Share

BAB 4: KOMPENSASI

Waktu sudah menunjukkan jam 3 sore saat mereka sudah kembali duduk di ruang tamu kediaman Mariska. Morin masih menempel seperti lem pada Donny, anak itu takut kalau Donny meninggalkannya.

Pak Andreas mulai berbicara mengenai rencana dia mengangkat Morin sebagai anak sebagai bentuk tanggung jawabnya dan langsung ditolak oleh Morin. 

“Om Donny sekarang papa Morin, Morin hanya mau tinggal dengan om eh papa Donny” 

Morin sudah mengganti panggilannya. Donny meringis, tiba tiba dia sudah jadi ayah. Bikin anak aja belum pernah. 

Donny tidak berkomentar, bingung juga mau bilang apa? kalau Morin mau bersamanya ya dia pasrah, dia tidak akan menolak. Lagipula dia juga tidak kenal dengan Pak Andreas, bagaimana kalau ternyata Pak Andreas pedophil? siapa yang tahu hati orang? dia juga tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada Morin. 

Dan saat bersamanyalah Mariska kecelakaan, jadi dia merasa bertanggung jawab. Dan juga, mengingat kejadian di pemakaman tadi, dia takut arwah Mariska tidak tenang dan mengganggunya.

“ehm..” Donny baru menyadari bila Pak Andreas masih menatapnya menunggu jawaban.

“eh iya Pak Andreas, Morin tinggal dengan saya saja, karena itu juga adalah permintaan terakhir Mariska”. Akhirnya dia menjelaskan seadanya saja.

Pak Andreas tertegun, dia tidak mengira kalau Donny benar benar mau mengurus anak pacarnya yang sudah meninggal. Bukan calon istri loh, hanya pacar yang baru tiga bulan pacaran. 

"Kamu yakin?" tanya Pak Andreas ragu. Dan Donny menganguk sebagai jawaban.

Karena dia tidak bisa mengangkat Morin sebagai anak, berarti sekarang plan B. Pak Andreas sudah membuat beberapa opsi semalam.

“hm, apakah Pak Donny ada pengalaman mengurus anak?”

“Belum ada Pak, tapi kan masih ada mba Novi yang membantu mengasuh Morin, saya akan bawa dia juga. Semoga semua akan baik baik saja” semoga benar benar akan baik baik saja. Doa Donny dalam hati.

Donny sebenarnya khawatir juga, dia tidak ada pengalaman dengan anak perempuan. Dia sendiri tiga bersaudara laki semua, sepupunya pun hanya ada seorang. Walaupun sepupunya wanita, tapi dia menjadi tomboy karena semua sepupunya laki. Sedangkan Morin, penampilan aja princess banget, manja pula.

“Baiklah kalau begitu. Sebagai bentuk tanggung jawab saya kepada Pak Donny dan Morin. Saya harap Pak Donny bersedia bekerja di showroom saya sebagai kepala cabang, dan saya berikan fasilitas rumah dinas, dua buah mobil, satu untuk operasional Pak Donny dan satu lagi untuk kegiatan Morin, sopir juga saya siapkan, dan saya pastikan sopir ini bekerja dengan baik.” Pak Andreas menekankan di kata SOPIR yang bekerja dengan baik. Karena semua masalah ini berawal dari sopir cadangannya yang ternyata tidak kompeten.

“Untuk pendidikan Morin, saya akan menyekolahkan dia sampai kuliah, termasuk jika dia mau kuliah sampai S3 juga tidak masalah, Morin tinggal minta pada saya, mau sekolah dan kuliah dimana? mau les apa saja? balet, nyanyi, robotic, dan lain lain.”

“Nanti saya akan berikan tunjangan bulanan untuk Morin, jika ternyata kurang, Pak Donny bisa minta lagi ke saya.”

Mulut Donny menganga, sampai kalau ada lalat lewat bisa masuk. Kalau ini film kartun, maka matanya akan melotot keluar dan dagunya akan jatuh ke meja. Itu tawaran yang sangat dermawan. Dikasih rumah, mobil, pekerjaan dengan gaji yang pasti akan luar biasa menurut Donny yang pekerjaan sebelumnya hanyalah seorang supervisor. Bahkan dia tidak harus memikirkan biaya hidup dan pendidikan Morin. 

“Aa..” “aa..”, Donny berdehem, suaranya masih susah keluar.

“Anda yakin Pak Andreas?” tanya Donny tidak percaya. Ini terlalu bagus.

“Apakah kurang Pak Donny? katakan saja apa lagi yang anda butuhkan?”

“Bu.. bukan Pak, ini sudah lebih dari cukup, malah terlalu banyak” 

Donny pikir Pak Andreas akan menawarkan uang ganti rugi untuk mengurus Morin, bukan tanggung jawab total sampai anak itu lulus kuliah entah sampe S berapa, bahkan mungkin sampai Morin menikah kali. Pak Andreas terlalu baik, padahal bukan dia yang menabrak Donny dan Mariska.

Pak Andreas tertawa. Seperti dugaannya, Donny ini memang bukan orang yang suka mencari kesempatan. Sulit mencari orang jujur dan tidak serakah di jaman sekarang ini, demi pamer dan  gaya hidup, banyak orang berusaha menghalalkan segala cara supaya bisa naik kelas sosial. 

Dia sendiri baru memecat temannya yang sudah bekerja 20 tahun padanya, yang ketahuan korupsi karena gaya hidup istri  barunya yang tidak sesuai gaji suaminya. Dia tidak tega memenjarakan temannya, karena mereka teman dari sekolah dan selama ini kinerjanya baik, hanya saja, temannya salah memilih istri.

Pak Andreas pamit setelah memberitahu jika dia akan segera meminta sekertarisnya untuk menyiapkan rumah dan mobil, serta perjanjian tertulis untuk tanggung jawab dirinya mengurus Morin, sebagai pegangan Donny dan Morin suatu saat jika dia sudah tidak ada.

“Nyawa hanya Tuhan yang tahu, tidak ada jaminan lima atau sepuluh tahun lagi saya masih hidup. Dengan adanya surat perjanjian ini, ahli waris saya masih berkewajiban menyelesaikan tanggung jawab saya terhadap Morin”.

***

Setelah kepulangan Pak Andreas, Donny masih duduk terdiam. Dia masih agak takjub, dia seperti sedang bermimpi. Dunianya jungkir balik dalam 2 hari. Dia sekarang punya anak, punya pekerjaan baru, rumah, mobil, pengasuh anak, jangan lupakan SOPIR yang bekerja dengan baik, dan semuanya bukan dia yg bayar.

Donny sendiri selama ini hanya mampu menyewa apartemen studio, motor pun hanya motor bebek. Hidup di Jakarta dengan gaji enam  juta rupiah sangatlah berat. Yang memang membuat dia sampai saat ini belum berencana menikah. Seirit iritnya dia hidup sebulan, gajinya paling cuma bisa ditabung lima ratus ribu. Kalau pas sampai target, dia bisa dapat bonus sampai 10 juta. Lumayan juga, tapi kan ga pasti tiap bulan. Bonus hampir semua dia tabung untuk modal nikah yang sampai sekarang masih jauh dari bayangan.

“Papa, Morin ngantuk. Temenin Morin bobo yah” kata kata Morin menyadarkan Donny dari lamunannya. Donny lalu menganjak Morin ke kamarnya dan menemani anak itu tidur, Morin terus menggenggam tangan Donny sampai ia tertidur. 

Setelah Morin tidur, Donny pamit pada Novi. Dia mau balik ke apartemennya dulu untuk membawa barang barangnya untuk menginap di rumah Mariska sampai dapat kabar lagi dari Pak Andreas. Karena luas apartemennya hanya empat belas meter persegi, tidak mungkin Donny membawa Morin dan Novi tinggal disana. 

Alangkah kagetnya Donny saat keluar rumah. Ternyata ada mobil dan sopir yang sudah ditugaskan Pak Andreas untuk membantu dia dan Morin jika harus keluar rumah. 

Supir itu sangat membantu, karena memang gerakan Donny sekarang terbatas karena kaki kirinya yang masih harus di gips selama dua minggu.

Perjalanan dari rumah Mariska ke apartemennya sekitar empat puluh lima menit dengan menggunakan mobil. Saat tiba di apartemen, supir Pak Andreas juga membantunya untuk menyiapkan barang yang mau dia bawa. Donny menyiapkan perlengkapan untuk satu minggu, dia berharap itu cukup. 

Saat dia sedang menyiapkan perlengkapan mandinya, Tiba tiba ponselnya berbunyi. Dia tidak kenal nomornya, tapi akhirnya dia memilih untuk menjawabnya.

“Hallo, Pak Donny ya?” terdengar suara wanita, tapi kurang jelas karena ada suara tangisan juga.

“Iya, dengan siapa ini?”

“Ini Novi Pak, pengasuh Morin” 

“Oh iya, ada apa mba Novi? Morin kenapa?” Donny panik, dia menyadari kalau yang menangis itu Morin

“Begini Pak, Morin baru bangun dan menangis karena tidak melihat bapak, dia takut bapak meninggalkan dia. Saya sudah bilang kalau bapak hanya pulang ke apartemen sebentar untuk mengambil perlengkapan bapak dan nanti akan kembali kesini. Tapi Morin tidak mau mendengarkan kata kata saya. Tangisnya semakin kencang dan terus memanggil bapak”

“Mba Novi, tolong kasihkan handphonenya ke Morin” pinta Donny

“Baik pak” 

Terdengar suara lembut Novi membujuk Morin untuk bicara di telepon. Donny merubah panggilan menjadi video call supaya Morin bisa melihat wajahnya.

“papa!!! papa kemana!! papa bilang akan temenin Morin tidur. kenapa waktu Morin bangun papa ga ada!”

“papa jangan tinggalin Morin, huaaa…”

“Morin. Sayang. Denger papa ya sayang. Papa sebentar lagi pulang, papa lagi ambil baju dulu di apartemen. Kalau tidak ganti baju, nanti papa bau, nanti Morin ga mau peluk papa lagi” bujuknya.

Donny mulai merasa lelah, dia pusing. Morin tidak mau lepas darinya, sebentar sebentar nangis, mana suaranya membahana pula. Dia tau anak itu masih sedih, tapi dia tidak terbiasa ditempelin seperti itu.

“papa benar akan kesini lagi?”

“iya sayang, ini papa sudah selesai beberes. Barang yang mau papa bawa sudah siap” Donny menunjukkan tas ransel besarnya yang sudah penuh.

“papa jalan sekarang ya, kamu tunggu di rumah yang baik ya sama mba Novi, oke? bye Morin”

“oke papa, bye” 

tut.. 

akhirnya telepon terputus. Donny menghela napas panjang. Hari hari tenangnya sudah berlalu dan sepertinya tidak akan kembali.

****

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status