Yuda POV:
Sore ini sangatlah panas.
Aku segera berlari keluar ruangan. Berlari melewati lorong-lorong kelas di Fakultas Teknik. Kemudian aku berhenti tepat di depan lift, menunggu lift terbuka untuk mengantarku ke lantai dasar.
Hari ini perkuliahan sedikit lebih lama dari biasanya. Karena aku sudah semester 6, jadi lebih banyak yang aku kerjakan. Dan sebentar lagi aku akan masuk ke semester 7, di mana akan ada banyak praktik dan juga harus mulai memikirkan judul skripsi.
Huft ....
Aku bersandar di dinding lift sambil sesekali melihat arlojiku.
"Dia pasti sudah menunggu dari tadi."
Ting!
Pintu lift terbuka. Segera kukeluar dari lift dan berlari menghampirinya. Aku melihat temanku sedang mengibas-ngibaskan tangannya ke arah wajah. Wanita berambut hitam panjang yang ia kuncir, mata besar dan pipi chubby.
Ups ... dia tidak suka dibilang chubby.
Sekali lagi aku berlari dan meminta maaf padanya karena sudah menungguku lama.
Dan ....
Ya, memang tidak terlalu banyak drama yang dia tunjukkan padaku. Dia hanya minta untuk ditraktir siomay langganannya, yaitu siomay Bang Jali. Akupun langsung menuruti permintaannya dan pergi menuju parkiran sepeda.
Sepedaku.
Sebenarnya aku terlahir dari keluarga yang sangat berkecukupan. Orangtuaku sudah memberikanku mobil untuk bisa aku pakai. Sesekali aku pernah memakainya, tapi kalau kuliah aku lebih sering menggunakan sepeda. Selain mengurangi polusi, juga bisa mengurangi kemacetan ibu kota yang luar biasa. Lagipula, jarak rumah dan kampusku tidak terlalu jauh. Kurang lebih 30 menit sudah sampai.
Dan juga aku memiliki seorang teman yang satu arah denganku. Jadi aku bisa berangkat dan pulang bersamanya.
Itu dia ....
Sepeda berjenis city bike berwarna putih gading dengan merk polygon zenith i3 terparkir rapi berdampingan dengan beberapa jenis sepeda lainnya.
Setelah itu aku mulai memacu sepeda keluar dari universitas dan pergi ke tempat siomay Bang Jali.
...
30 menit kemudian, kita akhirnya sampai di tujuan.
Seharusnya kita bisa sampai sana sekitar 15 menit saja, tetapi karena dalam perjalanan kita habiskan untuk bercanda dan saling usil, itu membuat perjalanan jadi lebih lama.
Hagh ....
Karena terlalu banyak tugas kuliah yang tadi aku kerjakan, membuat energiku terkuras habis. Akhirnya akupun memesan 3 porsi siomay sekaligus, sedangkan yang mengajakku ke sini hanya makan 1 porsi.
Setelah selesai memakan siomay terakhirku, aku hanya bisa terdiam sambil menikmati rasa kenyangku. Saat ini aku seperti tidak memiliki nyawa. Haha ....
Dan tiba-tiba temanku memulai pembicaraan, "Yuda ...." Panggilnya.
Kemudian akupun menjawabnya, "Kenapa Yura?"
"Yud, maaf ya karena aku harus bilang hal ini," ucapnya.
Aku melihat dia seperti sedang gugup, sampai dia meremas bajunya sendiri dengan kedua tangan kecilnya. "Aku ... mencintaimu, Yud," lanjut Yura dan kemudian menatapku.
Aku sangat terkejut mendengar pernyataan cinta yang keluar dari mulut Yura.
Apa?
Mencintaiku?
Apa selama ini aku salah dalam bertindak?
Apa sikapku terlalu berlebihan kepada Yura hingga menyentuh hatinya?
Ini bukan kali pertama ada seorang wanita yang menyukaiku. Dan biasanya aku bisa mengatakan dengan mudah bahwa aku tidak menyukainya, lalu kemudian si wanita itu pergi.
Tapi kali ini berbeda.
Dia adalah Yura.
Dan aku ....
Tidak ingin dia pergi dariku.
Aku terus mengigit bibir bawahku. Rasa gugup dan takut seketika menyerangku.
"Aku ...." Aku mulai membuka mulut. "Sebenarnya aku ...."
Jangan memberitahunya, Yud!
Kamu tidak boleh membohonginya, Yud!
... tidak menyukai perempuan."
...
Aku hanya bisa terdiam dan merasakan sakit di pipi sebelah kiriku. Seperti ada ribuan semut kecil yang menggigit pipiku.
Ya, Yura menamparku.
Aku hanya bisa melihat Yura pergi meninggalkanku. Pergi menjauh dariku dan kemudian menghilang.
Aku tahu ini pasti akan terjadi.
Aku mencoba untuk memahami Yura yang pergi meninggalkanku. Aku terlalu jahat karena membuatnya jadi seperti itu. Harusnya aku tidak boleh memberikan perhatian lebih kepadanya.
Argh ....
Kenapa aku baru sadar sekarang?
Masih teringat jelas diingatanku akan tatapan Yura. Bola mata hitam pekat itu membesar dan ada sedikit kilatan kekecewaan di dalamnya. Alis yang bersatu dan bibir yang bergetar menahan amarah.
Maafkan aku, Yura.
Entah kenapa ada rasa tidak nyaman saat aku mengucapkannya. "Aku ... tidak menyukai perempuan."
Dalam benakku berkata, bahwa seharusnya aku tidak mengatakan itu. Tapi saat kumengingat masa lalu yang pernah kulakukan, itu membuatku harus mengatakannya.
Tidak ada niat untukku membohongi Yura.
Setelah beberapa lama aku termenung memikirkan Yura, akhirnya aku bersiap untuk pulang. Mungkin nanti malam atau besok aku akan menemui Yura. Aku juga harus menyiapkan kata-kata yang baik untuknya.
Jangan buat dia menangis.
Aku merasa ada langkah kaki yang datang menghampiriku. Kemudian aku menoleh ke arah langkah itu berasal.
Dan ....
Yura.
Aku merasakan dingin di pipi kiriku dan melihat bahwa ada botol air mineral yang Yura tempelkan di sana.
"Maaf Yud, aku terlalu kekanak-kanakan. Seharusnya aku nggak boleh begitu," ucap Yura sembari memberikan senyuman kepadaku.
Aku kemudian melihat matanya yang sayu. Mata yang berbeda dari yang terakhir kali aku melihatnya. Dan juga suara seraknya yang tidak bisa dia tutupi.
Dia menangis ....
... Karena aku.
Aku bangun dari tempat duduk sambil memegang tangan kanan Yura yang sedang memegang botol air mineral itu.
"Aku senang kamu kembali." Aku menatapnya lagi. Ada perasaan bahagia dalam diriku karena Yura.
Aku bahagia karena dia tidak pergi. Karena dia masih bersamaku.
"Itulah yang membuatku mencintaimu."
Yuda POV End.
***
Flashback: Tiga minggu setelah ospek. Yura POV: Aku mulai menjalani hari-hariku sebagai mahasiswi. Mulai untuk mempelajari hal-hal baru dalam hidupku. "Nih!" Temanku tiba-tiba saja memberiku sebotol minuman. Aku mengerutkan dahi, merasa bingung. "Aku kan nggak pesen ini, Lis." "Oh, tadi ada cowok yang minta tolong ke aku untuk kasih ini ke kamu, Ra," jawabnya. "Dia ganteng kok, langsung terima aja udah ... haha." "Apaan sih, Lis!" Aku hanya menggelengkan kepala mendengar ucapannya. "Serius Lis, ini dari siapa?" "Aku juga nggak tahu Ra, tiba-tiba aja dia minta tolong ke aku untuk kasih ini ke kamu." Tunjuk Lisa ke arah botol minum yang kini aku pegang. "Cie-cie ... siapa tuh, Lis?" Temanku yang lain tiba-tiba datang meledekku. Aku sedikit malu akan ledekan yang temanku lakukan. "Udah Put jangan diledekin, mukanya udah merah tuh!" Sekarang Lisa ikut meledekku. Mereka berdua tertawa bersama.
Ssssh .... Suara air shower menyala. Membasahi tubuh yang kini hanya diam mematung. Merasakan dinginnya air yang mengalir dari kepala sampai sela-sela jari kaki. Merilekskan pikiran yang sedari tadi bekerja. Mencoba untuk menenangkan hati yang sudah dicoba untuk ditenangkan. Pikiran selalu mengatakan 'tidak apa-apa' tetapi hati tidak bisa menerima pendapat tersebut. Hingga hanya menciptakan air mata yang terus keluar. ... Jam 9 malam. "Lama banget mandinya, Nak?" tanya seorang pria paruh baya pada wanita yang baru saja menyelesaikan mandinya. "Tadi pulang kuliah panas banget Yah, jadi Yura mandinya lama. Hehe ...," jawab Yura sambil berjalan ke arah sofa, menghampiri ayahnya yang sedang menonton TV. "Ada berita apa Yah?" "Biasa, politik bikin ruwet," jawab Ayah Yura sambil menyesap secangkir kopi hitam. "Kuliah gimana hari ini, Ra? Lancar?" Kini perhatian Ayah berpindah ke Yura. "Iya lancar Yah, cuma tia
Yuda POV: "Aku mencintainya," gumamku. Setelah kejadian sore tadi, aku mulai menyadari bahwa sebenarnya aku juga menyukai Yura. Sepertinya aku sudah memiliki rasa ini sejak pertama kali kita bertemu. Sebelumnya aku sudah pernah mengagumi seorang teman, tapi kali ini terasa berbeda. Bukan hanya rasa nyaman saja, tapi ada rasa takut juga jika dia meninggalkanku. Pergi jauh dariku, sampai aku tidak bisa melihatnya lagi. Saat ini umurku sudah 19 tahun dan aku mengerti apa itu cinta. Hanya saja aku belum bisa meyakini bahwa 'aku menyukai perempuan'. Pikiranku masih terjebak dalam masa lalu. Masa lalu yang membuatku tidak percaya diri untuk mengatakan 'perasaan ini' kepada Yura. ... Ketika aku berusia 15 tahun, aku pernah memiliki hubungan dengan salah satu teman dekatku. Teman yang sudah sedari kecil menjadi teman bermain bersama. Awalnya aku belum mengerti perbedaan dari rasa nyaman karena cinta atau rasa nyaman karena dia adalah t
Aulia POV: Aku selalu memperhatikanmu, melihat pesona indah yang selalu terpancar dalam dirimu. Efek yang membuatku tidak bisa lepas jauh darimu. Aku selalu tidak sabar menunggu hari esok datang. Hari di mana aku akan melihatmu dan kamu akan melihatku. Hari dimana kamu merangkulku, bersuara merdu di telingaku. Kamu… Seseorang yang ku kagumi sejak lama, sejak ku mulai mengenal cinta. Aulia POV end. Angin pagi ini terasa lebih dingin dari hari biasanya. Bahkan saat musim hujan tiba, rasanya tidak sedingin ini. Dinginnya udara begitu terasa menusuk sampai ke relung hati seseorang yang tengah berdiri tak bergeming. Menunggu seseorang lain yang akan datang menyapanya, seperti hari-hari biasa. Tak berapa lama kemudian, terdengar suara rantai sepeda yang begitu familiar. Disana terlihat seorang pria berpakaian casual
4 bulan kemudian... Yuda dan Yura sudah mulai kembali normal. Sudah tidak ada kecanggungan di antara mereka. Mencoba sedikit demi sedikit saling melupakan sebuah ingatan yang telah berlalu. Yura sudah mulai merelakan perasaannya kepada Yuda. Merelakan Yuda bersama orang lain yang dia cintai. Dan kini, Yura sudah menemukan beberapa pria yang mengajaknya berkenalan. Mulai membuka hatinya bersama pria lain. Sedangkan Yuda hanya bisa menatap Yura yang tengah sibuk berkenalan dengan beberapa pria. Yura selalu menunjukkan pria-pria tersebut kepada Yuda. Sesekali Yuda akan meledek Yura, berpura-pura menyukai pria yang dia tunjukkan. Yuda sebenarnya tidak rela melihat Yura seperti itu. Tapi dia juga masih belum bisa menegaskan hatinya bahwa dia 'mencintai Yura'. Masih banyak keraguan di dalam hatinya. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa Yura pun sebenarnya belum benar-b
"Bagaimana ini bisa tersebar?" … Bima Cahyo Utomo. Aku memang sedikit tidak bersahabat dengan Bima, karena aku merasa sepertinya dia iri denganku. Aku tidak tahu pasti kenapa, mungkin karena aku memiliki banyak teman dan juga keluarga yang baik. Bima termasuk dari keluarga berkecukupan, bahkan hampir mirip sepertiku. Hanya saja dia memiliki orangtua yang kurang baik. Kedua orangtuanya telah bercerai dan Ibunya sudah menikah lagi. Sedangkan Ayahnya sepertinya selalu memberikan tekanan batin pada Bima dan juga melakukan kekerasan fisik padanya. Aku sesekali melihat luka-luka lebam ditubuhnya dan kadang dia terlihat sangat rapuh. Aku ingin sekali berteman dengannya, hanya saja dia memiliki sikap yang kurang ramah ke beberapa orang, membuatku jadi segan untuk berteman dengannya. Bima memiliki 2 teman yang cukup d
Yura POV: Setelah aku melambaikan tanganku kepada Yuda, kemudian aku mulai berjalan masuk ke dalam fakultasku. Hari ini begitu cerah dan udara terasa begitu lebih sejuk. Sepertinya semesta sedang memberiku semangat untuk menjalani hari ini. Aku berjalan dengan santainya melewati beberapa kelas disekitarku. Hingga sampailah aku di depan kelas, sambil menyapa teman-temanku, aku pun kemudian duduk ditempat yang biasa aku duduki. Tapi entah mengapa tidak ada yang membalas sapaanku?
Aku terus berlari tak tentu arah sampai tiba-tiba ada sebuah tangan menarik lenganku, membuatku berhenti berlari. Lia. … Sekarang aku berada di sebuah taman kecil, di samping fakultas bersama Lia. Lia menarikku dan mengajakku berbicara. Aku masih menangis memikirkan ucapan teman-teman kelasku. "Kamu nggak jijik sama aku atau Yuda, Li?" ucapku. "Aku hanya jijik sama kotoran." Lia berucap sambil mengusap punggungku. "Dan bukan sama seorang teman." Kini aku menatap Lia yang sedang tersenyum. Melihat senyuman Lia membuatku semakin menangis, aku menangis karena ucapan Lia yang membuatku terharu. Aku kemudian memeluk Lia dengan erat. "Terkadang sesuatu yang berbeda, tidak semuanya bisa diterima dengan baik Ra. Kita harus bersabar menghadapinya." Lia bersuara dengan lembut