Share

Wanita yang Mencintai Suamiku
Wanita yang Mencintai Suamiku
Author: Aarelith

Bab 1. Pesan dari Mentari

+62 857-7017-xxxx : Olivia, mungkin pesan ini akan sedikit mengejutkanmu, tetapi aku sudah tidak bisa menyembunyikan rahasia ini lebih lama lagi. Kamu jangan tersinggung, mungkin ini bagian dari takdir. Aku mencintai Mas Abyan, tepatnya saling mencintai.

Pesan singkat yang hanya berisi tiga kalimat itu seperti belati yang menusuk jantungku. Rasanya sakit, dada terasa sesak membuatku kesulitan mengambil napas. Saat mengecek nomor itu di Get-Contact, tertera sebuah nama yang terasa asing di telinga.

Mentari. Siapa dia? Selama ini aku tidak pernah memiliki teman dengan nama Mentari atau mendengar Mas Abyan menyebut nama itu yang barangkali adalah rekan kerjanya. Ya, suamiku bekerja di sebuah pabrik yang ada di kota kami.

+62 857-7017-xxxx : Tidak perlu mencari tahu aku siapa, cukup lepaskan Mas Abyan atau kamu akan hidup menderita. Ingat ucapan aku ini, Oliv. Aku tidak pernah bercanda tentang ancaman dan aku selalu berhasil mendapat apa yang aku inginkan meskipun dengan cara yang tidak dibenarkan.

Pesan kedua semakin menambah rasa penasaran. Dengan cepat kutekan ikon telepon mencoba menghubungi gadis itu. Sayang sekali, panggilan tidak bisa terhubung. Dia pasti sudah mematikan data seluler untuk menghindar padahal sebelumnya mengancam seperti orang yang tidak mengenal rasa takut.

Aku gelisah, Mas Abyan berangkat ke kantor satu jam yang lalu. Tidak ada yang berubah darinya, dia tetap romantis seperti di hari pertama kami menikah. Akan tetapi, satu hal yang sering mengusik perhatian, ketika Mas Abyan menyanyi di dalam kamar mandi.

Bagaimana tidak, dulu suamiku tidak pernah melakukan itu karena menurutnya terlalu norak. Namun, sekarang sudah berbeda, dia seperti menjilat ludah sendiri. Siapa yang merasa asing dengan lagu Irwansyah berjudul Camelia itu?

"Sayang, kamu di mana?"

Aku tersentak ketika mendengar suara Mas Abyan di luar kamar. Segera kuletakkan ponsel di nakas dan mencoba melupakan pesan itu sebentar. Setelah menggulung rambut uang masih basah, aku segera membuka pintu kamar karena penasaran kenapa Mas Abyan kembali.

Pandangan kami bertemu dalam satu titik. Aku tidak bisa mengelak bahwa hatiku berdesir halus. Senyumannya yang memabukkan berhasil membuat pipi ini merona. "Kenapa, Mas? Kamu lupa sesuatu?"

"Aku lupa bawa ponsel. Kamu lihat nggak?" Mas Abyan melengos masuk kamar membuatku sedikit tersinggung.

Aku tidak menjawab melainkan memilih mematung, memperhatikannya mencari benda tipis berwarna hitam yang selalu dalam genggamannya ketika ada di rumah. Dua menit kemudian, akhirnya Mas Abyan melihat ponselnya yang ternyata ada di kolom ranjang.

Sial sekali karena aku tidak melihat ponsel itu sebelum dia pulang. Satu kesempatan untuk mencari tahu harus hilang begitu saja. Ah, mengingat tentang pesan dari Mentari lagi kembali mengukir luka dalam hati.

Entah siapa gadis itu, aku masih sungkan untuk menanyakan langsung pada Mas Abyan karena beberapa saat terakhir ini banyak kasus perceraian. Bagaimana jika gadis itu ternyata orang iseng yang ingin melihat aku pisah dengan suami dan menjadi janda? No, aku tidak boleh gegabah dan harus menemukan bukti sebelum melontarkan tuduhan itu.

"Dek, kok, bengong?" Mas Abyan memegang pundak ini dan aku langsung menepisnya. Entah kenapa ada perasaan risih disentuh suami sendiri setelah mengingat ada gadis yang mengaku mencintainya.

Meskipun belum ada bukti, hati tidak bisa dibohongi. Ada cemburu yang meraja, aku bahkan hampir menitikkan air mata jika saja tidak segera menatap langit-langit kamar. "Mas, kayaknya kita perlu warna kamar yang baru, deh. Mungkin agak gelap gitu?"

"Loh, bukannya kamu suka warna cerah, kenapa sekarang ...." Ucapan Mas Abyan menggantung karena ponselnya berdering.

Sekilas, aku melihat nama seorang perempuan. 'Kamila Teman', begitu namanya tertera di layar ponsel Mas Abyan. Sebelum mendapat jawaban tentang Mentari, kini aku menemukan nama gadis lain. Kamila dan Mentari, apakah mereka orang yang sama atau justru sama-sama selingkuhan Mas Abyan?

Mas Abyan sedikit menjauh, berdiri di sudut kamar. Aku tidak mendengar apa yang mereka bicarakan, tetapi hanya dua menit dia telah kembali dengan raut wajah pucat. Ada apa dengannya? Padahal tadi Mas Abyan biasa saja.

"Aku hari ini lembur, kamu tidak usah menunggu. Mungkin aku pulangnya pukul sebelas malam nanti." Terdengar kaku dan ragu.

"Kamila siapa, Mas?" Aku tidak bisa menahan diri. Rasanya sudah terlalu sakit.

Aku terlalu mempercayai Mas Abyan sehingga tidak pernah menaruh curiga padanya. Dua detik kemudian, pipi terasa hangat oleh air mata yang sudah tidak bisa aku bendung. Bahu terguncang bersama rasa sakit yang terus mendera. Sesakit inikah mengetahui suami sudah membagi cintanya?

"Mas nggak selingkuh, 'kan?" tuduhku mulai tidak sabar melihatnya mengatup bibir rapat.

Mas Abyan melebarkan matanya, mungkin sedikit terkejut karena tebakan ini benar atau justru sebaliknya. Aku sampai harus menatapnya lekat karena ingin menemukan jawaban, siapa tahu mata Mas Abyan berbinar mendengar nama perempuan itu. Namun, nihil.

"Kenapa tiba-tiba nuduh mas selingkuh? Selama tiga tahun pernikahan kita, kamu ternyata masih meragukanku, Oliv? Padahal aku sudah membuktikan dengan banyak cara kalau hanya dirimulah yang menjadi tambatan hatiku. Apa masih kurang? Atau sebenarnya kamu sudah bosan sama aku sampai harus cari masalah?"

"Aku nggak meragukan kamu, Mas. Aku hanya takut kalau ternyata kamu membagi cinta di luar sana. Sekarang ini marak kasus perselingkuhan bahkan ada istri yang sampai bunuh diri karena sudah tidak tahan hidup dalam neraka yang suaminya ciptakan sendiri!" Tanpa sadar, intonasi suaraku tiba-tiba meninggi karena emosi yang sudah memuncak.

"Padahal dalam rumah tangga itu harus saling percaya dan terbuka. Setelah kejadian tiga tahun yang lalu, apa aku pernah menuntutmu hamil lagi? Dokter bahkan bilang kalau kamu tidak akan pernah punya anak lagi, tapi apa aku mendua atau menikah lagi? Tidak, Oliv. Selain aku, ibu sama papa juga nerima kekurangan kamu. Mungkin ini karma akibat dosamu di masa lalu."

Di awal pernikahan, Mas Abyan memang tidak langsung menerima kehadiranku karena kami menikah bukan karena cinta. Setiap hari aku tersiksa karena dia selalu mengungkit dosaku di masa lalu. Perlahan, dia mulai melupakannya, lalu menerimaku sebagai istri sepenuhnya.

Sejak saat itu, dia tidak pernah lagi mengungkitnya. Baru kali ini dan rasa sakitnya dua kali lipat ketimbang awal pernikahan kami. Mas Abyan yang begitu aku cintai kini hadir melukai hati. Apakah mungkin dia benar-benar bermain api di belakangku?

"Mas, aku cuma tanya siapa Kamila. Kenapa kamu malah membahas masa lalu?" Suaraku memelan, terdengar lirih dan menyakitkan.

"Kamila, Kamila, Kamila. Apa nggak bisa berhenti kepo? Sudah, aku mau kerja!" Mas Abyan mendorong bahuku, kemudian berlari kecil meninggalkanku bersama luka.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri tolol lagi. makanya kerja dan cari kesibukan. biar ketika dicampakkan g terlalu menyakitkan rasanya. dan ketahui juga kekurangan.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status