Ketika perusahaan ayahnya berada dalam ancaman hacker dan gangster, Hanz akhirnya pulang setelah puluhan tahun terasingkan, lalu menjadi Tuan Muda Jenius. *** Season 1 (Bab 1 - 110) : Mengalahkan BlackCarbon, mengembalikan kejayaan Fadeyka Energy di Rusia. Season 2 (Bab 111 - 240) : Pencarian Four-H di Tiongkok, Mengalahkan Yakuza Kuroi Kumo di Jepang. Season 3 (Bab 241 - 290) : Penuh Drama di Korea, Liburan di Pattaya. Season 4 (Bab 291 - seterusnya) : Membongkar rahasia Amerika.
Lihat lebih banyakUsai memperhatikan setiap ucapan dan gerak gerik empat pria tersebut, akhirnya Hanz menilai bahwa mereka bukanlah petugas yang sedang melakukan penyamaran, melainkan mereka hanyalah preman jalanan yang kebetulan lewat. Hanz bernapas lega karena dugaannya tidak benar. Dia justru senang kalau mereka ternyata preman, bukan petugas seperti FBI dan kepolisian. Preman tidak lebih menakutkan ketimbang FBI. Hanz malah mengajak mereka bicara, “Apa kalian bisa membantu kami? Ban mobil kami pecah. Entah lah mungkin hanya kempis saja.”Tetap, mereka tidak menggubris omongan Hanz. Ketika Roger sudah berada di dalam mobil, tiga anak buahnya mendesak agar segera melakukan tindakan cepat. “Mereka pasti bawa barang berharga seperti ponsel dan jam tangan.”“Dompet mereka juga pasti ada isinya.”“Kita dapat rejeki nomplok, Bos. Kenapa malah pergi? Kita tidak perlu membegal dan merampok seperti biasanya. Mangsa sudah ada di depan mata.”Roger bersedekap sambil memperhatikan mobil yang menepi di depa
Hanz berjongkok di dekat ban yang pecah. Jika biasanya orang pada mengeluh ketika mendapat musibah, sebaliknya, Hanz tidak berkomentar apa pun dan tidak pula bersedih. Masalah, solusi. Tapi, di sekitar sini cukup sepi dan bengkel pun jauh. Kemudian dia mengambil ponsel di saku celana dan menghubungi Avraam. “Jangan lebih dari satu jam. Cepatlah!”Sementara Edwin tetap berada di dalam mobil. Dia tidak boleh keluar karena berbahaya. Selagi mereka masih berada di sekitar sini dan belum sampai di rumah, mereka mesti tetap menjaga diri. Mereka belum aman. Hanz menyilangkan tangan di dada sembari meluaskan pandangan. Pemandangan yang sungguh indah. Swiss memang terkenal dengan nuansa alamnya yang bagus. Tetap keren walaupun hanya bentangan alam biasa. Satu jam berada di sini dengan menyaksikan pemandangan tentu bisa sambil merefleksikan diri sementara waktu.Hanz menarik napas cukup dalam sambil tersenyum tipis, berupaya menghilangkan rasa tak nyaman yang barusan melanda dirinya. Bebe
Tadi Hanz mampir sebentar ke sebuah mini market, membeli beberapa makanan minuman. Meskipun waktu tempuh menggunakan mobil hanya dua jam saja, mereka butuh asupan, terlebih kepada Edwin yang makin lama makin lemas. Sambil menyetir Hanz meneguk kopinya. Dia butuh cairan dan kafein untuk kembali menambah energi dan semangatnya. “Edwin, makanlah rotinya. Jangan sampai kau sakit sungguhan.”Edwin mengulas senyum dan kesulitan bicara. Dia tidak menyangka kalau rupanya Hanz tidak hanya jago perkara IT dan sedikit humoris, tapi juga cukup mahir berakting. “Aku salut pada mu, Hanz, padahal usia mu baru dua puluh. Sementara aku sudah tiga puluh lima. Kita beda jauh, tapi kau luar biasa.”Hanz tidak suka pujian. “Aku tidak sebagus dari apa yang ada di pikiran mu, Edwin. Sebagaimana manusia biasa, aku juga banyak kekurangan dan kesalahan. Jangan berlebihan menilaiku. Tidak ada yang spesial dariku.”Padahal, apa saja yang sudah Hanz lakukan itu sebenarnya luar biasa. Kalau saja bukan Hanz akto
Hanz dan Edwin tersentak kaget. Baru saja mereka bisa bernapas lega dan segera pergi dari tempat berbahaya ini, tiba-tiba saja dua petugas tadi malah menghadang mereka lagi. Edwin tidak bisa menahan cemas yang menggelayut di wajahnya. Jantungnya langsung bergemuruh disiksa rasa gugup yang membuncah. Lantas, apakah ini adalah akhir dari perjalanan hidupnya? Pria hitam berbadan besar itu mengetuk kaca mobil dan cepat menyuruh Hanz untuk segera keluar. Hanz membuka pintu mobil lalu keluar. “Ada apa, Pak?” tanyanya dengan nada yang sedikit ada keresahan, hanya saja sebisa mungkin dia tidak gugup. Namun, Hanz justru melihat sunggingan senyum lebar pada bapak itu. “Hanz, kami lupa mengembalikan SIM-mu dan kartu Identitas teman mu. Maaf ya.” Pria itu belum menghilangkan senyumannya. Oh, rupanya dua kartu itu lupa dikembalikan. Hanz ketawa sedikit sambil menerima dua kartu tersebut. “Hampir saja lupa. Wajar Bapak berdua tampak buru-buru tadi. Kami kira ada apa. Oke baiklah. Terima kasi
Edwin semakin berkeringat dingin saat melihat dari dalam kalau petugas sudah mau membuka pintu. Kecemasan dan ketakutan semakin menyerang nya. Seandainya petugas benar benar memeriksa nya, bahkan dia tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Ketenangan nya semakin terkikis seiring berjalan nya waktu. Lantas, bagaiamana cerita selanjutnya? Kendati begitu, Hanz segera mengambil ponsel dari saku dan memperlihatkan sesuatu pada mereka. “Berita terbaru. Edwin Joyden sekarang rupanya sedang berada di Freiburg, Jerman. Lihatlah!”Pria berkulit hitam yang tadi ingin membiarkan Hanz pergi lantas membaca berita tersebut, dan tidak lama berselang, dia pun berkomentar, “Benar. Edwin berada di Freiburg. Dia pergi ke utara, bukan ke selatan. Petugas di sana sedang mencarinya.”Si pria berkumis penasaran lalu juga membaca berita yang dipublikasikan oleh media ternama Eropa. Beberapa detik kemudian dia pun terhenyak sambil menghela napas panjang. “Benar. Berita itu benar.”Rekannya menimpali, “Ya
Edwin sedikit gugup dan panik saat melihat dua orang petugas sudah berada di dekat pintu mobil. “Buka pintunya!” perintah seorang dari mereka. Hanz membuka pintu lalu turun. “Iya, ada apa, Pak? Ada masalah dengan kami?”Setelah mengawasi keseluruhan bagian luar mobil, petugas tersebut memindai apa saja yang ada pada Hanz, dari atas sampai bawah. “Kau dari mana dan mau ke mana? Ada berapa orang kalian?”Hanz tidak boleh panik. Jangan sampai dia menampakkan ekspresi tegang atau hal apa pun yang bakal memancing kecurigaan petugas. Jika salah sedikit saja, selesai. Sementara itu, setidaknya ada selusian mobil yang juga disetop oleh petugas di sekitar lampu merah terakhir kawasan ujung Basel. Sebelum keluar dari Basel, mereka harus diperiksa terlebih dahulu. Termasuk kendaraan yang ditumpangi oleh Hanz dan Edwin. Sirine mobil petugas dan lampunya yang berkerlap-kerlip semakin membuat dada Edwin kian bergemuruh. Dia mengawasi sekeliling. Lebih dari tiga puluh petugas yang terdiri dar
“Ayo kita pergi!” ajak Hanz sambil menepuk-nepuk pundak Edwin. Ketika Edwin melihat senyum hangat penuh keakraban dari Hanz, tiba-tiba dada Edwin sedikit berdesir, hatinya merasakan sesuatu yang berbeda dari Hanz. Dia seakan merasakan bahwa Hanz memang seorang yang layak dijadikan sebagai sahabat meski mereka baru kali pertama berjumpa. Melihat wajah Hanz yang bersemangat, dia berusaha mengumpulkan semangat yang tadinya sempat hilang sehingga dia tergerak untuk memeluk Hanz cukup erat. Walaupun usia mereka terpaut lima belas tahun, hal itu tidak sedikit pun menimbulkan kecanggungan di antara mereka, sama sekali. Edwin tidak pula menganggap dirinya lebih hebat lantaran usia dan pengalaman. Justru dia menganggap Hanz adalah sosok penting yang akan menyelamatkan dirinya. Mereka melangkahkan kaki dengan cukup cepat menuju mobil sedang yang terparkir di sana. Ketika sudah berada di dalam mobil, Hanz pun berkata, “Aku sudah persiapkan pakaian untuk mu. Semoga pakaian itu juga sudah t
Hampir dua jam lamanya Edwin menunggu di sana. Rasa bosan, khawatir, cemas, dan takut bergabung jadi satu di hatinya. Apakah dia harus menyalakan laptop dan menghubungi sahabat nya lagi? Atau, Jangan-jangan sahabat nya tidak sebaik seperti yang dia kira selama ini? Apa Edwin terlalu percaya sama orang yang belum pernah sekali pun dia temui? Dia tersandar lemas di sebuah bangku taman, menekuri kira-kira langkah apa yang mesti dia ambil setelah sahabat nya tak juga kunjung datang. ‘Aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa lagi? Kalau pun ada temanku yang membantu, apa mungkin mereka bisa menjaga rahasia ini? Aku tidak yakin.’Selagi terus bertengkar batin dan mencari solusi, dia tidak bisa menghilangkan kekhawatiran yang sedari tadi tergambar di wajahnya. Persembunyian nya selama satu tahun harus kelar sekarang dan bisa jadi berakhir dengan adegan memilukan. Baginya, itu bukan hal yang diinginkan. Harapannya tentu saja dia bisa lari dari kejaran dan kembali tak terlihat seper
Selama satu tahun tinggal di daerah terpencil ini, Edwin seakan tidak terlihat, dan memang tidak ada orang yang tahu bahwa dia bermukim di sini sendirian. Selain jago IT, dia juga bisa membuat senjata yang cukup mematikan. Dia pernah membuat satu rudal mini yang memang dia persiapkan jika sewaktu-waktu diperlakukan di saat dia berada dalam keadaan terdesak. Rudal mini tersebut dia taruh di bawah tanah di samping rumahnya. Kapan saja akan keluar jika diperintahkan oleh Edwin. Kenapa keberadaan senjata tersebut tidak terlacak? Pasalnya, Edwin membuatnya seolah tak terlihat selama ini. Terbersit di benaknya untuk menggunakan senjata tersebut dan menyasarkannya di mobil yang ketiga. Itu opsi pertama untuk menyudahi pengejaran ini sehingga dia lebih leluasa untuk melarikan diri sesegera mungkin. Meski begitu, dia tidak tega membunuh manusia. ‘Setidaknya ada lima orang di sana. Kalau aku mau, mereka pasti mati.’Masih ada opsi lain, tapi Edwin butuh waktu untuk sampai di lokasi ranjau
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.