Semua Bab Walk On Memories: Bab 11 - Bab 20
107 Bab
(11) W's Corporate
Seperti yang diperintahkan oleh Nenek kemarin, mulai hari ini Bella akan menjadi President dari W’s Corporate. Hati Bella sedikit berdebar saat Nenek mulai memperkenalkan dirinya pada pegawai lain. Di pandang oleh ribuan orang tidak pernah Bella bayangkan. Ada rasa tidak percaya, tapi lebih mendominasi rasa bahagia.Nenek mengisyaratkan agar Bella berbicara, Bella yang paham itu pun mulai membuka suara dan meluruskan pandangannya seperti yang diajarkan oleh Stefene kemarin malam.“Saya adalah putri dari Bapak Andreas dan Ibu Fiona, cucu dari Nyonya Besar Wilson. Saya harap kita bisa bekerja sama untuk memajukan W’s Corporate. Silahkan nikmati pesta yang tidak terlalu mewah ini, terima kasih!”Setelah itu Bella mengelus dadanya untuk menetralkan debaran yang ada di hatinya. Nenek yang paham itu pun langsung membawa Bella pada ruangan khusus President yang ada di lantai teratas gedung W’s Corporate.Setelah tiba, pandangan Bell
Baca selengkapnya
(12) Tidak Selemah Seperti yang Terlihat
Bella sedang di rumah sakit tempat Mark dirawat. Pakaian kantornya masih melekat pada tubuhnya karena setelah bekerja, Bella langsung ke Rumah Sakit tanpa pulang ke Kediaman Nenek terlebih dahulu.Bella duduk di sambing brangkar sambil menatap wajah mark yang dibaluti oleh kain kassa. Hati Bella sakit melihat keadaan sepupunya yang belum juga sadar, sekali lagi pandangan Bella mengarah kearah Mark.Bella menarik nafasnya, “Mark… aku udah pulang. Ayo bangun! Aku udah kerja sekarang, mau aku traktir nggak, Mark?”Bella mengelus tangan Mark pelan, pandangannya masih mengarah pada Mark yang tengah terbaring. Bella kembali berkata, “Mark… ayo bangun! Kamu nggak kangen sama aku, Mark? Kita udah lama nggak main bareng, ada banyak hal yang mau ceritain sama kamu…”Air mata Bella menetes melewati pipi mulusnya. Bella menghapus air matanya terlebih dahulu sebelum mengeluarkan suara kembali, “Mark… aku sering
Baca selengkapnya
(13) Kunjungan ke W's Corporate
Jalanan tidak terlalu ramai membuat Stefene leluasa mengemudikan mobil. Saat ini Bella akan berangkat ke kantor, di sampingnya ada Nenek yang tengah memainkan iPad. Bella tidak ada kegiatan, hanya menatap jalanan.Pandangan Bella menatap bus yang melaju dengan cepat bahkan memotong jalan mobil yang tengah ia naiki. Ingatannya tiba-tiba saja mengarah pada sekolahnya yang mewah. Sampai kapan Bella harus lari dari masalahnya? Bella harusnya melawan mereka.Seperti kata Daniel, Bella bukanlah seekor sapi yang terikat, Bella harus bisa melawan mereka yang merundungnya bukan malah diam saja.Bella menghembuskan nafasnya dengan kasar, Nenek yang menyadari itu pun melepaskan iPad dan menatapnya intens. Bella yang sadar itu pun menolehkan kepalanya dan mengatakan, “Ada apa, Nenek?”Nenek diam saja dan kembali melanjutkan memainkan iPad, Bella yang melihat Nenek tidak mengatakan apapun akhirnya menatap jalanan kembali. Bella jadi berpikir, jika
Baca selengkapnya
(14) Diusir dari Perusahaan
Bella kembali duduk saat teman-temannya sudah tidak terlihat lagi. Sebelum duduk, tentu saja Bella menutup pintu dan menguncinya. Bella memegang dadanya, rasa terkejutnya belum juga hilang. Tapi, rasa sakit hati lebih mendominasi setelah mendengar perkataan teman-temannya. Ah, apa mungkin hanya Bella yang menganggap mereka sedangkan mereka tidak? Ya Bella memang terlalu baik.Bella memakai kacamatanya dan mulai menghidupkan laptop. Ada banyak pekerjaan yang harus ia lakukan daripada memikirkan teman-temannya. Bella mulai membuka e-mail dan mulai membalasi e-mail yang sekiranya perlu Bella lakukan.Ah, ada e-mail masuk dari perusahaan Lorenza’s X yang ingin mengajukan proposal kerja sama. Bella merasa tidak asing dengan nama Lorenza? Jika Bella tidak salah, ini adalah salah satu perusahaan keluarga teman sekolahnya.Untuk membenarkan pikiran itu, Bella mulai mencari tahu tentang Lorenza’s X lebih dalam lagi. Ah, Lor
Baca selengkapnya
(15) Sadar
Bella berlari di koridor rumah sakit dengan kondisi bibirnya yang masih bengkak. Bella memelankan langkahnya saat sudah dekat dengan ruangan Mark, Bella bisa melihat Nenek dan Stefene sedang duduk di kursi menunggu di luar.Bella langsung mendekat dan memeluk Nenek yang wajahnya sudah memucat. Bella menangis di pelukan nenek, “Nenek…”Bella juga tidak tahu apa alasan ia menangis, yang jelas Bella hanya ingin menangis dan dipeluk oleh keluarganya.Nenek mengelus rambut Bella dan berkata, “Mark sedang ditangani Dokter, Bella. Percayalah, Mark akan baik-baik saja.”Bella mengangguk dipelukan Nenek, air matanya masih saja mengalir dan dengan lembut nenek mengelus puncak kepala bella. Rasanya sudah cukup seperti ini, Bella sangat bersyukur ia bisa memeluk keluarganya lagi, tidak seperti dulu-dulu, saat Bella ingin menangis ia hanya bisa memeluk dirinya sendiri.“Rambutmu sepertinya usak, Bella. Pergilah ke salon, dan
Baca selengkapnya
(16) Pesta Penyambutan
Bella sudah siap untuk pesta malam ini. Memakai gaun hitam tanpa lengan, memamerkan keindahan lehernya yang memikat kaum adam. Rambut lurusnya ia dibiarkan terurai dan dihias dengan bando yang berwarna keemasan.Untuk kakinya, Bella memakai heels hitam setinggi 10 cm, menambah kesan dewasa untuknya. Saat Bella turun dari mobilnya dan berjalan di karpet merah, ada banyak pasang mata yang memandangnya. Secara tiba-tiba, mereka berprofesi menjadi paparazzi untuk memotretnya.Langkah Bella terhenti saat tidak sengaja melihat wajah salah satu teman sekolahnya. Bella menunduk sejenak untuk menetralkan debaran di hatinya. Bella mengembuskan nafasnya dan melanjutkan langkahnya.Bella berjalan dengan mendongakkan kepalanya. Dirinya sangat sadar, banyak pasang mata yang menatapnya terang-terangan.  Langkah Bella kembali terhenti saat lelaki asing mengulurkan tangannya, “Mau berdansa denganku, Nona?” ujarnya.Bella hanya menatap ta
Baca selengkapnya
(17) Akan Kembali
Bella merebahkan dirinya sambil memandangi langit-langit kamarnya yang berwarna putih, ingatan tentang malamnya yang Dia lalui seorang diri. Kasurnya menjadi saksi, air matanya yang sering membasahinya, tembok putih polos yang menjadi tempatnya bersandar, dan cermin tempat ia menceritakan keluh kesahnya.Bella duduk, Dia berjalan menuju meja tempatnya belajar dan mengerjakan tugas bahkan tugas teman-temannya pun Bella kerjakan disini. Bella membuka laci kecil dan mengambil buku kecil berisi curhatannya. Bella membukanya dan membacanya sampai lembar terakhir.Bella ingat, saat pertama kali Dika merundungnya, tangan lelaki itu pertama kalinya menyentuh rambut lurusnya, bukan elusan kasih sayang tapi jambakkan kasar yang Bella dapatkan. Bella tidak memiliki keberanian untuk melawan atau berteriak meminta pertolongan.Di tengah koridor sekolah, Dika menyeretnya rambutnya dan membawanya ke gudang belakang. Teman-teman sekolahnya hanya diam, mereka bahkan memvideonya
Baca selengkapnya
(18) Mencoba Melawan
Sekian lama absen dari sekolah, Bella menginjakkan kembali pada Lit High School. Berbagai tatapan Bella dapatkan, tatapan kasihan, penghinaan, dan benci yang mereka lemparkan. Tapi Bella tidak peduli, Bella tetap melangkahkan kakinya menuju kelasnya.Bella berjalan dengan pelan, kali ini Bella tidak menundukkan kepalanya. Bella akan melawan mereka yang bermain-main padanya. Bella mendongakkan kepalanya, tatapan Bella ke depan, telinganya dia tulikan, Bella tidak akan menghiraukan bisik-bisik dari orang di sekitarnya.Setelah sampai di kelasnya, Bella duduk dengan manis. Selagi menunggu guru datang, Bella membaca buku pelajaran dan memasang earphone. Kepala Bella bergerak-gerak mengikuti nada musik yang sedang Dia putar.Seseorang menarik earphone dari telinganya membuat Bella mendongak dan menatap Dika datar. Bella mengambil eaphone dari tangan dika dan mengatakan, “Ada apa?”Dika diam sejenak karena merasakan aura Bella yang sedikit berbeda.
Baca selengkapnya
(19) Penampilan Baru
Bella menundukkan kepalanya saat orang-orang menatapnya yang berdiri di samping Daniel. Pemuda itu memegang jarinya dan menariknya dengan pelan, Bella mengikuti langkah kaki Daniel dan sampailah pada tempat parkir motor. Daniel membalikkan badannya menghadap Bella dan mengatakan, “Naik motor nggak papa, ya?” Bella mengangguk mengiyakan.Daniel menyerahkan helm hitam yang biasa Dia pakai, Bella menerimanya dengan sedikit kerutan di dahinya, “Kamu pake apa, Daniel?” Daniel tersenyum manis dan tak menghiraukan pertanyaan Bella.Daniel memberikan isyarat pada Bella untuk menaiki motornya, Bella sedikit ragu dan melihat sekeliling, orang-orang sedang memegang ponsel dan mengarahkan pada mereka. Bella menunduk dan mengembalikan helm yang Daniel berikan. Bella tersenyum tipis dan mengatakan, “Kayaknya aku nggak bisa naik motor kamu, Daniel, maaf, ya…”Bella menjauhi Daniel, tetap saja Daniel berteriak memanggil nama Bella beru
Baca selengkapnya
(20) Terlambat
Bella berjalan sambil menunduk di koridor sekolahnya yang sudah sepi. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh, namun Bella masih belum duduk di meja kelasnya untuk belajar. Bella sadar, kelas sudah dimulai.Beberapa menit kemudian Bella berdiri di depan kelasnya. Bella mengetuk pintu sebentar dan berjalan sambil menunduk menuju mejanya. Kesalahan yang Bella lakukan Dia tidak melapor pada guru yang mengajar, Bella terlalu takut. Terlebih yang sedang mengajar adalah Bu Riana, guru yang pernah menamparnya tempo hari.Bu Riana menghampiri Bella dan berkata, “Keluar, Saya tidak suka ada yang terlambat!”Bella menunduk sambil memainkan jari-jarinya, “Maaf, Bu…”Bu Riana kembali berkata, “Sudahlah, keluar dari kelas saya, Bella.”Sennie berucap dari mejanya, “Gadis itu tidak sopan, Bu. Sudah terlambat tapi masih berani masuk kelas!”Xavia yang duduk di samping Sennie pun ikut menimpali, “Bena
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status