Share

010 - Ah, sial!

Victor meninggalkan rapat. Tak satu pun dari para eksekutif tersebut yang menyuarakan keberatan mereka. Kecuali Viona yang langsung bergegas menyusul Victor ke ruangan sebelah.

  

“Hei, Victor! Mau ke mana kau?”

  

Victor menjawabnya sambil terus berjalan keluar ruangan dan menuju lift. “Maaf, aku punya masalah yang harus segera aku selesaikan. Jika tidak, Tuan Benigno akan marah kepadaku. Meskipun hanya pemilik toko pizza, ada yang bilang dia punya hubungan dengan mafia.”

  

Namun kemudian, Victor berhenti sejenak setelah dia menyentuh tombol di lift, menyadari bahwa dia tidak punya cukup uang untuk membayar utangnya kepada Tuan Benigno.

  

Dia memiliki dua rekening bank. Satu yang ia gunakan sejak kuliah, yaitu uang yang ia kumpulkan sendiri. Sedangkan rekening bank lainnya merupakan tabungan dari uang yang ia peroleh semata-mata dari ayahnya sejak kecil, William Charles, salah satu pengusaha terkaya di Amerika.

  

Dia telah menyimpan begitu banyak uang karena jarang menggunakannya di masa lalu. Namun, ayahnya telah melarang Victor menggunakan uang itu tepat sebelum Victor masuk perguruan tinggi. Itu adalah salah satu kondisi dair ujian yang diberikan untuknya, katanya agar dia belajar hidup mandiri.

  

Rekening bank itulah yang dia gunakan untuk ulang tahun pernikahannya dengan Emma, tepat setelah ayahnya sempat mencabut larangan itu kemarin. Masalahnya sekarang, ayahnya kembali memberikan larangan itu, karena dia menghabiskan uangnya secara sembarangan.

  

Apa yang dia miliki sekarang di rekening bank satunya lagi tidak akan cukup untuk menyelesaikan masalahnya dengan Tuan Benigno.

  

Victor kembali dan mendekati Viona. Dia tahu, tidak mungkin dia bisa meminta gajinya sebagai CEO sementara dia belum melakukan apa pun untuk perusahaan.

  

“Bolehkah aku meminjam uangmu?” dia bertanya.

  

Viona menyipitkan mata, mendengar seorang CEO perusahaan di mana dia bekerja sekarang malah meminjam uang padanya.

  

“Tolonglah! Aku punya hutang dengan Tuan Benigno. Memang tidak banyak, tapi aku sudah berjanji untuk membayarnya dua kali lipat,” pinta Victor merengek.

  

“Berapa banyak?” tanya Viona.

  

“Mungkin sekitar $800,” jawab Victor.

  

“Apa? Kau bahkan tidak punya uang sebanyak itu?” Viona bertanya dengan wajah berkerut.

  

“Tolonglah, aku akan membayarnya nanti setelah mendapatkan gaji pertamaku,” pinta Victor lagi.

  

Kening Viona berkedut. Memang uang sebanyak itu kecil baginya. Tapi dia tidak punya uang cash sebanyak itu saat ini.

  

Dia kemudian memberikan kartu ATM. Namun, sebelum Victor mengambil kartu tersebut, dia segera menariknya kembali sambil menjelaskan kondisinya.

  

“Ingat! Kau harus bayar dua kali lipat!” ucapnya memperingatkan.

  

“Tenanglah. Untukmu, aku akan membayarnya tiga kali lipat,” kata Victor sambil mengambil kartu itu dan pergi.

  

“Hey?!” Viona mencoba menghentikannya.

  

Tapi kemudian…

  

♫♫ Ting! ♫♫

  

Kebetulan pintu lift terbuka dan Victor pun masuk. “Tolong tangani rapat itu untukku. Aku akan segera kembali setelah…”

  

Viona tidak dapat mendengar seluruh perkataan Victor karena pintu lift itu tertutup. Dia hanya bisa mengusap keningnya dan berniat kembali ke ruang rapat.

  

Namun kemudian, dia teringat bahwa dia belum memberikan nomor pin dari kartu ATM itu kepada Victor. Dia mencoba meneleponnya beberapa kali, tetapi tak mendapat jawaban apa pun. Dengan bergegas ke lift sambil terus mencoba menelepon, tetap saja dia masih belum mendapat tanggapan.

  

Bahkan lift pun tidak bisa diajak bekerja sama saat ini. Khawatir dia harus menunggu lama di sana, Viona pun menelepon resepsionis di lobi.

  

[Iya, Bu?]

  

“Tolong beritahu Victor untuk menungguku di lobi.”

  

[Victor?]

  

“Pria berkemeja putih berantakan yang masuk kantor bersamaku tadi. Kamu ingat? Dia adalah presiden baru kita.”

  

[Orang itu? Oh, itu dia.]

  

Sementara itu, Victor baru saja keluar dari lift dan langsung menuju ke luar. Wanita resepsionis itu menyampaikan pesan dari Viona sambil berusaha menahan Victor di sana.

  

Tapi Victor tidak menghiraukannya dan terus bergumam tentang Viona yang begitu menyebalkan. Mengetahui bahwa Victor adalah presiden perusahaan, resepsionis itu pun tidak berani menahannya.

  

Dan di sana Victor berdiri di pinggir jalan, tepat di samping gadis keamanan berkulit hitam yang ceria dan energik dengan rambut keriting itu. Victor memanggil taksi, tapi tak satupun yang menyahut.

  

Gadis itu melirik Victor sambil tersenyum. Dia bahkan mencondongkan badannya ke belakang untuk mengintip bokong Victor.

  

“Damn!” ucapnya dengan raut terkesima.

  

“Ada apa?” tanya Victor.

  

“Tidak! Tidak apa-apa. Apakah Anda memerlukan taksi, Tuan?” tawar wanita itu.

  

Victor tersenyum kecil sambil mengangguk. Gadis itu pun meletakkan dua jari di bawah lidahnya dan bersuit dengan nada tinggi dan kuat.

  

“Taksi!!!!” Dia berteriak sangat keras, jauh lebih keras dari teriakan Victor sebelumnya.

  

Taksi di seberang jalan langsung menanggapi panggilannya dan mengambil jalan memutar ke arah mereka.

  

“Wow! Terima kasih!” kata Victor sambil tersenyum.

  

“Ah, biasa saja,” jawab perempuan itu dengan senyum genitnya.

  

Saat taksi tiba, Victor membuka pintu hendak masuk. Namun tiba-tiba, gadis keamanan itu menepuk bokong Victor secara terbuka. Viktor pun terkejut dan berbalik dengan wajah berkerut.

  

“Hati-hati di jalan, ganteng!”

  

Victor hanya bisa tersenyum canggung. Melihat karakter gadis keamanan yang ceria dan periang itu, mau tak mau dia menyembunyikan perasaan ngerinya dan masuk ke dalam taksi.

  

Taksi itu berangkat tepat saat Viona keluar dari lobi.

  

“Hei, tolong hentikan taksinya!” teriak Viona memberitahu gadis keamanan itu.

  

Tapi gadis keamanan itu terlihat bingung dan taksinya pun sudah semakin jauh. Viona hanya bisa menghela nafas sambil mengusap keningnya.

  

Viona mengalihkan perhatiannya ke kiri dan menemukan mobil yang telah mereka persiapkan untuk Victor terparkir di sana, dengan pengemudinya sibuk dengan teka-teki silang di sebuah majalah.

  

“Ada apa, Bu?” tanya gadis keamanan itu.

  

“Sudah kubilang, hentikan taksinya,” kata Viona.

  

“Apakah Anda memerlukan taksi?” tanya gadis itu dengan perasaan yang campur aduk karena ia tahu Viona adalah salah satu petinggi di perusahaan itu.

  

“Aku tak butuh taksi!!! Aku ingin kau menghentikan pria itu lebih awal, dasar!” jawab Viona menggerutu, sebelum kembali ke ponselnya mencoba menelepon Victor.

  

Gadis keamanan itu melirik ke arah Viona dengan wajah lucu, mengira pria yang baru saja ditolongnya adalah pacar Viona. Memang benar dia menganggap Victor agak menarik meskipun penampilannya berantakan. Ia bahkan mulai berpikir kalau Victor terlihat berantakan setelah melakukan sesuatu dengan Viona.

  

“Haaa, laki-laki itu pacar Anda, ya?” tanyanya tersenyum lugu.

  

Viona tak menghiraukannya dan terus menunggu telponnya dijawab. Namun gadis security itu tak henti-hentinya mengajaknya bicara, melihat Viona terlihat khawatir karena ditinggal oleh seorang laki-laki.

  

“Aku akui laki-laki itu lumayan seksi. Tapi Anda tidak perlu terlalu khawatir tentang pria seperti dia. Wanita secantik Anda bisa dengan mudah menemukan pria yang jauh lebih baik,” katanya menyanjung.

  

“Apa kau bicarakan? Dia itu presiden perusahaan ini,” balas Viona tampak kesal.

  

“Eeh? Presiden? Lalu, kenapa dia naik taksi? Itu kan mobil presiden ada di sana, dan juga sopirnya!”

  

Viona meninggalkannya dan menuju ke lobi tanpa memberikan jawaban apapun. Tak kunjung mendapatkan jawaban dari Victor, dia pun hanya mengiriminya pesan berisi nomor pin dari kartu ATM-nya.

  

Gadis keamanan itu hanya bisa melongo. Tidak peduli seberapa ganteng Victor di matanya, dia tidak bisa membayangkan pria dengan kemeja dan rambut berantakan seperti itu adalah presiden Counterbrand.

  

“Ah, sial!” gumamnya dengan wajah pucat. “Bisa-bisa aku bakalan kena pecat gara-gara ini!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status