All Chapters of (Not) A Queen: Chapter 31 - Chapter 40
128 Chapters
Chapter 31 Menenangkan Freya
  Priam yang baru memasuki rumah terheran dengan Naratama yang masih berdiri di ujung tangga. Ekspresinya menggambarkan sebuah kesedihan yang mendalam. “Kenapa kamu berdiri di sini?” Priam mengernyit. Jika Naratama di rumah itu berarti Freya juga ada di rumah, pikir Priam. “Saya menunggu Nyonya yang sedang bersedih,” jawab Naratama sepelan mungkin. Priam memang sudah mengenal Naratama selama tiga tahun ini, dan penilaiannya adalah Naratama memang anjing yang setia kepada Freya melebihi apapun. Dan kesetiaan Naratama lebih besar dibanding Priam yang notabene suami sah Freya. “Sebaiknya kamu beristirahat saja.” “Tapi Tuan, Nyonya bagaimana?” rengek Naratama. Di saat seperti ini saja Naratama masih memikirkan keadaan Freya. Priam harus bersabar. Dia menghela napas, agar bisa mengontrol rasa marah dan jengkelnya. “Aku yang akan menanganinya. Sekarang pergilah.” Priam sedikit menekankan  kata pergi agar Naratama se
Read more
Chapter 32 Naratama si Pengacau
  “Hari ini kamu cantik,” ucap seorang pria yang duduk di samping Lusi. Pria itu bernama Legosi. “Terima kasih.” Untuk gadis seukuran Lusi, ucapan Legosi, pria yang jauh lebih tua darinya adalah pujian. Ia baru mendapat pujian dari pria lain. Dan Lusi bisa dikategorikan sebagai pemula dalam menjalin hubungan. Legosi menyibak rambut Lusi ke belakang telinga. Ia mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Lusi. Bibi mereka akan bersentuhan, tiba-tiba ponsel Lusi berdering keras, hal itu membuat Legosi langsung menjauhkan wajahnya. Lusi sudah memejamkan matanya, akhirnya harus menanggung malu karena moment pertama kalinya harus ditunda karena panggilan telepon yang terus meraung. Ia sempat berpikir agar tadi ponsenya dimode diam. Tapi, harus bagaimana lagi, sudah terlanjur. Lusi melihat Legosi yang sedikit canggung dengan keadaan ini. “A-aku permisi, aku harus menerima panggilan ini,” ucap Lusi. Setelah mendapat anggukan dari Legosi, barulah Lusi be
Read more
Chapter 33 Historia
 Alecta refleks menoleh ke arah pintu karena suara gaduh. Pintu itu dibuka oleh Lusi yang masih berdebat dengan Naratama.“Sudah aku bilang berapa kali! Legosi itu pria baik-baik! Seratus kali lebih baik dari pada kamu, Nara!” suara Lusi yang melengking terdengar mendekat. “Saya pulang.”Alecta menyahut dari ruang dapur. Dia buru-buru mematikan kompor dan menemui mereka. “Tama? Lusi?”Lusi hanya membungkuk, lalu memasuki kamarnya, meninggalkan Alecta dan Naratama.“Dia kenapa?” tanya Alecta.“Ada sedikit kesalahpahaman.” Naratama menggaruk belakang kepalanya. Lalu indra penciumannya merasakan rangsangan aroma khas yang membuat perutnya keroncongan. Ia sedikit malu karena perutnya juga berbunyi, karena sejak siang ia belum memakan apapun.Alecta tertawa kecil. “Sepertinya Tama ingin mencicipi masakanku. Aku membuat spaghetti bolognese untuk makan malam.”
Read more
Chapter 34 Diary Camelia
 Di balkon, tempat ternyaman bagi Alecta membaca catatan Camelia. Di hadapannya sudah tersedia sepiring salad sayur dengan potongan daging yang bentuknya mirip dadu. Ditambah jus strawberry susu, dan satu buah apel yang sudah dipotong bersih dari bijinya.Mulai hari ini, menu makanan Alecta 100% berasal dari rengekan Naratama yang terjadi semalam. Ia menginginkan Alecta makan-makanan yang sehat dan bergizi guna mempersiapkan diri untuk menjadi surrogate mother. Bisa dibilang, ini mengatur gaya hidup Alecta yang dulu sangat suka makanan berminyak daripada makanan berserat. Meski begitu, Alecta tetap menurutinya. Rasanya, Naratama adalah pria yang ingin mewujudukan keinginan Freya. Padahal dalam konteks, harusnya Priam yang turun tangan.Anjing yang setia dan selalu menyenangkan tuannya, pikir Alecta.Semalam, setelah mendapat informasi tentang Camelia dari Naratama, Alecta mulai mengenal dan menekuni seperti apa kehidupan masa lalu Priam melalui pand
Read more
Chapter 35 Insiden Berdarah
  Alecta masih sempat menyimpang buku diary Camelia di kamarnya. Suara barang jatuh, berdebum, dan pecah masih memenuhi lantai satu. Disusul suara teriakan Lusi. “Siapa kamu! Jangan naik ke atas! Aaaaaakkkhhhhhh!” Tubuh Alecta menegang ketika suara gaduh di lantai bawah mendadak hilang. Suara Lusi juga tidak terdengar lagi. Tangannya erat menggenggam pisau buah. Satu-satunya barang tajam di sekitar Alecta. Dia mengendap-endap keluar dari kamar. Indra pendengarnya mampu menangkap suara langkah kaki berat menaiki anak tangga. Alecta mengambil vas yang berisi bunga pemberian Priam. Mereka tampak sudah layu. Harusnya dibuang, namun Alecta masih menyimpannya. Tapi, saat ini dia mengeluarkan semua bunga yang sudah agak mengering itu, lalu air keruh di dalamnya. Vas itu juga bisa jadi senjata. Alecta telah menunggu di balik dinding. Dia yakin, yang naik adalah seorang pencuri ataupun berandalan lainnya. Dia bisa memastikan jika yang naik
Read more
Chapter 36 Sebelum Insiden Berdarah
Chapter 36 Sebelum Insiden Berdarah.   Feris merapikan jas yang dipakainya. Hampir sepuluh menit ini dia memandang dirinya sendiri dari pantulan cermin di ruangan pribadinya. Suara ketukan pintu terdengar sepagi ini.   “Masuk.” Dia memasang kacamatanya. Benda paling penting di hidupnya sejak berumur 10 tahun.   Setelah dipersilakan masuk oleh Feris, seorang wanita paruh baya, yang rambutnya sedikit memutih. Meskipun kini kerutan menghiasi wajahnya, kecantikan yang terpancar tetap sama seperti dulu. Wanita itu bernama Bibi Lani, salah satu orang yang tidak pernah takut dengan tangan milik Feris.   “Sepagi ini kamu mau ke mana? Rapi sekali?” Bibi Lani meletakkan nampan berisi segelas susu segar dan roti panggang yang aromannya sangat lezat.   “Ke vila milik Tuan Priam. Lusi menelepon tengah malam sambil menangis karena putus dengan kekasihnya.” Feris masih merapikan lipatan kerah k
Read more
Chapter 37 Peringatan Sebelum Insiden Berdarah
 “Kamu boleh pergi, asal nanti jika aku memanggilmu dengan satu panggilan, kamu harus segera datang. Kamu mengerti Nara.” “Siap mengerti Nyonya. Tapi Anda yakin akan masuk ke dalam?” Terdengar suara kekhawatiran dari Naratama. Harus Freya akui, Naratama memang lebih peduli dan lebih menurut dibanding Priam. “Aku baik-baik saja.” “Bohong. Nyonya pasti kurang tidur dan masih bersedih atas kegagalan kemarin. Tapi jangan khwatir. Kemarin saya sudah mendatangi Miss Alecta untuk memperbaiki pola makannya. Saya juga siap jika harus mengantar Miss Alecta untuk tes-tes berikutnya.” Freya menyunggingkan senyumnya sebagai tanda rasa bangganya kepada Naratama. “Terima kasih, tapi aku harus segera rapat. Film ini penting untukku.” Naratama mengangguk. “Baik Nyonya. Jangan sampai kelelahan.” 
Read more
Chapter 38 Karena David Mirman
 Naratama langsung menyambar ponselnya begitu ada suara tanda notifikasi pesan di sana. Pesan itu bukan dari Freya, melainkan dari Feris. Ia mengirimkan sebuah foto. Naratama tersentak kaget saat mengetahui foto wanita berdarah itu adalah Alecta. Rasa terkejutnya naik dua kali lipat saat ini. Alecta sedang terluka, dan Feris meminta penjelasan soal perempuan yang tinggal bersama Lusi yang tak lain adalah Alecta. “Bagaimana aku menjelaskannya?” Naratama baru tersadar. Tadi pagi alasan Feris sudah berpakaian rapi, bukanlah untuk mewarnai rambut. Melainkan datang ke vila, padahal sebelumnya ia tidak pernah mengunjungi vila itu. Naratama tersentak lagi saat ponselnya berdering tanda ada panggilan masuk. Panggilan itu berasal dari Feris. “Haruskah aku menjawabnya?” Sempat terpikir untuk diabaikan saja, namun mengingat Feris tidak suka diabaikan, jadi mau tidak mau Nara
Read more
Chapter 39 Masa Kecil Penuh Darah
 Feris duduk di ruang perawatan untuk Lusi. Sedari tadi, dia dimintai keterangan oleh polisi, dan mengizinkan polisi untuk melakukan investigasi di vila itu, tempat kejadian perkara yang hampir merenggut dua nyawa perempuan. Feris mengembuskan napas panjang, sesekali matanya memandang Lusi. Gadis itu belum sadarkan diri sejak ditemukan di kamar. Kepalanya di bebat, beruntung ia tidak mengalami pendarahan. Tidak seperti Alecta. Perempuan itu harus menjalani operasi saat ini juga, dan Feris yang menjadi walinya untuk menandatangani form pesetujuan tindakan operasi. Dia teringat akan ucapan salah seorang perawat yang menyuruh Feris untuk melepaskan sarung tanganya yang sudah basah karena darah Alecta, ditambah bau perpadua garam dan besi, sedikit anyir khas bau darah. Perawat itu bilang agar Feris mencuci tangan dulu, setelah itu baru bisa menandatangani form persetujuan tidakan operasi untuk Alecta. Sejujurnya Feris keberatan. Tap
Read more
Chapter 40 Masa Kecil Penuh Darah 2
Chapter 40 Masa Kecil Penuh Darah 2 Seorang perempuan berbaju serba hitam keluar dari mobil. Hal itu memancing kecurigaan Feris, langsung saja dia turun dari pohon lalu berlari menuju vila. Belum sampai di pintu, Feris mendengar teriakan Camelia meminta tolong untuk dilepaskan. Feris makin bergegas untuk segera masuk ke vila itu. Tepat di depan mata Feris, Camelia dicekik oleh ibunya Daisy, istri sah Tuan Robert Dawson. Camelia meronta agar bisa melepaskan diri dari cengkeraman yang menyakitkan itu. Feris tidak tinggal diam, dia juga melawan perempuan dewasa itu dengan sekuat tenaga, meskipun akhirnya dia menerima tamparan yang sangat keras, hingga kacamata yang dipakainya jatuh di lantai. Tanpa kacamata itu, penglihatan Feris menjadi buram. “Feris! Tolong aku!” Camelia masih meronta, sedangkan Feris harus meraba di mana kacamatanya jatuh. “Lepaskan aku Ibu Sita
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status