Share

007 - Sebuah Nasihat Sederhana

Victor mencoba mengabaikannya. Tapi setelah dia keluar, dia menahan pintu mobil untuk berbicara dengan Viona sejenak.

  

“Kalau bisa nanti pakai mobil biasa saja. Limousine hanya membuatku menjadi pusat perhatian. Jujur, aku sama sekali tidak nyaman dengan itu.”

  

“Lah, kenapa? Apakah bekerja terlalu lama sebagai pengantar pizza membuatmu tidak nyaman lagi menjadi orang kaya?” tanya Viona dengan sedikit senyum konyol.

  

“Bukan itu! Tapi, Limousine?” bantah Victor tampak tak terima. “Apa perlu menjemputku dengan limousine segala?”

  

“Kenapa tidak? Aku tahu kamu sedang ada urusan perceraian dengan si lampir itu,” jawab Viona berceletuk. “Aku justru menggunakan Limousine ini untuk pamer di depannya, karena aku tahu dia pasti mencampakkanmu dengan memandang rendah dirimu.”

  

“Terserah apapun itu!” Victor mengibaskan tangannya sambil memalingkan wajah. “Aku hanya tidak ingin pergi ke kantor dengan menggunakan Limousine ini lagi.”

  

“Kamu tidak perlu khawatir. Kami telah menyiapkan mobil lain untukmu di kantor,” terang Viona.

  

Victor memasang wajah lelahnya, merasa yakin bahwa itu masih mobil mewah tipe lainnya.

  

Viona pun berniat ikut keluar dari mobil itu, bergeser ke sisi yang sama ke tempat Victor berada saat ini. Tapi Victor mencegahnya, dan menyuruhnya tetap di dalam mobil. Victor langsung saja menutup pintu mobil dan menyuruh pengemudi untuk mengantar Viona ke kantor.

  

“Hey?” tanya Viona tak mengerti.

  

“Pergilah dulu. Aku akan menemuimu nanti di depan kantor,” ucap Victor sambil berjalan di trotoar.

  

Limousine itu terus berjalan dan Viona hanya bisa memegangi dahinya melihat kelakuan Victor. Setelah sampai di kantor Counterbrand, dia menunggu Victor di lobi.

  

Namun kemudian, ada seorang gadis petugas keamanan berkulit hitam, dengan rambut keriting berwajah manis berdiri di dekat jalan. Tiba-tiba saja gadis itu menahan Victor saat dia hendak masuk ke lobi.

  

Gadis keamanan ini tampak meragukan entah Victor akan punya urusan atau hubungan dengan siapa pun di perusahaan itu. Terlebih dengan penampilan Victor saat ini, gadis itu memperhatikan dari atas sampai ke bawah, jelas sekali kalau Victor terlihat seperti orang yang baru bangun tidur.

  

“Maaf, Tuan! Apa ada yang bisa aku bantu?” tanya gadis satpam tersebut.

  

“Ah, tidak usah. Saya yakin tidak membutuhkan bantuan Anda jika hanya untuk masuk ke kantor itu. Saya tahu ke mana saya harus pergi,” jawab Victor berlalu pergi.

  

“Dan kemana Anda akan pergi, Tuan?” Gadis itu kembali menahan tangan Victor, mencegahnya untuk masuk.

  

“Tentu saja untuk pergi bekerja!” Victor menjawab dengan wajah polos sambil mengarahkan telunjuknya ke arah lobi.

  

“Apa Anda seorang karyawan baru?” gadis itu bertanya lagi dengan wajah mengkerut.

  

“Ya, ini hari pertamaku bekerja untuk Counterbrand! Maaf, nona itu sedang menungguku,” jelas Victor sambil menunjuk ke arah Viona.

  

“Nona itu?” gumam si gadis satpam merasa bingung.

  

Gadis keamanan itu memperhatikan lobi hingga kemudian dia menyadari siapa si nona yang baru saja dibicarakan Victor.

  

“Dia? Kamu memberitahuku bahwa kamu punya urusan dengannya?” tanya gadis itu lagi nampak tak percaya.

  

“Ya! Permisi!” ucap Victor berlalu pergi dan segera menghampiri Viona.

  

Gadis keamanan itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan pelan. Tapi kemudian, dia mengalihkan perhatiannya ke keramain di pinggir jalan, kembali ke pekerjaannya menertibkan area di depan kantor itu dari para pejalan kaki. Dan memang, tempat itu agak ramai juga pada jam segitu.

  

Kemeja Victor kini agak basah di bagian dada karena keringat. Tidak mungkin dia ikut rapat dengan manajer lain dengan kondisi seperti itu.

  

Saat itulah ia meminta waktu sejenak untuk ke kamar kecil sebelum bergabung bersama Viona untuk pertemuan tersebut.

  

“Maaf, aku tidak akan lama,” ucap Victor bergegas ke kamar kecil.

  

“Aku akan menunggumu di atas. Cepatlah!” balas Viona sebelum berjalan menuju lift.

  

Victor menuju ke kamar kecil untuk merapikan dirinya di sana. Dia mencuci wajahnya, lalu menggunakan mesin hand dryer untuk mengeringkan tangannya.

  

Sesaat dia termenung memandangi hand dryer tersebut. Entah apa yang ada di pikirannya, tiba-tiba ia mengarahkan bajunya ke mesin tersebut, untuk mengeringkan bagian bajunya yang basah oleh keringat.

  

Zzzngggg!!!

  

Seorang karyawan masuk dan tampak sedikit terkejut. Dia kemudian tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya, dan diikuti dengan tawa kecil yang tertahan. Tapi Victor mengabaikannya, terus saja asyik dengan hand dryer tersebut.

  

Dan tentu saja pria itu kembali tertawa saat hendak keluar dari kamar kecil. Tapi kemudian, dia berhenti sejenak dan menatap Victor dengan senyuman lucu.

  

“Heh!!”

  

“Apa?” Victor bertanya.

  

“Tidak, tidak apa-apa. Aku pikir itu ide yang cukup bagus. Kalau aku nanti di kondisimu, mungkin aku akan melakukan hal yang sama,” ucap pria itu sambil tersenyum ramah sebelum pergi.

  

Victor hanya tertawa geli sambil menggelengkan kepalanya. Pikirnya dia bakalan adu debat juga dengan orang itu hanya karena urusan sepele.

  

Kebetulan, ada pegawai lain yang sudah ada di bagian toilet bahkan sebelum Victor masuk ke kamar kecil tersebut. Saat pria itu keluar dari toilet, dia menemukan Victor yang masih sibuk dengan hand dryer.

  

Karyawan itu juga memberikan reaksi yang lucu, menatap Victor dengan sedikit kerutan di wajahnya. Ketika Victor memalingkan wajahnya ke orang itu, pria itu tidak bisa menahan tawanya karena dia sangat mengenal wajah Victor.

  

“Hey! Bukankah kamu Victor? Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya pria yang berambut kuning, runcing berdiri bak jarum berjejer, dengan wajah tirus tampan, bersih dan resih, seperti kebanyakan pria kantoran.

  

“Oh, Oliver? Kamu kerja di sini juga?” balas Victor.

  

“Ya. Aku bekerja disini. Bagaimana denganmu?” tanya pria yang bernama Oliver tersebut. “Sejauh yang aku ingat, aku masih melihatmu di jalanan beberapa hari yang lalu, masih mengantarkan pesanan pizza orang. Apa mungkin kau sudah berhenti dan ingin melamar pekerjaan di sini?”

  

“Ya, aku akan segera bekerja di sini,” kata Victor.

  

“Benarkah itu?”

  

Victor tersenyum sambil menganggukkan kepala, sementara ia masih sibuk mengeringkan bajunya dengan pengering tangan.

  

Oliver mulai memperhatikan kondisi Victor yang saat ini masih berantakan. Ia mulai berpikir bahwa Victor mungkin diterima bekerja di perusahaan tersebut sebagai office boy.

  

Sontak, pria itu menggelengkan kepalanya dengan ekspresi meremehkan, sambil sibuk mencuci tangannya di depan sebuah cermin. Selesai dengan itu, dia kembali mendekati Victor lagi.

  

“Bolehkah aku menggunakannya sebentar?” dia bertanya, perihal hand dryer tersebut.

  

“Oh, tentu!” Victor menjauhkan diri.

  

Setelah itu, pria tersebut menggunakan mesin itu untuk mengeringkan tangannya. Namun tak lama kemudian, dia membiarkan Victor menggunakannya lagi.

  

Saat Victor menghadapkan kembali kemejanya ke mesin itu, pria bernama Oliver tersebut menyibukkan diri dengan menata rambutnya di depan cermin.

  

“Aku benar-benar tak habis pikir, bagaimana seorang mahasiswa berprestasi seperti dirimu bisa berakhir seperti ini,” ucapnya santai.

  

“Yah, begitulah hidup,” jawab Victor dengan datar, mencoba mengabaikan kekhawatiran pria itu.

  

Oliver malah tak bisa menahan tawanya. Dia berbalik, menepuk bahu Victor dari belakang, lalu mendekatkan wajahnya seolah ingin mengatakan sesuatu.

  

“Aku hanya ingin bilang, nilai sekolah dan semua prestasi itu tidak ada artinya ketika kau memasuki dunia kerja seperti di tempat ini. Yang terpenting adalah ide terobosan yang menjual dan mendatangkan keuntungan, serta solusi yang bisa menyelesaikan masalah.”

  

“Oh, benarkah?” balas Victor sengaja memasang wajah lugunya.

  

“Yah, aku pun ragu kamu akan membutuhkan nasihat sederhana ini saat kamu nanti bekerja di sini. Tapi yaa, siapa yang tahu, ya kan?” Oliver menutup nasihatnya dengan menepuk pundak Victor beberapa kali, berpikir seorang office boy tak akan membutuhkan nasihat tersebut.

  

Namun kemudian, dia menyadari punggung tangannya masih sedikit basah. Dengan entengnya, dia menggosokkannya ke kemeja Victor di bagian bahu beberapa kali. Dan Victor, dia hanya menatap tangan pria itu dengan ekspresi dingin dan datar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status