“Mbak stop berbohong kalau mengandung anak mas Sakha!” Fardi adik Ristia menggeram marah pada kakaknya yang telah tega memfitnah dan hendak menghancurkan rumah tangga orang lain. Ristia bergeming. “Apa mbak lupa, dulu mbak lah yang meninggalkan mas Sakha, sekarang dia sudah bahagia dengan istrinya, kenapa mbak tega menyakiti hati wanita lain, bagaimana kalau mbak yang di posisi mbak Andira?,” suara Fardi menggelegar penuh amarah. Di posisi Andira? Jangan ditanya, bahkan Ristia sekarang menjanda karna pernah di posisi itu, suaminya telah kembali ke pelukan mantan istrinya. Meninggalkan Ristia yang hanya butuh materi membantu usaha bapaknya kala itu. Seperti pernikahan kontrak saja. Hati Ristia tercubit sedikit. Namun besarnya rasa cinta pada Sakha membuatnya buta hati. Tak dipikirkan rasa sakit yang pasti menjejas di batin Andira. Bahkan jadi yang kedua pun Ristia tak masalah. Namun siapalah wanita yang ingin berbagi suami, bila pun ada pasti ada kecemburuan di dalamnya. “Aku ak
Mobil Avanza veloz milik Rasyid memasuki jalanan yang belum di aspal, di sekitarnya rumah penduduk tampak berdekatan namun tidak berdempetan. Di sebalah jalan tampak beberapa sawah milik penduduk yang menghijau tanaman padinya. Mobil berhenti di depan rumah sangat sederhana bercat putih dengan pagar bambu yang mengelilingi rumah itu, tampak bunga – bunga di tanam di pinggir pagar dan sebuah pohon kersen di sudut pagar sebelah kanan. Saat Nasria, turun tampak dari samping rumah muncul anak – anak kecil berbaju koko dan berbusana muslim sederhana dengan warna yang nyaris pudar. Ada sekitar sepuluh lebih anak – anak. “Bunda Nas...!” anak – anak kecil serempak berebut memeluk Nasria yang tampak kerepotan membawa kantong belanjaan berisi jajanan untuk anak – anak itu. Inilah yang dilakukan Nasria saat gajian tiba, selalu disipkan uangnya sedikit untuk membelikan cemilan anak -anak yang mengaji di rumahnya “Ayo – ayo baris yang rapi!” Perintah Nasria. “Bunda itu mobil siapa?” Seorang a
Andira berbalik dan mengerjap sesaat melihat seorang pemuda yang tadi memanggil namanya.Terlihat bingung saat sang pemuda menghampiri dirinya. Coba diingat – ingat pemuda ini pernah bertemu dimana sebelumnya.“Saya, Fardi mbak!” Fardi adik Ristia yang datang menemui Andira, seminggu yang lalu saat pulang kerja dari lokasi proyek baru bosnya, tak sengaja dia melihat Andira berjualan di batas kota ini.Andira, masih coba – coba mengingat.“Saya...adik Ristia mbak, yang dulu di bantu mas Sakha masuk kerja di kontraktor temannya. ucap fardi, yang melihat wajah bingung, Andira.Dada Andira bersebak, mendengar nama perempuan itu disebut, Namun berusaha ditutupinya dengan cara tersenyum ke pemuda di depannya.Adik Ristia, ada apa gerangan menemuinya. Andira tetap menerima keadatangan pemuda ini dengan baik.Diingatnya dulu sempat bertemu sekali saat, Fardi datang ke rumah Andira, untuk menyerahkan data dirinya ke Sakha yang waktu itu memberitahu bila ada lowongan di kantor temannya.“Ada ap
POV. Sakha Aku memeluk istri yang kurindui, namun kusakiti hampir tujuh tahun ini. Kulihat air mata di pipinya yang lebih tirus dari sebulan yang lalu. Kupeluk erat. Melepaskan kerinduan dan kumohonkan maaf atas kesakitan yang telah kutorehkan di hatinya. Kukecup seluruh wajahnya, mata, pipi, dan kecupan lama kuberikan di bibirnya yang sedikit pucat. Kuciumi perutnya yang membola. Ada anak kami di dalam sana. Anak yang kami rindukan kehadirannya tujuh tahun ini. Aku memeluknya di dalam rumah kecil yang tak lebih besar dari kamar tidur kami. Kamar tidur yang lebih sering ditiduri olehnya seorang diri. Tak ingin kulepaskan pelukan ini, namun tubuh itu berusaha menggeliat melepaskan diri. Sungguh dia tak pernah melepaskan diri dariku sebelumnya. Aku mendadak takut! “Apa mas sudah mengurus surat cerai?” suaranya, pelan namun bagai petir di telingaku. “Ra..., mas nggak akan mengurus surat cerai.” Tercekat suaraku. “kenapa? kasihan yang sudah lama nunggu mas.” Kulihat wajah wanita
Pov. AndiraHatiku bertalu melihatnya, pria itu, suamiku. Masihkah boleh aku menyebutnya sebagai lelakiku?Kulihat gurat kesedihan dan penyesalan di wajahnya.Raganya tampak lebih kurus dan rupanya nampak tak terurus.Raga yang setahun di awal pernikahan selalu memberikan kehangatan dan kenyamanan pada ragaku.Raga yang begitu menawan dengan rupa yang rupawan.Debaran di hatiku selalu beriak bila dia mendekatiku.Namun seketika aku sakit, kecewa bahkan hampir mati rasa saat kuingat raga yang dulu hanya untukku telah dibaginya untuk wanita lain.Menghangatkan ranjang di rumah lain namun membiarkan ranjang kami dingin, nyaris beku.Waktunya lebih banyak dengan perempuan itu dibanding aku.Bukan hanya beberapa hari namun bertahun.Seperti akar pohon yang merusak bangunan, begitu pula hati ini, nyaris hancur berkeping karna luka pengkhianatan yang berakar.“Mas pulang dong”, pesanku suatu malam, namun tak terbaca dan tak terbalas.Puluhan kali gawaiku memanggil nomornya, namun hening tanp
Andira berdiri di trotoar yang tak jauh dari puskesmas, dia baru saja memeriksakan kehamilannya yang sudah memasuki usia tujuh bulan.Tadi dokter memberitahukan jenis kelamin calon bayinya saat di USG.Calon bayinya laki – laki. Hamdalah diucap berulang kali oleh Andira saat mengetahuinya.Andira melambaikan tangan pada angkutan umum yang lewat dan naik saat angkot berwarna biru berhenti di depannya.Mirwan melajukan motor matic hitamnya saat melihat angkutan umum tadi sudah melaju membawa Andira pulang.Tanpa disadari Andira, sedari tadi pak guru yang juga ayah dari murid mengajinya itu menungguinya di seberang jalan sana sampai angkot datang.Mirwan memastikan Andira pulang dengan selamat.🍃Sejak mengetahui tempat tinggal Andira, Sakha pun tak pernah absen untuk datang menemuinya.Setiap sore sepulang kerja dia akan pulang ke rumah kecil milik bu Juriah yang di tempati istrinya.Datang dan membujuk Andira untuk kembali tinggal bersamanya namun selalu di tolak Andira.Biasanya Sakh
“Jadi kapan saya dan ibu saya bisa datang melamar Nasria bu,” Rasyid berbicara serius dengan bu Juriah di ruang tamu. Sementara Nasria yang di dapur bisa mendengar pembicaraan mereka, merasa panas dingin sendiri.“Dari, nak Rasyid saja dan keluarga, ibu sama Nas siap nunggu saja nak, tapi apa nak Rasyid sudah yakin dengan memilih Nasria? masalahnya keadaan kami seperti ini nak. Mungkin sangat jauh dibawah kehidupan nak Rasyid.” Bu Juriah memastikan lagi perasaan cakon menantunya ini.“Insya Allah siap bu, saya dan ibu juga bukan keluarga yang kaya raya bu, saya pun sudah yatim bu.” Jawab Rasyid tenang.“Apa nak Rasyid bisa berjanji menjaga perasaan putri ibu, dan tidak melakukan hal tak terpuji seperti suami nak Andira?”“InsyaAllah bu, saya akan menjaga Nasria dan mencintainya bu.”ucap Rasyid mantap.“api Nasria ini bawel dan suka ngorok nak,” bu Juriah membuka aib anaknya di depan Rasyid.Nasria yang mendengar menepuk jidatnya kuat – kuat.‘Ngapain sih ibu sebutin yang itu’ gerutu
Andira tidur dengan lelapnya, bersamaan turunnya hujan yang semakin deras membasahi padi yang mulai menguning siap dipanen.Di belakangnya Sakha mengusap punggung istrinya itu.Benar, tadi Sakha datang selepas isya, membawa roti kering, beberapa macam cemilan dan empat porsi sate ayam kesukaan istrinya.Sate yang dibawa pun di bagi untuk bu Juriah dan Nasria.Betapa bahagia tadi dirinya saat diizinkan datang menginap oleh bu Juriah.Meskipun Nasria memandang tak suka padanya.“Ibu tak berhak melarang nak, dan Andira masih istrimu. Ibu berharap yang terbaik untuk keluarga kalian, namun nak Sakha jangan memaksa nak Andira bila sekiranya maaf berat diberi. Ibu minta maaf namun kesalahan, nak Sakha tak main – main mengguris hati,nak Andira.” ucap bu Juriah tadi sebelum dirinya pulang.“Kenapa harus nginap sih, biasanya kan memang Andira dibiarin sendiri di rumah kalian,” kata – kata Nasria menohoknya tadi. Namun bu Juriah segera menegur putrinya itu.Namun Sakha tak marah, dia siap dan p