mulut, botol itu berakhir di tanah. Tergeletak tak bedaya besama botol pertama_setelah Alice lempar. Itulah kenapa Ananta tau betul berapa arak yang telah diminum Alice_dari dentingan botol yang terlempar.Sedangkan Ananta sendiri, tidak menyentuh apapun. Meja masih penuh dengan dua porsi daging bakar beralaskan piring rotan serta daun, dua botol susu, dua gelas kosong yang terbuat dari tanah dan satu lagi arak di tangan Alice."Aku akan buka suara ketika kau meminum araknya. Bukankah kita telah sepakat? Aku bahkan memberi keringanan dengan meminum dua botol.""Itu akan membuatmu tidak waras.""Ayolah. Segelas?" Alice mendesak, menuang araknya pada salah satu gelas. Sampai arak tersebut berpindah pada tangan Ananta.Sa
"Aku malah lebih penasaran dengan_kenapa Raja menunda pernikahan?" ujar pria yang memberi pengumuman. Wajahnya hitamnya terlihat penasaran."Kau tidak akan tau informasi dari dalam kerajaan." suara seorang perempuan menjahut dari samping perkumpulan itu. Perempuan itu istri dari pemilik kedai. Meletakkan sebotol arak ke meja_yang dipesan salah satu dari mereka."Wol, aku dengar kau bekas pelayan kerajaan," pria hitam tersebut menunjuk perempuan yang disebut Jangwol. Hanya dibalas anggukan tanpa minat."Kalau begitu kau seharusnya tau semua tatanan kerajaan, isunya, dan penghuninya." Antusias pria hitam berkelebat di wajah. Sedang pria lain tampak menunggu dongeng dengan tidak sabar. "Kau tau seperti apa wajah tuan Putri?"Alice bergegas memakai cadarnya lagi, yang ia letakkan di pinggir meja."Aku sudah lama pensiun," perempuan itu menerawang jauh, "saat itu tuan Putri masih kecil, tujuh t
"Dyn? Kau... bisakah_aku cudah cukup kesal denganmu!"Decakan jelas terdengar seakan pemilik suara tersebut sampai hati untuk mencabik leher pemuda barusan. Sedangkan pemuda yang datang dengan atribut hitam, caping rotan, serta pedang di bagain tangan kanan tersebut meringis tak berdosa."Ada apa, Alice?" Nada risau terlintas diselah pertanyaan Ananta. Menyadari sesuatu bahwa ada orang lain yang tengah bergabung bersama mereka."Hanya seseorang yang tidak penting," Alice melontarkan kata dengan tak acuh. Merasa mesal bahwa khayalan dirinya yang tengah mengagumi Ananta harus terputus sudah."Maaf. Tetapi ada sesuatu yang harus saya sampaikan."Bahasanya kelewat formal, hal itu membuat kernyitan tercetak jelas di dahi Ananta."Kalau ini tentang penundaan pernikahan. Aku sudah tau.""Pencarian tuan Putri sedang dilakukan secara diam-diam. Meski begitu ada ren
Alice tertawa hambar, "Dyn, bawalah dia bersamamu. Aku akan segera kembali."Yang diberi amanah hanya merunduk sekilas sebagai jawaban.Kepergian Alice tampak cepat tanpa suara dedaunan kering yang terinjak maupun ranting. Kepala Ananta berkelebat bingung, Alice tidak berpesan apapun padanya. Ditinggal bak rongsokan tak berguna begitu saja dengan orang yang tidak bisa Ananta lihat.Dyn sudah cukup mengamati Ananta sedari tadi. Dalam sekali pandang pemuda itu langsung tau jika Ananta buta. Dan tentu dari gelagatnya Ananta tampak polos, tidak tau apa-apa."Ikuti aku!"Postur tubuh Ananta ditegakkan. Ingin terlihat tenang dan tidak ingin diremehkan. Ia berusaha mengganti kosakatanya sendiri agar tidak terdengar mencurigakan. Bukankah sejak awal Alice telah berwasiat padanya kalau satu perbedaan darimu akan menimbulkan bahaya. "Bisakah kau mengandeng lenganku?"Kernyitan terlihat jelas di dahi Dyn, mata hitamnya memancar jijik. Pemuda itu seolah
Tanpa aba-aba Ananta dikejutkan dengan gerakan tiba-tiba dari Dyn. Pemuda tersebut menarik pedangnya hingga terlepas dari pegangan Ananta. Decitan sesuatu yang terbuka berkelebat cepat. Kemudian sesuatu yang dingin nan tipis menempel pada leher Ananta. Ini tidak baik."Dyn, apa yang_" kata terpotong tatkala Dyn mulai ambil suara dengan tegas penuh celidik."Katakan, apa misimu mengikuti Putri Alice? Seharusnya kau memanggilnya Putri bukan langung nama!" Rahang Dyn mengeras. Mata tajamnya memusat dalam ke pikiran Ananta. Mencari sesuatu tetapi seakan menjelajah langit untuk menemukan ikan."Bukalah lebar-lebar manik matamu. Barangkali kau belum cukup paham dengan keadaanku," Ananta mengucapkan itu tengan tenang. Ia tau, benda tajam mengarah lehernya. Tidak main-main saking tajamnya ia mengores beberapa senti. Darah mengalir tak diindahkan."Aku akan mengawasimu." Nadanya mengancam. Namun pedangnya diturunka
Rambutnya terbebas indah dengan manik-manik bintang berbagai ukuran. Hal itu dipermanis dengan sesuatu mirip bando bermotif bunga sakura rambat. Warnanya yang putih bersih tampak memimpin rambut hitam legam.Sayangnya keindahan itu tidak ditunjang dengan raut riang Alice. Perempuan itu tidak bersahabat untuk bernafas dengan korset yang mencengkam. Bergemulai anggun dengan fantovel. Serta berterbit elegan dengan senyum yang membosankan. Ini tidak benar.Tawa renyah yang seakan mampu melubangi indra pendengaran menusuk jauh ke ulu hati Alice. "Tersenyumlah Putri Alice. Biarkan keindahanmu melemahkan hati Pangeran." Senyum itu tidak pernah redup. Siapa lagi yang berani menertawakan anggota kerajaan kalau bukan pengikut Alice yang satu ini. Kalau saja Alice tidak menjadi tameng beberapa kali di masa lalu. Pasti perempuan di belakangnya ini telah tewas terbakar.Alice berbalik di posisi dulunya. Saat ini dirinya membel
"Tapi Putri. Seberapa kuatpun kau melindungi dirimu sendiri. Menyelinap dari penjagaan ketat. Kita tidak bisa melupakan jati diri kita, yang hidup berkelompok." Insley mengingatkan lagi. Entah untuk kesekian kali dalam hidup demi keselamatan Alice. Meski pendengar tidak bergeming.Sejujurnya tidak ada pembagian kasta dalam hutan LeNight. Setiap pemimpin kelompok yang menjadi raja atau panutan, itulah yang bertanggung jawab sebagai pembuka jalan. Dan seluruh pengikut tentu harus bergerak seirama dengan rajanya. Tapi sayangnya ada beberapa peraturan yang tidak selaras dengan keinginan Alice. Sampai ia menjadi salah satu yang menyimpang. Andai saja pemikiran Alice yang miring tidak di imbangi kenyataan bahwa dirinya adalah anak raja, tentu ia sudah dibuang dari kelompok atau lebih sadisnya dibakar.Sebenarnya tidak ada yang salah dengan peraturan kelompok Mercia. Ayahnya sang Raja tentu ingin memperluas kekuasaan dan hubungan kekeluargaan sep