Karena Vincent sudah setuju dengan permintaannya, Alyona langsung membuka ponselnya hendak menghubungi temannya yang bernama Ghiska Natasha. Setelah kembali ke Rusia besok, Alyona dan Vincent rencananya akan terbang ke Indonesia untuk menggantikan Vicky mengurus Dharma Prakarsa Grup milik Kakek mereka selama Vicky dan Vanya berada di Rusia. Alyona dengan bersemangat mencari nama Ghiska di kontak ponselnya, dia pun langsung menghubungi nomor Ghiska untuk mengatur jadwal bertemu di Indonesia nanti. Tut... Tut.... “Halo....” “Halo Ghiska, ini aku Alyona,” ucap Alyona. “Hmm... Alyona?” Tanya Ghiska. “Astaga kamu jahat sekali karena tidak mengingatku, Alyona di Singapura, kita bertemu setahun yang lalu.” “Ohh.. Iya! Aku ingat si cantik bermata biru! Apa kabar?!” Tanya Ghiska yang akhirnya bisa mengingat Alyona. “Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?” “Sama... aku juga baik-baik saja, hah... aku sudah beberapa kali mencoba menghubungi nomormu yang dulu, tapi tidak pernah tersambu
Arthur, Laras, Vicky dan Vanya akhirnya tiba di Rusia, karangan bunga ucapan selamat untuk kehamilan Vanya berjajar rapi di sepanjang kediaman keluarga Vladislav. Di halaman depan, terilihat Vladimir dan ke empat senior Vicky bersama para istri mereka sudah menunggu kedatangan Vicky dan Vanya. Begitu turun dari mobil, Vicky dan Vanya langsung menghampiri Vladimir yang terus tersenyum bahagia, dengan sopan mereka berdua menyapa Vladimir, lalu menyapa para seniornya. Para bawahan keluarga Vladislav yang mengetahui kabar kehamilan Vanya sebenarnya berniat datang dan ikut merayakan kabar bahagia ini. Namun dengan berbagai pertimbangan, Vladimir akhirnya membatalkan hal itu, salah satu pertimbangan Vladimir karena sadar jika cucu mantunya itu butuh istirahat, jika sampai acara penyambutan besar-besaran di lakukan, bisa di pastikan Vanya akan sibuk menyapa para tamu yang jumlahnya tidak sedikit, dan tentu itu akan berbahaya untuk kandungannya. Nabila, Bella, Olma dan Alexa langsung memi
“Baiklah, kalian tunggu disini saja, biar aku dan Vanya yang menemui Kakek Vladimir,” ucap Bella. “Ayo Vanya,” sambungnya sambil menarik pelan lengan Vanya. Vanya tersenyum dan beranjak dari duduknya, nasib Ivan, Jafin dan Billy sekarang berada di tangan dua wanita cantik itu. Sambil berjalan menuju meja Vladimir dan para orang tua berada, Bella dan Vanya mulai mendiskusikan strategi mereka sambil berbisik, wajah Vanya berubah terkejut dia tampak menutup mulutnya menahan tawa mendengar rencana Bella. “Sekarang kamu paham kan?” Tanya Bella ke Vanya. Vanya menganggukkan kepalanya mereka berdua tampak beradu telapak tangan pelan sebelum menjalankan aksi mereka. Nabila, Olma dan Alexa kompak tertawa kecil melihat tingkah mereka yang menggemaskan, mereka pun menebak-nebak akan seperti apa cara Bella dan Vanya membujuk Vladimir. “Bella yang mengambil kendali, sepertinya kali ini mereka akan berhasil,” ucap Nabila. “Tentu saja, siapa dulu suaminya,” ujar Austin berbangga diri. “Maaf
8 bulan kemudian... Karena permintaan Vladimir, Vicky dan Vanya akhirnya menetap di Rusia sampai tiba waktunya Vanya melahirkan nanti. Bima dan Utari juga tidak mempermasalahkan hal itu, rencananya Vicky dan Vanya baru ke Indonesia begitu usia kandungan Vanya memasuki bulan ke sembilan. Vicky memang sudah berniat agar saat Vanya melahirkan nanti bisa di dampingi oleh kedua orang tuanya. Selama Vicky dan Vanya berada di Rusia, Vincent di kirim ke Indonesia untuk menggantikan Vicky mengurus Dharma Prakarsa Grup. Alyona yang memiliki beberapa perusahaan di Singapura juga turut mengurus Grup perusahaan itu. Berkat kemampuan Kakak beradik ini, hanya dalam waktu enam bulan, Dharma Prakarsa Grup terbang tinggi dan menjadi salah satu Grup perusahaan terbesar di Indonesia. Setara dengan Grup Barata milik Gunnadi, dan juga Grup Adhitama milik Ezra sahabat Arthur dan Laras. Posisi Bimo dan Hendro di Dharma Prakarsa Grup di pulihkan oleh Dimas, ini juga atas permintaan langsung Arthur dan Lar
"Pak Barry, apa yang terjadi?" Vicky bertanya kepada pria yang sedang mengemudikan mobil karena kendaraan mereka yang tiba-tiba berhenti."Maaf Tuan Muda, sepertinya di depan kita ada tabrakan," jawab Barry sambil mencoba mencari celah agar kendaraan mereka bisa lewat."Oh ...," balas Vicky singkat, dia kembali bersandar di kursi sambil menatap kosong ke arah gedung-gedung yang menjulang tinggi.Beberapa menit kemudian akhirnya kendaraan yang berada di depan mereka mulai bergerak.Barry juga mulai menginjak pedal gas, perlahan kendaraan mereka mulai jalan diikuti beberapa mobil yang ikut terjebak di belakang mereka.Akhirnya Vicky bisa melihat kendaraan yang terlibat tabrakan, sebuah Mobil Mercedes hitam dan sebuah motor matik.Mobil Mercedes hitam itu terlihat mengalami kerusakan di bagian bumper kiri, dan terlihat goresan panjang dari pintu belakang sampai pintu depan, bumper depan mobil itu juga terlihat rusak karena menabrak pembatas jalan.Di depan mobil Mercedes itu samar-samar
Beberapa saat kemudian, mobil mereka sudah masuk ke dalam Tol Jagorawi, saat ini keadaan jalan tidak begitu ramai, sehingga mobil mereka bisa melaju dengan bebas.Sejak meninggalkan lokasi kecelakaan tadi, Vicky tidak lagi berbicara, dalam diam matanya menatap keluar jendela dengan tatapan kosong seakan pikirannya jauh di tempat lain.Keadaan hening ini membuat Vanya sedikit tidak enak, dia akhirnya berusaha membuka percakapan untuk memecah keheningan, di benaknya hanya itu yang bisa dia lakukan kepada pemuda yang telah menolongnya itu, dia setidaknya harus bersikap ramah dan bersahabat."Uhmm...." Vanya tampak ingin mengucapkan sesuatu, tapi belum sempat berbicara, dia langsung mengurungkan niatnya dan kejadian itu terjadi beberapa kali.Tentu saja Vicky menyadari hal tersebut, dia tahu saat ini wanita yang dia tolong sedang berusaha memulai pembicaraan untuk memecah keheningan, karena tidak ingin membuat Vanya semakin canggung, Vicky pun berinisiatif membuka pembicaraan terlebih dah
Di rumah sakit…"Tidak ada luka serius, mungkin nanti akan sedikit terasa nyeri di bagian tubuh yang terkena benturan," dokter memberikan penjelasan kepada Vanya yang sedang memeriksakan kondisinya.Vanya mengangguk pelan,"Terima kasih Dokter, kalau begitu aku izin pamit," ucapnya dengan nada sopan, setelah itu dia keluar dari ruangan dokter yang sudah memeriksanya.Di luar ruangan, Utari menunggu putrinya dengan cemas. Namun enggan untuk bertanya lebih jauh. Wanita paruh baya itu segera menghampiri Vanya begitu melihat sang putri keluar dari ruangan."Bagaimana hasilnya, Nak? Apa kata dokter? Apa kamu baik-baik saja?""Aku baik-baik saja Ibu," balas Vanya disertai senyuman lembut kepada sang ibu.Utari menghela napas lega, "Syukurlah kalau begitu.""Ayo Ibu, aku akan memperkenalkan Ibu kepada Vicky." Ajak Vanya seraya menarik tangan sang ibu dengan semangat.“Iya… iya…” sahut Utari dan mengikuti langkah Vanya.Setibanya di lobi rumah sakit, Vanya melihat ke sekeliling lobi. Namun, di
Hati Vanya berbunga-bunga saat adegan di taman terus berputar di kepalanya. Adegan tersebut adalah momen ketika Vicky menciumnya. Bagi Vanya, ini adalah kali pertama ia menyukai seorang pria. Sejak ayahnya jatuh sakit dan bisnis keluarga mereka mengalami kemunduran, Vanya bertekad untuk fokus pada pendidikan dan karirnya untuk membantu keuangan keluarganya. Vanya tiba di depan ruangan tempat ayahnya dirawat. Ketika hendak membuka pintu, seorang dokter keluar dari ruangan tersebut. Vanya mengira mungkin itu hanya pemeriksaan rutin. Namun, begitu masuk, Vanya melihat kedua orang tuanya terlihat terkejut. "Ibu... Ayah... ada apa?" tanya Vanya kepada orang tuanya sambil menutup pintu. "Anakku," gumam Utari dengan suara yang bergetar. Ia terlihat kesulitan untuk melanjutkan kata-katanya. "Ibu, ada apa?" Vanya yang baru saja tiba menjadi panik saat melihat sikap ibunya. "Duduklah dulu, Vanya. Biar ayah yang memberitahumu," ucap Bima kepada putrinya sambil menunjuk kursi di sampin