Nesta menguap secara dramatis. Jika diukur dengan matematika tingkat lanjut seperti yang digunakan oleh Laplace, lingkaran mulutnya hampir mencapai 360 derajat. Alasannya jelas, Nesta menghabiskan semalam suntuk menonton drama Korea, tergoda oleh delapan episode terakhir yang menunggu untuk ditonton."Nesta, tutup mulutmu saat menguap! Itu tidak sopan!" tegur Beny."Tsk!" Nesta hanya tertawa kecil."Kamu akan menyesal jika lalat masuk!"Beny menunjuk mulut Nesta.Nesta menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Tidak apa-apa, bisa jadi camilan.""Jorok!" Beny berteriak."Hanya bercanda, Ben."Beny mengambil sapu dan debu di belakang pintu, tampaknya siap untuk bekerja lagi.Mendekati siang, biasanya seperti ini. Saat para bos dan staf keluar untuk makan siang, petugas kebersihan bersiap untuk membersihkan ruang kerja lagi.Apalagi ruangan Viano. Dia sangat tidak suka jika ada yang kotor atau berantakan sedikit pun. HanyaBeny yang boleh masuk ruangannya saat dia tidak ada.Beny adalah ora
Nesta dengan cepat berlari menuju ruangan Viano. Begitu dia tiba, ekspresi wajah atasannya mirip dengan karakter antagonis dalam drama. Mengerikan, tetapi menawan."Apakah Bapak memanggil saya?" tanya Nesta segera setelah dia berdiri di depan Viano. Jika diteliti, kali ini tampaknya Viano benar-benar marah."Mengapa kamu masuk ke ruangan saya?""Oh, tadi Beny-""Apakah Beny yang memberikan kunci?" potong Viano dengan cepat.Nesta mengangguk.Tanpa melepaskan pandangan tajamnya dari Nesta, Viano menelepon Beny."Datang ke ruangan saya sekarang!" perintahnya, dengan gagang telepon yang menempel di telinganya.Nesta berani bertaruh, berada di rumah hantu tidak akan lebih menyeramkan daripada melihat ekspresi datar Viano yang menimbulkan rasa takut. Untunglah hidungnya mancung.Ah! Nesta menggelengkan kepala. Dia memaksa dirinya untuk fokus pada pekerjaannya. Jangan fokus pada setiap detail wajah Viano.Viano mengetuk meja dengan jari telunjuknya. Suara itu semakin memperkuat suasana yang
"Nesta berhenti? Pasti ini lelucon. Jika benar, maka Viano akan mencetak rekor baru, bukan?"Seorang pria yang mengaku memiliki seorang anak kini mengacak-acak rambutnya. Ia merutuki dirinya sendiri, karena ia bingung bagaimana harus bertindak. Benarkah seorang bos harus meminta maaf kepada bawahannya? Tentu!Ia berbaring, berharap hal ini bisa mengurangi beban pikirannya. Apakah ia bersalah? Jika tidak, ini hanya akan sebentar. Besok pagi ketika ia bangun, ia akan kembali menjadi yang seperti biasa.Ia menutup matanya. Namun, bayangan Nesta tersingkap di pikirannya. Ia berputar-putar di tempat tidur. Tidur terlentang tampaknya kurang baik, coba tidur miring ke kiri. Tidak, sama saja. Viano masih merasa gelisah. Coba tidur miring ke kanan, tetap saja tidak tenang. Membuka mata, ia melihat foto R.Arg! Tidak, jika saja ia menanyakan kabar Nesta, beban pikirannya pasti bertambah.Membatalkan niat tidur, seorang Viano bangkit dan duduk tepat di tepi tempat tidur, menyandarkan punggungnya
Tuhan, kepala Ivan terasa berputar. Sejauh pengetahuannya, tugasnya di tempat ini adalah untuk mengawasi kinerja karyawan. Mengapa tiba-tiba harus menangani urusan Viano?Alasannya adalah Viano tahu bahwa Ivan dekat dengan Nesta, dia meminta bantuan agar Ivan memberikan informasi tentang supermarket tempat Nesta bekerja.Ini sudah hari ketiga, dan Ivan masih belum menemukannya. Masalahnya bukan hanya dia tidak bisa bertanya, tetapi belakangan ini dia memang sibuk dengan pekerjaannya. Apalagi di akhir bulan, saat dia harus memeriksa kinerja semua karyawan. Belum lagi Viano yang meminta Ivan untuk merahasiakan ini dari Nesta--katanya ingin memeriksa apakah ada sabotase atau tidak.Oh, Tuhan! Sepertinya sekarang Ivan bisa melihat bagaimana Viano bertingkah bodoh, semua gara-gara Nesta.Omong-omong, untuk menangani masalah sepele Viano, apakah Ivan bisa meminta upah lembur, ya?Satu lagi masalah. Lusi juga sibuk seperti Viano. Bukan untuk merekrut Nesta lagi atau melakukan pengintaian. Na
Mengenai komentar Ivan yang menyebut Viano terlalu emosional dalam urusan Nesta, tampaknya itu benar. Tuduhan itu berdasar, karena Viano kini mengunjungi K-Mart sekitar pukul lima sore.Voila! Dia berani muncul di hadapan Nesta.Sementara Nesta yang biasanya disuruh untuk menjaga toko, hilang seketika saat mengetahui Viano ada di depan.Berdiri saling berhadapan, pertukaran tatapan tajam terjadi di toko tersebut, Nesta akhirnya menyerah."Bapak ingin berbelanja?" tanya Nesta."Hmm!" Jawaban Viano terdengar jelas.Andai saja Nesta bisa mengatakan itu langsung. Namun, yang terjadi dia malah mengatakan "Silakan Pak."Ketika Viano berkeliling toko memeriksa setiap rak display satu per satu, perasaan Nesta sedikit tidak nyaman. Matanya berhenti mengikuti kemana pun Viano pergi.Viano memeriksa setiap barang yang ada. Aneh, tidak ada satu pun yang bermerk, semuanya biasa saja. Rak yang dia periksa lagi-lagi hanya menemukan barang biasa. Pasti ada keunggulannya, bagaimana mungkin bisa menyai
Celaka, Kevin muncul. Dapat diduga, tentu ia mendengar segala yang Viano ucapkan. Sungguh menjengkelkan. Jika terus-menerus bersaing seperti ini, kapan bisnis di Indonesia akan maju? Usaha milik pribumi selalu kalah bersaing. Target memiliki 3% pengusaha di negeri ini, plus enam dua, entah kapan akan terwujud.Tiba-tiba, sikap berlebihan Viano muncul lagi. Kini, ia bahkan memegang kepalanya, seolah-olah dialah yang paling merasa pusing dalam kasus ini. Seharusnya, itu adalah peran Nesta."Manajemen toko ini sangat buruk!" Ia menegaskan lagi tentang keburukannya. "Tak heran jika sepi."Kevin meminta maaf. "Saya adalah pemilik toko ini.""Pemiliknya?" Viano terkejut. Nesta melihat ekspresinya, bersorak dalam hati, berterima kasih karena Viano tertangkap basah menggosip.Eh, ternyata..."Bagus jika kamu yang memiliki toko ini. Saya memiliki banyak keluhan."Kesombongan sejati! Nesta harus melakukan sesuatu agar Viano berhenti menghina Kevin."Dengar ya. Sebagai pelanggan, saya merasa dis
"Ayah, Raja ingin bertemu Kak Nesta."Wah, ini dia! Yang ditakutkan akhirnya terjadi. Raja bertanya tentang Nesta. Kira-kira jawaban apa ya yang cocok untuk anak sekecil dia?Lagi pula, apa sih kelebihannya berteman dengan Nesta? Heran Viano, Raja sejak pertama kali bertemu dengan gadis itu seperti tidak bisa melupakan dia. Hampir setiap hari Raja menanyakan kabar dan juga kapan mereka bisa bertemu lagi."Jangan terus-terusan bertanya tentang Kak Nesta. Raja itu masih kecil, seharusnya lebih fokus belajar atau lebih baik banyak berteman dengan anak-anak seumuran Raja.Seperti anak kecil yang sudah bisa berpikir, Raja tidak langsung menurut kata-kata Viano."Tapi, kan, setiap hari Raja juga belajar, Ayah. Terus kalau siang kadang-kadang main sama Davin. Kata Ayah kemarin karena Raja sering tanya soal mama, harus kurang-kurangi main sama Davin."Ah, iya juga. Memang benar sih, Viano sempat meminta Raja untuk tidak terlalu sering main sama Davin. Habisnya bagaimana, ya? Setiap hari anak
Lusi, sungguh tak masuk akal, bagaimana mungkin dia meminta Viano untuk menjemputnya pergi ke tempat pertemuan di hotel Vaganza?"Saya tidak bisa menjemputmu, pergilah sendiri!" ujar Viano dengan tegas.Lusi tampaknya merajuk di tempat. "Kenapa kita tidak pergi bersama saja, Vi? Kamu sendirian, masih banyak kursi kosong. Daripada kita menggunakan kendaraan masing-masing, lebih baik jika bersama saja."Setelah memakai dasi dan merapikan jasnya sedikit, Viano kembali menjawab Lusi. "Tidak ada alasan, yang jelas saya tidak mau pergi bersama siapa pun hari ini.""Jangan begitu, dong." Lusi masih berusaha membujuk. "Atau kalau memang kamu tidak bisa menjemput, biarkan aku naik taksi ke rumahmu. Berangkat bersama itu lebih menyenangkan, loh, Vi."Viano mengerutkan kening. Lusi sering mengabaikan soal status Viano siapa dia ini. Apakah pernah terjadi, dalam sejarah, sekretaris merajuk minta dijemput oleh bosnya? Bukankah itu tergolong tidak sopan?"Agar kita juga bisa lebih dekat di luar hub