Share

Victor William : Pewaris Tunggal Dari Sebuah Keluarga Mafia
Victor William : Pewaris Tunggal Dari Sebuah Keluarga Mafia
Penulis: Rytíř

001 - Pengantar Piza Yang Tak Bisa Mengantarkan Kebahagiaan

Saat ini musim panas, dan suhu di jalanan yang padat itu sudah mencapai 35,6 derajat (Celcius). Seorang pria mengendari skuter dengan banner sebuah kedai pizza sedang bertugas mengantarkan pesanan.

  

Wajahnya sudah basah oleh keringat, sedikit dekil karena debu jalanan. Namun sekarang dia malah terjebak oleh tumpukan mobil di depan dan belakangnya. Bagaimana pun, pesanan pizza itu harus diantarkan tepat waktu.

  

Ketika dia tiba di lobi sebuah perusahaan farmasi, resepsionis wanita itu tersenyum manis padanya.

  

“Kau terlambat lagi.” Wanita itu diam sesaat untuk melihat jam tangannya. “Ya, 15 detik!” Wanita itu melanjutkan.

  

“Saya tahu saya datang tepat waktu, dan anda sengaja menahanku selama 15 detik,” jawab si pengantar pizza mencoba berdalih.

  

Tiba-tiba, seorang pria berjas hitam rapi lewat. Dia segera mengambil kotak pizza itu dan membawanya ke tempat sampah.

  

“Pergi dari sini. Kami tidak akan membayar pesanan ini,” kata pria tersebut, masih memegang kotak pizza di atas tong sampah.

  

Si pengantar pizza menghela nafas, lalu keluar dari gedung. Dia terlihat murung duduk di atas skuternya, memikirkan pizza yang harus dia bayar dengan uang kantongnya sendiri.

  

Sementara itu, pria berjas hitam tadi mengembalikan pizzanya kepada si resepsionis. Mereka berdua pun tertawa terbahak-bahak.

  

“Katakan pada ayahku, aku akan pergi menemui calon menantunya. Aku tidak akan pulang malam ini.”

  

“Baiklah, Tuan Lucas!”

  

Pria bernama Lucas itu pun keluar dan menuju mobil yang sudah menunggunya. Sebelum masuk ke mobil, dia melihat si pengantar pizza masih di sana bersama skuternya.

  

“Hei, minggir. Kau menghalangi mobilku,” katanya dengan kasar.

  

Si pengantar pizza bersegera hendak membawa skuternya pergi. Namun Lucas langsung menendang skuternya dan membentaknya karena telah merusak pemandangan di kantornya itu.

  

“Jangan pernah kau bawa lagi skuter jelekmu itu ke sini!” bentaknya sebelum masuk ke dalam mobil.

  

Si pengantar pizza tidak bisa berbuat apa-apa, karena dia memang bukan siapa-siapa, hanya bisa melihat mobil itu berlalu pergi sembari menahan rasa jengkel.

  

Dia adalah Victor William, pria berusia 25 tahun lulusan Purdue University. Terlepas dari latar belakang pendidikannya, ia tidak memiliki pengalaman kerja selain mengantarkan pizza dalam 5 tahun terakhir.

  

Sesampainya di toko pizza di mana dia bekerja, bosnya menemukan goresan pada skuter yang ia gunakan itu.

  

“Apa-apaan ini?! Hei, Victor! Apa yang telah kau perbuat dengan skuter ini?”

  

“Maafkan aku, Tuan Benigno. Itu gara-gara si konsumen songong yang memesan pizza kita,” jelas Victor.

  

“Dasar anak lon…? Jangan bilang kalau kau terlambat lagi mengantakan pizzanya?!”

  

“Aku benar-benar minta maaf,” ucap Victor mengalah. “Aku akan membayar pizzanya, dan juga biaya untuk perbaikan skuter itu,” lanjut Victor sebelum berlalu pergi menuju ke belakang toko.

  

“Hei, kau pikir urusan kita sudah selesai?!” Tuan Benigno berteriak padanya.

  

Tapi Victor hanya mengabaikannya dan berlalu pergi.

  

Ia diam saja di belakang toko, tampak murung memikirkan gaji kecil yang harus dipotong lagi.

  

Pada hal, hari ini adalah hari ulang tahun pernikahannya. Dia berencana memberi kejutan pada sang istri. Namun, kejutan apa yang bisa ia berikan kali ini.

  

Hingga tiba-tiba ponselnya berdering dan dia langsung menjawab panggilan tersebut.

  

[Victor, ini Viona. Aku baru saja mendapat pesan dari ayahmu]

  

Suara wanita di telepon itu sangat datar, membuat wajah Victor menjadi muram memikirkan hal buruk yang mungkin sedang menimpa ayahnya.

  

Namun tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah lagi dan dia langsung berlari menuju tempat parkir.

  

Dia melihat Tuan Benigno masih berada di depan toko, jadi Victor hanya menyapa sembari lewat.

  

“Maafkan aku, Tuan Benigno. Aku harus pergi!”

  

“Hei, bocah! Kau tidak bisa main pergi begitu saja hanya dengan mengatakan aku harus pergi! Apa kau ingin aku pecat?” Tegur Tuan Benigno.

  

Victor berhenti dan segera berbalik ke arah pria gendut itu. “Kalau begitu terima saja pengunduran diriku. Aku akan membayar pizza serta ganti rugi atas goresan di body skuter itu. Nanti akan aku transfer, dua kali lipat,” jelas Victor setengah berteriak sebelum berlari ke seberang jalan.

  

Dia pun sampai di sebuah toko kue, toko yang telah dia kunjungi beberapa kali sebelumnya. Saat masuk, resepsionis yang ramah langsung menyambutnya.

  

Sebenarnya, Victor telah mengunjungi toko ini sebelumnya untuk melihat-lihat kue untuk ulang tahun pernikahannya. Namun sekarang, dia mengunjungi toko tersebut bukan hanya untuk melihat-lihat. Sebaliknya, dia langsung memesan yang termewah.

  

“Ini!” ucap Victor sambil menyerahkan kartu kreditnya dengan tangan yang sedikit gemetar.

  

Ia masih belum mengetahui secara pasti apakah kartu kreditnya benar-benar bisa membeli kue yang mahal tersebut atau tidak.

  

“Ini, silakan!” kata resepsionis sambil menunjukkan kepada Victor sebuah perangkat EDC untuk kartu kreditnya.

  

Setelah menggunakan alat tersebut untuk bertransaksi, barulah di situ Victor mengetahui secara pasti kondisi kartu kreditnya saat ini benar-benar mampu membeli kue mewah itu.

  

“Tolong, nanti antarkan saja kuenya ke alamat ini,” kata Victor sambil menuliskan alamat rumahnya.

  

Setelah itu, dia meninggalkan toko tersebut dan kembali berlari dengan begitu bersemangat, hingga dia sampai di sebuah toko perhiasan yang juga sudah sering dia kunjungi dalam beberapa bulan terakhir.

  

Dia tidak berencana untuk tinggal lama di sana. Langsung saja ia meminta perhiasan terbaik dengan harga $1 juta. Dia menyerahkan kartu kreditnya dan meminta pemilik toko untuk mengurus semuanya.

  

Pemilik toko terlihat ragu dengan penampilan Victor yang masih mengenakan seragam pengantar pizzanya. Namun kemudian, wajah pemilik toko itu langsung berubah setelah dia memeriksa kartu kredit Victor.

  

“Tapi tuan! Apakah Anda akan baik-baik saja membawa barang mahal ini keliling kota tanpa penjaga?” tanya pemilik toko dengan berbisik.

  

“Tenang saja. Tak seorang pun akan menyangka orang berpenampilan sepertiku akan membawa benda berharga seperti itu di sakuku,” bisik Victor kekanak-kanakan.

  

Si pemilik toko mengangguk pelan, seakan mengerti. Dia berpikir mungkin Victor adalah orang kaya yang hanya menggunakan seragam kotor tersebut karena suatu alasan tertentu.

  

Kebetulan, ada pasangan yang tidak terlalu jauh dari Victor. Keduanya terlihat sudah menemukan cincin pernikahan yang mereka sukai. Namun kemudian, wajah keduanya terlihat murung setelah melihat harganya.

  

“Apakah kalian berdua akan menikah?” tanya Victor.

  

Mereka berdua mengangguk kecil. Entah kenapa, mereka terlihat enggan berbicara dengan Victor, seseorang yang hanya mengenakan seragam pengantar pizza lusuh ke toko perhiasan. Namun Victor tetap tersenyum pada mereka, masih dengan wajah bersemangatnya.

  

Beberapa saat kemudian, saat Victor menerima pesanannya, dia pergi dengan menyempatkan diri menepuk bahu pasangan itu.

  

“Semoga pernikahan kalian berjalan dengan baik,” ucapnya.

  

Setelah Victor keluar, si pemilik toko mendekati pasangan itu dan mengeluarkan satu cincin yang telah mereka amati sedari tadi.

  

“Ini, silakan. Pria tadi sudah membayar cincin ini untuk kalian berdua.”

  

Bukannya bahagia, pasangan itu malah terlihat bingung. Apalagi, yang laki-laki sebenarnya tidak lah terlalu miskin untuk menerima pemberian itu.

  

Saat ini, Victor masih sibuk melakukan segala hal untuk memastikan dirinya memberikan kejutan terbaik untuk istrinya. Melihat pasangan tadi, membuatnya sedikit bernostalgia, memikirkan masa-masa sulit bersama istrinya di masa lalu.

  

Namun kini, gelora semangat membuatnya begitu tak bisa tenang. Dia bahkan pulang ke rumah dengan berlari karena sakin bahagianya. Setibanya di rumah, dia langsung mandi, mengganti pakaian, dan mempersiapkan segalanya di atas meja makan kecil di ruang keluarga yang juga cukup sempit.

  

Dia menyiapkan makan malam diterangi cahaya lilin, ditemani anggur Cabernet Sauvignon antik yang bernilai lebih dari 100 ribu dolar. Dia beruntung bisa menemukan anggur seperti itu dalam waktu singkat. Sekarang dia agak khawatir apakah dia bisa membuka botolnya dengan benar seperti yang biasa dilihatnya di TV.

  

“Ah, sial! Seharusnya aku membeli jas baru juga,” gumamnya sambil menepuk kepalanya.

  

Tapi mau bagaimana lagi, sebentar lagi istrinya akan pulang kerja. Ia berpikir, mungkin akan lebih dramatis jika tetap menggunakan setelan sederhananya, lalu mengejutkan sang istri dengan cincin emas 24 karat bertahtakan berlian.

  

Ia jadi tidak sabar, membayangkan reaksi istrinya saat melihat kejutan yang sudah dia persiapkan tersebut. Akan tetapi, hingga malam tiba, istrinya belum juga pulang.

  

Ia berniat menelpon, namun langsung dibatalkannya. “Aku harus bersabar! Apa artinya memberikan kejutan jika dia tahu aku sudah menyiapkan segalanya untuknya.”

  

Sayangnya, hingga tengah malam, dia masih sendirian menunggu. Dia semakin khawatir sesuatu mungkin telah terjadi pada istrinya tersebut. Baru di situ dia mencoba untuk menelepon.

  

Namun tidak ada yang menjawab panggilannya. Karena kekhawatiran yang semakin besar, ia memutuskan untuk pergi mengunjungi toko apotek di mana istrinya bekerja.

  

Saat dia membuka pintu, dia malah menemukan istrinya pulang dengan langkah terhuyung-huyung.

  

“Emma? Dari mana saja kamu?” Victor bertanya.

  

Istrinya tiba-tiba mendarat di dadanya. Victor segera memalingkan wajah begitu menyadari bau alkohol yang menyengat dari mulut Emma.

  

“Kamu mabuk?”

  

“Minggir kau, dasar pecundang! Jangan mencoba menguliahiku. Aku membutuhkan ini, gara-gara harus hidup bersama pecundang sepertimu!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status