Day 2Nina rencananya akan bangun pagi-pagi sekali untuk mengecek keadaan restaurant sebentar. Tetapi mau dikata apalagi, nyatanya Ia malah terbangun pukul 11 siang gara-gara sibuk begadang sampai jam 3 pagi.Nina melihat kasur disebelahnya, Chelsea ternyata lebih parah darinya. Gadis itu masih terlelap, sibuk mengarungi alam mimpi. Ia pun merenggangkan tubuh sejenak sebelum kemudian menuju dapur. Ia harus membuat sesuatu karena perutnya meraung-raung minta diisi.Suasana asrama terlihat sepi. Mungkin beberapa orang sudah pergi bekerja sejak pagi tadi. Jadi, Nina memutuskan untuk membuat jus dan toast saja pagi ini. Karena jika memasak makanan berat akan memakan waktu terlalu lama."Wah, masak apa nih?" Nina terkesiap saat mendengar suara berat di telinganya. Entah sejak kapan Ikbal sudah berada di dapur, Nina pun tidak tahu."Eh? Sejak kapan lo disitu?" Tanya Nina dengan canggung sambil menggaruk pelipisnya yang tidak
Nina memutuskan untuk kembali ke tempat tidur setelah makan. Tiba-tiba saja setelah melihat sosok Ikbal, moodnya langsung terjun bebas. Ia pun menenggelamkan kepalanya di bantal, menggerutu didalam sana. Ia merasa malu pada dirinya sendiri. Padahal sejak awal, dirinya lah yang mewanti-wanti untuk tidak mudah terjatuh dalam pesona siapapun disini. Niatnya untuk mengunjungi restaurant harus Ia batalkan, sehingga Ia pun menghubungi Andre untuk izin mengerjakan pekerjaannya dari asrama saja. Nina memutuskan untuk membuka Macbooknya kemudian mengerjakan di atas kasur. "Ugh!" Chelsea menggeliat pelan. Ia membuka matanya, sedikit menyipit karena menyesuaikan diri dengan cahaya mentari yang mulai menyengat masuk melalui celah gorden. "Jam berapa ini?" Gumamnya. "Udah jam 12. Kamu mandi gih sana," Saran Nina yang masih sibuk bergelut dengan laptop. "OMG, aku ada kel--maksudnya kerjaan jam 1 nanti," Chelsea pun terburu-buru turun dari
Setelah makan malam, mereka semua kembali berkumpul di ruang tamu setelah muncul sebuah surat di depan pintu asrama. Sean sebagai penerima surat, membuka perlahan segel yang mengunci amplop sambil sesekali menggoda mereka yang penasaran. "Para wanita, silahkan pilih salah satu dari 4 kartu untuk menentukkan kemana tujuan kencanmu." Ujar Sean dengan lantang. Sean pun mengorek isi amplop dan benar saja, Ia menemukan 4 kartu dengan lukisan yang berbeda. Ada pilihan pantai, museum, taman bermain, dan fine dining. Fine dining adalah salah satu impian kencan Nina sejak dulu. Ia ingin tahu bagaimana rasanya diperlakukan seperti seorang ratu. Tetapi, akan sangat canggung kalau kegiatan kencan mereka hanya makan. Nina juga tidak bisa melihat lebih jauh bagaimana kepribadian pasangannya jika tidak ada kegiatan aktif di dalamnya. Selain itu, Nina juga merasa Ia perlusedikitfresh air mengingat sesaknya hiruk pikuk perkotaan.
Day 3 Pagi ini, asrama bersuara sangat ramai. Para kaula muda tengah bersiap untuk kencan pertama yang sangat mereka tunggu-tunggu.Adam mengatakan bahwa mereka akan berangkat pagi-pagi sekali karena jarak pantai yang cukup jauh dari pusat kota, yaitu memakan sekitar 2 jam untuk sampai kesana. Disisi lain, Nina merasa bersalah kepada Kanaya karena seakan tengah berselingkuh dengan Adam. Sebab Kanaya baru saja curhat tentang kebimbangannya mengenai Adam kepada Nina semalam. Namun, betapa baik hatinya Kanaya mengatakan bahwa Ia baik-baik saja dan malah ikut membantu memilihkan outfit kencannya pagi ini. "Kamu betulan nggak apa-apa, Ka?" Saat ini Nina tengah berada di kamar Kanaya dan Kesha karena Ia sangat bosan di kamarnya sendiri. Chelsea seperti tengah menjauhinya sehingga mereka bahkan tidak mengobrol sama sekali sejak malam tadi. Nina juga tidak tahu apa kesalahannya, jadi Ia mengikuti saja alur yang dibuat oleh Chelsea. Jika perempuan itu tak ingin menyapanya hari ini, yasudah
Perjalanan diiringi dengan keheningan berkepanjangan, bahkan Adam tidak mau repot untuk sekedar menyalakan musik guna memecah keheningan yang melanda. Nina hanya bisa duduk dengan tenang dan hati-hati. Seperti dugaannya, kencan dengan Adam memanglah sebuah mimpi terburuk dalam hidupnya, setidaknya untuk sementara ini. "Bagaimana perasaanmu selama di rumah?" Tanya Adam akhirnya berbasa-basi setelah sekian purnama. Nina menoleh sekilas ke arah Adam, kemudian berdehem untuk membersihkan tenggorokannya. Rasanya seperti mengalami sesi interview, "Agak kesulitan sebenarnya," Jawabnya. Nina melirik Adam sekali lagi yang terlihat sangat tampan hari ini. Meskipun sikap pria itu dingin dan datar, Nina tetap tak ingin melewatkan keindahan mahkluk Tuhan yang satu ini. Belum tentu selesai acara dia akan melihat manusia seperti Adam lagi diluaran sana. "Apa yang membuatmu kesulitan?" Dahinya mengernyit dalam tampak keheranan. Nina memandangi kaca mobil disampingnya. Pemandanga
Adam dan Nina baru sampai di pantai setelah menempuh waktu perjalanan cukup lama, yaitu 2 jam 30 menit. Jika ingin, Adam bisa saja menembusnya dengan waktu 1 jam. Tetapi mengingat percakapannya dengan Nina terlalu sayang untuk diakhiri, jadi pria itu sengaja lebih memelankan laju mobil agar bisa lama-lama mengenal wanita itu.Pandangan Nina terhadap Adam tentu saja berubah 180 derajat. Nyatanya pria itu sangatlah asik diajak bicara. Komunikasi mereka cenderung lebih nyambung. Apalagi saat membicarakan tentang bisnis, Nina bisa melihat binar semangat di netra pria disampingnya. Sehingga Nina semakin menguatkan asumsinya bahwa Adam adalah seorangbussines man yang sangat sukses. Semoga suatu hari, Nina bisa mengikuti jejaknya.Pantai terlihat ramai sore ini, namun tidak terlalu sepadat biasanya. Awan di seberang pulau terlihat gelap menunjukkan kuasanya yang akan menurunkan hujan siang nanti.Semilir angin kencang meniup dengan gagahnya,
"Apa kamu merasa kecewa karena aku memilih kartu pantai?" Nina akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang sedari tadi Ia pendam. Mungkin saja sebenarnya ada seseorang yang diharapkan oleh Adam untuk memilih kartu tersebut. Obrolan mereka tak kian habis sejak tadi, mungkin karena mencoba saling mengenal, rasa penasaran masih besar sekali. Mulai dari membahas hobi, sampai dengan hewan peliharaan Adam yang ternyata sangat ekstrem. Pria itu senang memelihara reptil di dalam rumahnya. Tentu saja perawatan hewan-hewan seperti itu memerlukan biaya yang lumayan fantastis. Belum lagi, Adam harus menyediakan tempat yang luas, mendesainnya sedemikian rupa agar kendang-kandang itu dikamuflase seperti habitat asal para hewan peliharaan itu. Adam meneguk minumannya kemudian berujar, "Nggak. Kenapa harus kecewa?" Khas jawaban Adam. Setelah beberapa jam menghabiskan waktu dengan pria itu, sedikit banyaknya Nina hapal juga dengan kebiasaan Adam yang senang membalikkan pertanyaan dengan pe
Ezra menutup matanya tenang di atas kasur. Ia pulang kencan lebih cepat daripada pasangan lainnya, karena Ia memang tidak punya rencana apapun selain museum. Padahal, Ezra dan Kesha merupakan pasangan yang paling lambat untuk pergi karena mereka menunggu jam agak siangan. Diliriknya jam telah menunjukkan pukul 7 malam. Ternyata sudah cukup lama pria itu terlelap.Sesuai aturan, seharusnya sebentar lagi Kanaya akan pulang, mengingat aturan kencan hanya dibatasi sampai pukul 8 malam. Ia memutuskan untuk keluar dari kamar dan menemukan Kesha tengah sibuk melakukan--hal yang tidak Ezra pahami sebagai kaum pria.Menghias kukunya semerah darah."Eh? Udah bangun, Za?" Kesha berujar dengan nada riangnya. Semenjak pulang dari kencan, wanita itu berubah menjadi seterang mentari. Mungkin karena ketertarikannya kepada Ezra semakin besar setelah berkencan dengannya. Kesha menyadari bahwa Ezra tidak sedingin yang Ia kira. Meskipun pria itu hanya bicara singkat-