Victor meninggalkan rapat. Tak satu pun dari para eksekutif tersebut yang menyuarakan keberatan mereka. Kecuali Viona yang langsung bergegas menyusul Victor ke ruangan sebelah.
“Hei, Victor! Mau ke mana kau?”
Victor menjawabnya sambil terus berjalan keluar ruangan dan menuju lift. “Maaf, aku punya masalah yang harus segera aku selesaikan. Jika tidak, Tuan Benigno akan marah kepadaku. Meskipun hanya pemilik toko pizza, ada yang bilang dia punya hubungan dengan mafia.”
Namun kemudian, Victor berhenti sejenak setelah dia menyentuh tombol di lift, menyadari bahwa dia tidak punya cukup uang untuk membayar utangnya kepada Tuan Benigno.
Dia memiliki dua rekening bank. Satu yang ia gunakan sejak kuliah, yaitu uang yang ia kumpulkan sendiri. Sedangkan rekening bank lainnya merupakan tabungan dari uang yang ia peroleh semata-mata dari ayahnya sejak kecil, William Charles, salah satu pengusaha terkaya di Amerika.
Dia telah menyimpan begitu banyak uang karena jarang menggunakannya di masa lalu. Namun, ayahnya telah melarang Victor menggunakan uang itu tepat sebelum Victor masuk perguruan tinggi. Itu adalah salah satu kondisi dair ujian yang diberikan untuknya, katanya agar dia belajar hidup mandiri.
Rekening bank itulah yang dia gunakan untuk ulang tahun pernikahannya dengan Emma, tepat setelah ayahnya sempat mencabut larangan itu kemarin. Masalahnya sekarang, ayahnya kembali memberikan larangan itu, karena dia menghabiskan uangnya secara sembarangan.
Apa yang dia miliki sekarang di rekening bank satunya lagi tidak akan cukup untuk menyelesaikan masalahnya dengan Tuan Benigno.
Victor kembali dan mendekati Viona. Dia tahu, tidak mungkin dia bisa meminta gajinya sebagai CEO sementara dia belum melakukan apa pun untuk perusahaan.
“Bolehkah aku meminjam uangmu?” dia bertanya.
Viona menyipitkan mata, mendengar seorang CEO perusahaan di mana dia bekerja sekarang malah meminjam uang padanya.
“Tolonglah! Aku punya hutang dengan Tuan Benigno. Memang tidak banyak, tapi aku sudah berjanji untuk membayarnya dua kali lipat,” pinta Victor merengek.
“Berapa banyak?” tanya Viona.
“Mungkin sekitar $800,” jawab Victor.
“Apa? Kau bahkan tidak punya uang sebanyak itu?” Viona bertanya dengan wajah berkerut.
“Tolonglah, aku akan membayarnya nanti setelah mendapatkan gaji pertamaku,” pinta Victor lagi.
Kening Viona berkedut. Memang uang sebanyak itu kecil baginya. Tapi dia tidak punya uang cash sebanyak itu saat ini.
Dia kemudian memberikan kartu ATM. Namun, sebelum Victor mengambil kartu tersebut, dia segera menariknya kembali sambil menjelaskan kondisinya.
“Ingat! Kau harus bayar dua kali lipat!” ucapnya memperingatkan.
“Tenanglah. Untukmu, aku akan membayarnya tiga kali lipat,” kata Victor sambil mengambil kartu itu dan pergi.
“Hey?!” Viona mencoba menghentikannya.
Tapi kemudian…
♫♫ Ting! ♫♫
Kebetulan pintu lift terbuka dan Victor pun masuk. “Tolong tangani rapat itu untukku. Aku akan segera kembali setelah…”
Viona tidak dapat mendengar seluruh perkataan Victor karena pintu lift itu tertutup. Dia hanya bisa mengusap keningnya dan berniat kembali ke ruang rapat.
Namun kemudian, dia teringat bahwa dia belum memberikan nomor pin dari kartu ATM itu kepada Victor. Dia mencoba meneleponnya beberapa kali, tetapi tak mendapat jawaban apa pun. Dengan bergegas ke lift sambil terus mencoba menelepon, tetap saja dia masih belum mendapat tanggapan.
Bahkan lift pun tidak bisa diajak bekerja sama saat ini. Khawatir dia harus menunggu lama di sana, Viona pun menelepon resepsionis di lobi.
[Iya, Bu?]
“Tolong beritahu Victor untuk menungguku di lobi.”
[Victor?]
“Pria berkemeja putih berantakan yang masuk kantor bersamaku tadi. Kamu ingat? Dia adalah presiden baru kita.”
[Orang itu? Oh, itu dia.]
Sementara itu, Victor baru saja keluar dari lift dan langsung menuju ke luar. Wanita resepsionis itu menyampaikan pesan dari Viona sambil berusaha menahan Victor di sana.
Tapi Victor tidak menghiraukannya dan terus bergumam tentang Viona yang begitu menyebalkan. Mengetahui bahwa Victor adalah presiden perusahaan, resepsionis itu pun tidak berani menahannya.
Dan di sana Victor berdiri di pinggir jalan, tepat di samping gadis keamanan berkulit hitam yang ceria dan energik dengan rambut keriting itu. Victor memanggil taksi, tapi tak satupun yang menyahut.
Gadis itu melirik Victor sambil tersenyum. Dia bahkan mencondongkan badannya ke belakang untuk mengintip bokong Victor.
“Damn!” ucapnya dengan raut terkesima.
“Ada apa?” tanya Victor.
“Tidak! Tidak apa-apa. Apakah Anda memerlukan taksi, Tuan?” tawar wanita itu.
Victor tersenyum kecil sambil mengangguk. Gadis itu pun meletakkan dua jari di bawah lidahnya dan bersuit dengan nada tinggi dan kuat.
“Taksi!!!!” Dia berteriak sangat keras, jauh lebih keras dari teriakan Victor sebelumnya.
Taksi di seberang jalan langsung menanggapi panggilannya dan mengambil jalan memutar ke arah mereka.
“Wow! Terima kasih!” kata Victor sambil tersenyum.
“Ah, biasa saja,” jawab perempuan itu dengan senyum genitnya.
Saat taksi tiba, Victor membuka pintu hendak masuk. Namun tiba-tiba, gadis keamanan itu menepuk bokong Victor secara terbuka. Viktor pun terkejut dan berbalik dengan wajah berkerut.
“Hati-hati di jalan, ganteng!”
Victor hanya bisa tersenyum canggung. Melihat karakter gadis keamanan yang ceria dan periang itu, mau tak mau dia menyembunyikan perasaan ngerinya dan masuk ke dalam taksi.
Taksi itu berangkat tepat saat Viona keluar dari lobi.
“Hei, tolong hentikan taksinya!” teriak Viona memberitahu gadis keamanan itu.
Tapi gadis keamanan itu terlihat bingung dan taksinya pun sudah semakin jauh. Viona hanya bisa menghela nafas sambil mengusap keningnya.
Viona mengalihkan perhatiannya ke kiri dan menemukan mobil yang telah mereka persiapkan untuk Victor terparkir di sana, dengan pengemudinya sibuk dengan teka-teki silang di sebuah majalah.
“Ada apa, Bu?” tanya gadis keamanan itu.
“Sudah kubilang, hentikan taksinya,” kata Viona.
“Apakah Anda memerlukan taksi?” tanya gadis itu dengan perasaan yang campur aduk karena ia tahu Viona adalah salah satu petinggi di perusahaan itu.
“Aku tak butuh taksi!!! Aku ingin kau menghentikan pria itu lebih awal, dasar!” jawab Viona menggerutu, sebelum kembali ke ponselnya mencoba menelepon Victor.
Gadis keamanan itu melirik ke arah Viona dengan wajah lucu, mengira pria yang baru saja ditolongnya adalah pacar Viona. Memang benar dia menganggap Victor agak menarik meskipun penampilannya berantakan. Ia bahkan mulai berpikir kalau Victor terlihat berantakan setelah melakukan sesuatu dengan Viona.
“Haaa, laki-laki itu pacar Anda, ya?” tanyanya tersenyum lugu.
Viona tak menghiraukannya dan terus menunggu telponnya dijawab. Namun gadis security itu tak henti-hentinya mengajaknya bicara, melihat Viona terlihat khawatir karena ditinggal oleh seorang laki-laki.
“Aku akui laki-laki itu lumayan seksi. Tapi Anda tidak perlu terlalu khawatir tentang pria seperti dia. Wanita secantik Anda bisa dengan mudah menemukan pria yang jauh lebih baik,” katanya menyanjung.
“Apa kau bicarakan? Dia itu presiden perusahaan ini,” balas Viona tampak kesal.
“Eeh? Presiden? Lalu, kenapa dia naik taksi? Itu kan mobil presiden ada di sana, dan juga sopirnya!”
Viona meninggalkannya dan menuju ke lobi tanpa memberikan jawaban apapun. Tak kunjung mendapatkan jawaban dari Victor, dia pun hanya mengiriminya pesan berisi nomor pin dari kartu ATM-nya.
Gadis keamanan itu hanya bisa melongo. Tidak peduli seberapa ganteng Victor di matanya, dia tidak bisa membayangkan pria dengan kemeja dan rambut berantakan seperti itu adalah presiden Counterbrand.
“Ah, sial!” gumamnya dengan wajah pucat. “Bisa-bisa aku bakalan kena pecat gara-gara ini!”
Seringkali, orang baru menyadari betapa berharganya sesuatu setelah kehilangannya. Sama seperti Benigno yang kini mulai merasakan kehilangan pegawai andal seperti Victor.Terlepas dari seberapa sering dia memarahi Victor, kenyataan Victor telah bekerja untuknya selama lima tahun pastilah memiliki arti baginya.Sebenarnya dia sudah mendapatkan pengganti Victor. Namun hal itu membuatnya semakin sadar, betapa sulitnya mencari karyawan sebaik dan seloyal dirinya.Lagi pula, di mana lagi dia bisa menemukan seorang lulusan universitas ternama, yang mau bekerja untuknya begitu lama sebagai pengantar pizza.“Sudah kubilang! Anda akan merindukannya. Pria seperti dia sangat langka saat ini,” kata seorang pelayan, seorang gadis remaja cantik berwajah ceria dan polos berambut hitam tebal, sambil menggoda Tuan Benigno.“Diam kau! Kenapa kau tak keluar saja sana dan ajari si anak baru itu sesuatu,” bentak Benigno sambil berlalu pergi.Dia kembali ke kantornya, mengambil telepon, dan mencoba menghub
Sementara itu, Emma saat ini sedang dilema. Meski sudah bercerai dengan Victor, ia bahkan belum menjadi istri sah Lucas.Dan entah kenapa, Lucas tampak begitu enggan untuk membawanya tinggal di rumahnya bersama kedua orang tuanya. Bakan sejauh ini dia belum pernah mengenalkan Emma pada mereka.Dan dia juga tidak berniat mencarikan tempat tinggal baru untuk Emma. Sebaliknya, Lucas lebih memilih mencari bantuan, menyewa tukang kunci untuk membukakan pintu bagi Emma, sehingga dia bisa kembali ke rumah tempat dia tinggal bersama Victor.“Anda yakin ini rumah Anda?” tukang kunci bertanya.“Kenapa kau tidak tanyakan saja pada tetangga wanita tua itu?” kata Emma.Tukang kunci melirik sekilas ke rumah sebelah, dan memang ada seorang nenek tua, Ny. Greta, yang sedang sibuk menyiram taman kecilnya.Mendapati wanita tua itu tidak terlalu mempedulikan mereka, tukang kunci yakin bahwa klien yang dia layani saat ini bukanlah pencuri. Lagi pula, dia hanya malas repot-repot memastikannya. Jadi, dia
Dia memungut dan memeriksanya, baik cincin maupun kotaknya. Mungkin dia bukanlah ahli dalam menilai suatu perhiasan. Tapi dia mulai ragu apakah itu benar-benar cincin palsu.Hanya setelah dia menemukan nama “Johnson’s Pleasantry” di bawah kotak, dia yakin bahwa cincin itu tidak mungkin barang palsu.Johnson's Pleasantry adalah toko perhiasan terkenal di kota, toko di mana Victor membeli barang tersebut. Toko ini sangat populer di kalangan pasangan calon suami-istri, terkenal dengan validitas dan reputasinya yang baik dalam menjual perhiasan khusus untuk pernikahan.“Tidak mungkin Johnson’s Pleasantry menjual cincin palsu kepada orang yang akan menikah,” gumamnya dengan mata terbelalak.Emma memakai kembali sepatunya, dan bergegas keluar rumah dengan membawa cincin itu. Dia mengunci pintu dan mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Lucas kembali.Menurutnya, lebih baik pergi bersama Lucas daripada memesan taksi dengan uangnya sendiri. Atau mungkin membantunya menjual cincin itu dengan h
Dia memang mengira permata dari Johnson’s Pleasantry akan berharga mahal. Tapi dia tidak pernah mengira harganya akan semahal itu. “Satu juta dolar?” gumamnya sambil memegang kepalanya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya berusaha menjaga keseimbangan dengan mencari sesuatu untuk dipegang. “Jadi? Apakah itu cukup mengejutkan Anda, Nyonya? Saya turut berbahagia Anda punya suami yang baik seperti dia,” kata pemilik toko. “Tidak, ini terlalu banyak. Aku memang mengira cincin ini mahal, tapi 1 Juta dolar itu terlalu banyak,” ucap Emma. Hal ini menarik perhatian beberapa pelanggan yang kebetulan berada di sana. Tapi Emma tidak terlalu memperhatikannya. Ia masih tidak bisa membayangkan bagaimana Victor berhasil mengumpulkan uang sebanyak itu untuk membeli cincin tersebut. Saat itulah dia teringat tentang Victor yang memiliki dua rekening bank. Selama ini Victor hanya menggunakan salah satunya saja. Tapi Emma tidak pernah terlalu memperhatikan yang satunya lagi, karena dia yakin
Bukannya dia tidak bisa menjual cincin itu sama sekali. Hanya saja pemilik toko enggan untuk membeli kembali barang tersebut, karena dia agak ragu dengan sosok Emma. Dia takut akan risiko membeli barang curian.“Saya benar-benar minta maaf, Nyonya. Saya khawatir Anda masih perlu membicarakan hal ini dengan suami Anda lagi. Dia satu-satunya yang bisa menjual barang ini kepada kami. Tapi saya pikir, suami Anda pun akan memaksa Anda untuk menerima hadiah tersebut,” kata pemilik toko.Emma semakin tidak sabar, dan memaksakan diri agar pemilik toko membeli kembali cincin tersebut.“Tidak bisakah Anda membuat ulang dokumen appraisal itu? Saya bersedia menurunkan harga lebih banyak lagi untuk kompensasi atas proses apa pun yang baru saja Anda sampaikan kepada saya,” pintanya sedikit memaksa.Pemilik toko menyipitkan matanya dengan tatapan curiga. Kini ia memang mulai meragukan kesaksian Emma sebagai istri Victor, dan kecurigaannya bahwa cincin itu baru saja dicuri semakin kuat.“Maaf, Nyonya
Emma menekan tombol untuk menjawab panggilan itu dan mendekatkan ponsel ke telinganya. Namun si pemilik toko langsung merampas telepon tersebut. [Emma! Apa kau memasuki rumahku baru-baru ini?] Pemilik toko menjadi penasaran dengan pertanyaan seperti itu. Dia menutup bagian mic pada ponsel itu dengan telapak tangannya, dan menjauhkannya dari telingan. “Apakah ini benar-benar suami Anda?” pemilik toko bertanya pada Emma. “Ya, dia suamiku!” Emma menjawab dengan sangat pelan, tidak ingin perkataannya terdengar oleh Victor melalui telepon. Pemilik toko menyipitkan matanya dengan tatapan yang lebih mencurigakan. Jika memang mereka suami istri, kenapa juga laki-laki di dalam telepon itu mempermasalahkan soal Emma masuk ke rumahnya. Pemilik toko itu menempelkan kembali ponsel itu ke telinganya dan mulai berbicara langsung dengan Victor. “Apakah ini benar Tuan Victor William?” dia bertanya. [Ya, saya Victor William. Siapa ini? Di mana Emma?] “Tn. William. Saya Johnson Bermer yang berbi
Emma sekarang mulai khawatir ke mana harus pergi. Dia tidak bisa lagi menunjukkan wajahnya untuk kembali ke rumah Victor. Satu-satunya hal yang terpikir olehnya hanyalah Lucas.Tapi sudah jelas Lucas sudah mulai mengabaikan dirinya sebelum ini. Dia menyadari bahwa Lucas justru jauh lebih serakah.Hingga kemudian, dia mengingat sesuatu. Ini tentang rekening bank Victor yang selama ini dia abaikan. Menurutnya, jika Victor bisa membeli perhiasan semahal itu hanya sebagai hadiah ulang tahun, kemungkinan besar Victor memiliki lebih banyak uang yang tersimpan di rekening bank tersebut.“Si brengsek itu! Bagaimana dia mendapatkan uang sebanyak itu? Beraninya dia merahasiakannya dariku selama ini. Tidak mungkin aku membiarkannya begitu saja.”Pada akhirnya, terpicu oleh rasa kesal atas penghinaan yang baru saja diterimanya, diapun menelepon Lucas.Dia benar-benar tidak punya pilihan lain selain berkompromi dengannya. Tentu dia tidak akan rugi jika Lucas meminta bagian, asalkan dia bisa menda
Pada malam hari, Victor sulit tidur. Ini adalah malam pertama yang harus ia habiskan sendirian di rumah sejak ia tinggal bersama Emma. Rumah itu begitu tenang dan sunyi, tapi tidak dengan hatinya. Ia masih merasa sedih karena kehilangan wanita yang pernah dicintainya. Tentu saja bukan menangisi si mantan istri seperti yang baru ia ketahui belakangan ini. Melainkan Emma yang dulu yang telah menemaninya selama lima tahun. Dia masih percaya, tidak salah mencintai Emma yang dulu, tapi hanya berpikir kalau wanita itu sudah berubah karena keadaan. Namun entah kenapa, dia merasa puas dengan apa yang terjadi di toko Johnson’s Pleasantry sebelumnya. Dia tidak pernah merencanakan untuk membalaskan dendamnya seperti itu. Dia bahkan tidak memikirkan balas dendam sama sekali. Namun… “Biar tahu rasa dia! Bagaimana dia bisa begitu buta tanpa menyadari bahwa cincin yang kuberikan padanya itu asli.” Sekarang Victor sedang berbaring di sana, di tempat tidur, memandangi cincin emas berkilauan yang