Donny POV
Namaku Donny Christian Hartadi. Tahun ini aku berumur dua puluh tujuh tahun. Banyak orang bilang wajahku cukup tampan. Dengan rambut yang hitam, alis tebal yang membingkai mata hitam kelam membuat aura misterius yang sering membuat wanita penasaran, hidung mancung, bibir tipis dan dengan dagu belah yang membuatku terlihat sexy. Wajahku agak sedikit berbeda dengan orang Indonesia kebanyakan, karena nenek dari Ibuku adalah orang Belanda, jadi aku mewarisi beberapa karakteristik kaukasia.
Aku termasuk orang yang sabar walau aku cukup ambisius. Bagiku yang penting usaha semaksimal mungkin. Hasil tidak akan mengkhianati usaha.
Dengan tinggi badan seratus delapan puluh sentimeter dan berat tujuh puluh lima kilogram, bentuk tubuhku cukup ideal. Aku bukan tipe yang suka ke tempat olah raga untuk membentuk
Sekarang aku bekerja sebagai supervisor bagian pendanaan nasabah corporate di sebuah bank besar di Jakarta. pekerjaanku adalah mencari perusahaan yang membutuhkan pendanaan, juga melakukan survey dan menganalisa kelayakan nasabahku untuk mendapatkan pendanaan dari kantor, tapi hanya untuk tahap awal saja.Ada divisi khusus yang memang ditugaskan untuk memeriksanya setelah semua data sudah lengkap, divisi itulah yang berwenang memberikan keputusan.Pekerjaan ini cukup menyenangkan karena jika mencapai target, maka akan dapat bonus yang lumayan, bisa lebih dari gajinya sebulan. Pekerjaannya pun bujubuneng banyaknya, karena harus memeriksa satu persatu data perusahaan, mulai dari pimpinan perusahaan, kredibilitas perusahaan, juga memeriksa kebenaran data keuangan perusahaan tersebut.Karena wajah blesteranku yang kata orang cukup tampan, tidak jarang aku mendapat masalah saat bekerja, terutama saat masih menjadi sales. Sering kali aku ditawar oleh tante tante
Untuk hubungan romantisku, aku sudah 2 kali pacaran sebelum bertemu dengan Mariska.Pacar pertama waktu masih kuliah di Surabaya, namanya Lusi. Dia anak pengusaha makanan di Surabaya, anaknya cantik tapi bossy dan narsis, dan selalu harus telat. Orang penting mah muncul belakangan katanya.Lama kelamaan tidak ada yang mau mengajakku ngumpul lagi. Kalaupun masih ada teman yang cukup sabar ditelatin mulu, setelah Lusi datang, maka topik pembicaraan hanyalah dirinya.Setelah pacaran 6 bulan dengan Lusi, aku tidak punya teman lain, kecuali teman tegur sapa. Akhirnya aku tidak tahan dan aku berniat memutuskan Lusi.Aku pusing memikirikan selama 1 minggu bagaimana cara memutuskan Lusi? biar bagaimanapun akulah yang mendekati Lusi terlebih dahulu, jadi aku tidak mau terlalu menyakiti Lusi. Setelahnya aku menyiapkan diri melihat der
Hari terus berganti dan tak terasa sudah satu minggu berlalu dari malam itu dan aku belum menghubungi Mariska lagi.Terkadang aku teringat padanya, ingin rasanya menanyakan kabarnya, tapi pada akhirnya aku tidak berani, karena aku sendiri masih ragu dengan perasaanku.Status janda tidak menjadi masalah untukku, tapi seorang anak itu membuatku merasa bimbang dan serba salah, bagaimana kalau ternyata anaknya tidak suka padaku? apakah aku malah harus memutuskan hubungan dengan Mariska? mungkin saja saat itu perasaanku sudah lebih dalam pada Mariska. Hal ini akan menjadi masalah di kemudian hari.Banyak hal yang harus kupertimbangkan, mengingat usiaku yang sedang menuju kepala tiga, rasanya jika memang a
Tidak banyak obrolan di meja makan, karena baik aku ataupun Mariska memang masih canggung.Setelah selesai makan, Morin langsung bangun dari tempat duduknya seraya berkata“Om setengah bule jangan lama ya ngomong dengan mama, setelah ini mama mau membantuku membuat PR.” dan dia berlalu begitu saja dibarengi seruan Mariska memanggil namanya karena kesal melihat sikap Morin yang kurang ajar.“Maaf ya Don, Morin memang anaknya usil.” kata Mariska dengan wajah memerah.“Tidak apa, sepertinya Morin anak yang bersemangat” jawabku bingung mengartikan perilaku Morin. mungkin anak itu tidak suka denganku.“Iya, dia memang anak yang ceria tapi bicaranya suka seenaknya, maaf ya jika kata katanya sedari tadi menyingungmu” ucapnya penuh sesal.“Oh iya, apa yang mau kamu bicarakan Don?” lanjutnya lagi teringat maksud kedatangan Donny.“Hm.. bisa kita bicara di luar saj
Kembali ke masa sekarang...Jam delapan pagi di hari senin, dua hari setelah pemakaman Mariska. Asisten Pak Andreas yang bernama Tony Jayden datang ke rumah. Usia pria itu sekitar pertengahan tiga puluh, wajahnya tampan khas oriental, orangnya juga ramah dan sopan. Dia memberitahukan maksud kedatangannya adalah untuk mengantar Donny dan Morin melihat rumah yang sudah disiapkan oleh Pak Andreas.Donny takjub, dia tidak menyangka kalau bisa secepat ini. Dia pikir mencari tempat tinggal yang bisa langsung ditinggali tidak akan semudah membeli kue ulang tahun, pesan hari ini, besok sudah sampai. Tapi namanya orang kaya, tidak ada yang mustahil.Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam tiga puluh menit, kami tiba di rumah dua lantai di kawasan menteng. Rumah ini tidak seperti rumah baru dalam artian rumah ini sepertinya masih ada yang tinggal sampai sekarang.Rumah ini cukup besar, luas tanahnya sekitar dua ratus lima puluh
Hari itu dihabiskan Donny dan Morin untuk memindahkan barang dari rumah Mariska ke rumah baru mereka.Mereka dibantu Jono dan Supri. Morin memaksa Jono juga ikut dengan membawa mobil sedan yang diberikan Pak Andreas untuknya, Morin mengatakan kalau saat kembali ke rumah baru, dia dan mbak Novi akan naik mobil miliknya sendiri. Dasar anak jaman sekarang, pikir Donny.Di rumah Mariska, Donny tidak bisa banyak membantu dikarenakan kakinya yang masih di gips. Jadi memang tenaga Jono dan Supri dibutuhkan untuk membantu mengangkat barang mereka ke mobil.Saat Donny sedang mengarahkan Jono dan Supri untuk menyusun barang yang akan dimasukkan ke dalam mobil, mbak Novi datang menghampirinya membawa sebuah dus besar.“Pak Donny”“Iya mbak Novi?”“Ini barang barang alm, sepertinya ini surat surat, dokumen dan perhiasan alm, apakah mau dibawa semua? Masih ada satu dus lagi di kamar. Apakah bapak mau
“Mbak Novi”“Mbak Novi” suara itu datang bersama dengan tepukan di bahunya menyadarkan Novi dari lamunannya saat pertama kali bertemu alm.“Iya Pak Donny” dia melihat Donny menatapnya dengan kening berkerut“Apakah ada masalah Mbak Novi?” tanya Donny khawatir“Tidak Pak, maaf tadi saya teringat alm.” dia merunduk, dia takut Donny memarahinya karena bengong di waktu sibuk seperti ini.“Iya, tidak apa apa Mbak Novi. Saya hanya khawatir Mbak Novi mungkin sedang tidak sehat.” Donny mengulas senyum menenangkan.“Oh tidak Pak, saya sehat koq.. Ini sebentar saya ambil dus barang alm satunya lagi di kamar” dia langsung berbalik. Novi merasa wajahnya merona, dia tidak pernah disenyumi pria setampan Donny sebelumnya. Pria paling tampan yang pernah di lihat adalah Ucup, anak ketua RT di kampungnya yang menjadi idola gadis gadis di kampungnya sampai kampun
Mereka tiba di rumah jam satu siang. Saat tiba di rumah, Donny tidak bisa bangkit dari posisi duduknya di mobil. Kakinya sudah tidak bisa diajak bekerja sama, akhirnya dia dibantu Supri dan Jono menuju kamarnya.Dia sudah menahan nyeri di kakinya sejak di sekolah ke empat. Karena terburu buru ingin segera pergi dari sekolah ketiga, dia langsung menggendong Morin tanpa memikirkan kakinya yang masih di gips. Karena saat itu dirinya sedang panik, dia tidak merasakan nyeri di kakinya saat berjalan cepat dengan menyeret kakinya saat menuju mobil dengan menggendong Morin. Morin sudah tidak ringan, berat anak itu sekitar dua puluh lima kilogram.Dia baru menyadari nyeri di kakinya saat berjalan di sekolah ke empat, tapi dia tahan karena ini adalah tempat terakhir yang mereka kunjungi hari ini.Saat tiba di kamarnya, Donny langsung meminta Supri untuk mengambilkan tongkat penopang kakinya yang dia simpan dalam lemari, agar nanti dia bisa berjalan tanpa