Share

SANDRA GEMBIRA

"Ka-mu? Dasar laki-laki brengsek!" teriak Tuan Anggara yang langsung menampar pipi Raditya.

"Saya ingin bertanggung jawab. Salah?" Raditya mengusap pipinya yang berasa panas. Pria muda tersebut tetap berdiri tegar. Dia telah bertekat apa pun yang terjadi harus bertanggung jawab terhadap Sandra.

"Karena kamu anak pelacur dan selama ini bohong dengan asal usul kamu. Itu masalahnya," hujat Tuan Anggara dengan ekspresi mengejek.

"Saya gak bohong. Saya baru dikasih tahu orang tua asuh. Kami akan tetap menikah, dengan maupun tanpa restu Om," ucap Raditya tak kalah tegas. Tuan Anggara yang emosi seketika mencekik leher Raditya. Pria setengah baya ini telah buta mata.

"Papaaa!" teriak Sandra mendekat ke arah keduanya. Dari kedua sudut mata meleleh buliran bening dengan deras.

Raditya tampak berusaha memberontak. Namun, Tuan Anggara seperti tak memberi ampun. Tubuh Raditya tak sebanding dengan Tuan Anggara. Hujan deras tiba-tiba turun disertai kilatan cahaya petir. Tubuh Raditya yang lunglai diseret kedua tangan kekar Tuan Anggara menuju mobil. Sandra berlari mengikuti. Namun, tubuh Sandra justru didorong oleh Tuan Anggara hingga jatuh tersungkur. Sandra menangis meraung-raunt bawah guyuran hujan deras.

"Sayang, kita ke rumah sakit." Lamunan Sandra buyar seketika oleh ucapan Ny. Anggara.

"Mama? Ke mana Raditya?" tanya Sandra dengan ekspresi datar, seperti biasanya.

"Kamu minum dulu, ya! Habis ini kita jenguk Raditya," ucap lembut Ny. Anggara dengan kelopak mata sembab. Tampak para polisi telah sibuk olah TKP. Kedua mata Sandra memidai seisi ruangan kamar.

"Radit! Kita jadi nikah, kan?" Sandra menatap ke arah pintu lalu tertawa bahagia. Ny. Anggara berurai air mata memeluk sang putri lalu berucap,"Karena ulah bejat Papa, kalian tak bisa bersatu."

"Aku bisa nikah dengan Radit, Ma. Kenapa nangis?" tanya Sandra dengan muka semringah. Ny. Anggara semakin tak bisa menahan kesedihan. Hatinya remuk redam. Seketika dia peluk sang putri lalu mencium keningnya.

"Sayang, kamu minum obat dulu, ya," ucap Ny. Anggara dengan tangan kiri mengusap sisa air mata sembari membantu Sandra memegang gelas lalu mengulurkan sebutir tablet. Sandra segera menelannya dengan bantuan air.

Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki mendekati kamar. Seorang polisi telah berhenti di ambang pintu. Kini, pria bersergam tersebut mengetuk daun pintu yang terbuka lalu berucap,"Permisi. Kami tunggu kedatangan Ibu dan saudari Sandra di kantor segera."

Ny. Anggara menoleh lalu tersenyum. Dengan tangan kanan memeluk bahu Sandra, dia membalas,"Baik, Pak. Mohon beberapa waktu dulu, tunggu emosi anak saya stabil. Saya segera kasih kabar."

"Oh, ya. Ibu nanti bisa tunjukkan surat keterangan dari dokter. Terima kasih atas kerja samanya. Kami permisi. Selamat sore," jelas polisi tersebut lalu memberi hormat.

"Silakan. Selamat sore juga."

Ny. Anggara merapikan rambut Sandra lalu berucap penuh kasih,"Mama mau antar Pak Polisi ke depan. Kamu dalam kamar dengan Bik Sum."

Sandra menatap sang mama dengan pandangan hampa. "Ya, Ma. Gak usah khawatir! Ada Radit di sini, kok."

Ny. Anggara tersenyum miris mendengarnya. Dia bangkit lalu melangkahkan kaki ke luar kamar. Tampak olehnya, Bik Sumi sedang berbincang dengan salah seorang polisi. Ny. Anggara mendekat ke arah mereka lalu berkata,"Maaf, Pak. Biar Bik Sum kasih keterangan bareng saya saja."

"Baik, Bu. Kami tunggu Anda berdua di kantor. Selamat sore," balas pria berseragam cokelat tersebut.

"Selamat sore, Pak. Terima kasih telah membantu," balas Ny. Anggara dengan ramah.

Polisi tersebut segera beranjak pergi lalu bergabung dengan yang lain. Ny. Anggara dan Bik Sum mengantarkan para polisi sampai teras. Kedua wanita ini berdiri menatap kepergiaan mobil patroli dan ambulands dengan debaran jantung masih kencang. Peristiwa yang tak terbayangkan bisa terjadi di rumah yang terkenal tenang. Pasutri Anggara adalah para pekerja aktif.

Seorang direktur utama sebuah perusahaan pertambangan batu bara beristrikan seorang akuntan. Benar-benar pasangan yang perfect dalam hal finansial. Sandra adalah putri tunggal mereka, berparas jelita dan juga smart.

Ketiga anggota keluarga aktif sebagai tim sukarelawan di sebuah organisasi kemanusiaan. Pasutri Anggara adalah donatur tetap beberapa panti asuhan, rumah jompo dan juga rumah singgah anak jalanan. Sebuah keluarga yang tak tercela di mata orang yang mengenalnya.

"Barusan, polisi tanya soal apa, Bik?" tanya Ny. Anggara ketika semua petugas telah meninggalkan lokasi.

"Soal Tuan, Nyonya,"jawab Bik Sumi dengan perasaan takut.

"Bik Sumi jawab apa?"

"Saya bilang gak tau, Nyonya."

"Bagus! Jawaban Bik Sumi udah benar. Nanti di kantor polisi, tolong jawab apa adanya. Biar gak dianggap keterangan palsu. Dianggap bersengkongkol."

"Tapi, Nyo-nya ... Tuan?"

"Apa pun itu harus jujur. Saya pun gak mengerti masalah sebenarnya. Tapi saya akan jujur, agar cepat terkuak. Kasian Sandra,"ungkap Ny. Anggara dengan mata berkaca-kaca.

Hati wanita separuh baya ini telah hancur, sejak sang putri depresi. Sekarang kehancuran itu semakin parah. Remuk dan jadi abu, hanya tersisa bekas hantaman yang menekan dadanya. Ny. Anggara berharap ini semua adalah mimpi. Namun nyatanya, rumah yang sebelumnya adalah wilayah privasi, kini telah jadi obyek tontonan warga.

Sementara itu, ponsel dan telepon rumah tak berhenti berdering. Para kolega, wartawan, teman dan sanak saudara bergantian menanyakan kebenaran berita yang beredar. Cepat sekali ini tersebar. Gimana jiwa Sandra? Keluh Ny. Anggara dalam hati.

"Nyonya, maaf. Apakah kita akan tetap tinggal di sini?" tanya wanita yang lebih muda lima tahun dari sang nyonya rumah.

"Bantu saya kemasi barang. Kita pindah ke apartemen. Biar Sandra nyaman."

"Baik, Nyonya. Saya akan persiapkan semua."

"Jangan masuk police line, Bik!" teriak Ny. Anggara begitu melihat Bik Sum berjalan ke arah dapur. Wanita berdaster tersebut langsung membalikkan badan lalu berjalan menghampiri Ny. Anggara.

"Nyonya, saya mau ambil alat-alat masak dan beberapa bahan makanan."

"Nanti kita beli lagi. Sekarang tolong kemasi baju-baju Sandra saja,"tegas Ny. Anggara yang telah sibuk menghubungi sebuah nomor kontak. Bik Sum segera beranjak ke kamar Sandra.

"Non, kenapa di situ? Turun, yuk." Terdengar teriakan Bik Sumi yang nyaring. Tak lama kemudian, ada suara sesuatu diseret.

"Tolong cari tukang angkat satu. Segera." Ny. Anggara segera mengakhiri hubungan telepon. Wanita ini pun memasukkan ponsel ke dalam saku celana. Dia seketika berjalan ke arah kamar. Saat langkah kakinya telah menginjak bibir pintu, kedua mata Ny. Anggara langsung terbelalak, begitu melihat keberadaan sang putri.

"Sayang, ayo turun,"ucap Ny. Anggara berusaha lembut, meski jantung sempat berhenti berdetak barusan.

"Nyonya, ada apa dengan Non?" tanya Bik Sumi menoleh ke arah majikannya dengan berurai air mata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status