Share

Bab 6. Membujuk Alvin

Ada yang jual samsak hidup? - Alea Zahira

____________________

Boneka teddy bear dengan ukuran super jumbo menjadi objek samsak sore ini. Saking kesalnya, Alea seperti ingin melahap orang saat perjalanan menuju kontrakannya. 

Ia seperti berada di tengah tebing rapuh dengan badai petir di atasnya. Tidak bisa berlari ataupun menghindar, apalagi diam di tempat. Ah bagaimana ini.

Ditatapnya kontrak yang tergeletak di atas kasur dengan nanar. Ia belum berhasil mendapatkan tanda tangan, tapi emosinya sudah habis terkuras. Ia tidak yakin waktu tiga hari cukup untuk membujuk aktor kurang ajar itu.

Alea mengirimkan pesan pada Ais yang berisi tentang masalah kontrak yang masih belum ditanda tangani. Manager itu malah mengirimkan jadwal kegiatan Davichi padanya.

Ais mengatakan bahwa ia bisa mendatangi Davichi di lokasi syuting. Alea langsung mengecek jadwal tersebut. Besok pukul 7, pria itu ada syuting mini drama di kaki pegunungan.

Wow sekali bukan. Alea tak bisa membayangkan bagaimana dinginnya syuting di pagi hari. Tanpa berpikir panjang lagi, ia langsung menghubungi Dian untuk meminta izin libur.

Manager tim kreatif itu membebaskan dirinya dari semua tugas. Ia hanya perlu mendapat tanda tangan kontrak dari Davichi. Hubungan kerjasama yang baik antara Hero Advertising dan Infinite mengharuskan tim kreatif untuk menuruti kemauan kliennya itu.

Mendapat kabar demikian, Alea tidak tau harus bahagia atau sedih. Tugas yang diberikan padanya memang hanya 1. Tapi untuk membujuk aktor itu, sepertinya 1 nyawa saja tidak akan cukup.

Ia pun langsung mencari informasi mengenai lokasi yang akan didatanginya. Dari informasi yang ia baca, di lokasi sekitar terdapat camp ground yang dibuka untuk umum.

Sepertinya ia harus memaksa temannya untuk ikut dan membantunya. Hari yang mulai malam tidak melunturkan semangat Alea. Setelah melewati gang-gang tikus, akhirnya sampai juga ia di sebuah apartemen yang baru saja ia kunjungi.

Teman baiknya yang memiliki jabatan tinggi di sebuah perusahaan terkenal mampu membeli apartemen disini. Keren bukan? Ia juga berharap nasibnya sama dengan temannya itu.

Alea menaiki lift untuk bisa sampai di lantai 15. Semoga saja temannya ada di apartemen. Ia lupa tidak bertanya terlebih dahulu dan malah langsung menuju kesini. Bodoh memang.

Dua kali ia memencet bel, tapi tidak ada respon dari dalam. Ia pun memutuskan untuk menekan password apartemen itu dan segera masuk.

Temannya itu memang membiarkan Alea tau password apartemennya. Bukan maksud apa-apa, hanya untuk berjaga-jaga jika ada keadaan darurat.

Dilihatnya sosok pria yang masih bergelung di atas sofa. Rambut yang berantakan dengan baju yang masih sama sejak tadi pagi membuat Alea jijik. Ia yakin pasti pria itu belum mandi.

"Al" Alea membangunkan pria itu menggunakan kakinya. Tidak ada sahutan sama sekali. Ia menghembuskan nafas kemudian menepuk pelan pipi temannya itu.

"Al bangun, uda malem ini. Pasti belom mandi"

Hanya terdengar erangan dari mulutnya. Temannya satu ini memang sangat manja jika sakit. Padahal ia hanya demam dan pilek karena kebanyakan minum es. Seperti anak kecil memang.

"Heh bangun. Ngga bosen apa tidur mulu"

"Apa sih, gue masih ngantuk"

"Badan lo bau bangke sumpah. Mandi dulu, habis itu makan. Gue masakin deh. Bangun ngga"

Dengan sekuat tenaga, Alea menarik tangan Alvin agar bangkit. Jika dibiarkan, pria itu akan tetap tidur dan berakhir sakit maag karena telat makan.

Alea meletakkan tangannya di dahi Alvin, ia sungguh lega saat merasakan subu tubuh temannya itu sudah kembali seperti semula. Semoga saja, pria ini mau untuk membantunya.

"Makanya jangan minum es. Uda tau kalo kebanyakan langsung pilek terus demam. Masih aja diulangin"

"Iya iya. Ceramah mulu daritadi"

Melihat temannya yang sudah bangkit, ia pun langsung menuju ke arah dapur. Kulkas masih penuh dengan beberapa bahan karena memang baru kemarin ia mengisi ulang.

Malam ini Alea akan memasak sup ayam dan tempe. Simple sekali bukan. Ia harus masak cepat sebelum penyakit lama Alvin kambuh.

Alvin keluar dari kamarnya dengan handuk di kepala. Melihat Alea yang sedang memasak membuat hatinya senang. Ia bersyukur memiliki teman yang selalu ada untuknya.

"Masak apa?"

"Sup ayam sama tempe. Uda ada tanda-tanda maag? Nih makan roti dulu"

Roti yang sudah ia panggang dengan teflon langsung ia berikan pada Alvin. Semoga saja roti itu bisa sedikit mengganjal perutnya. Jika tau kalau temannya ini tidur sampai malam, ia akan kesini lebih awal.

"Aaaa"

Alea mengarahkan roti itu ke mulut Alvin. Jangan salah paham, mereka sudah kenal sejak kecil, bahkan seperti saudara. Jadi tidak heran mereka bersikap bak pasangan romantis.

Bohong jika Alvin tidak punya rasa dengan gadis di depannya ini. Gadis multitalent yang bisa mengerjakan apapun. Lihat saja, bahkan sekarang Alea sedang menyuapinya sambil menggoreng tempe. Keren sekali kan.

"Pindah kesini aja. Lumayan kan uangnya bisa ditabung"

"Ogah. Tiap hari pasti gue jadi babu"

Itu hanya bercanda. Alea merasa tidak enak jika harus tinggal di tempat Alvin yang begitu mewah. Bukan apa-apa, tapi temannya itu sudah seringkali membantunya. Ia tidak enak jika harus merepotkannya lagi.

"Ya elah, paling cuma masak doang. Lo tiap hari juga masak di kontrakkan. Apa bedanya coba"

"Ngga enak dilihat tetangga"

"Itu kamar depan juga tinggal berdua sama pacarnya"

"Ya terus?"

"Bodo. Ngomong sama lo ngga pernah ada ujungnya"

Alea hanya menggelengkan kepala pelan kemudian meniriskan tempe dari teflon. Masakannya sudah siap disantap, nasi juga sudah matang 5 menit yang lalu.

"Makan dulu"

Dengan muka memelas, Alvin menyodorkan handuknya. Ia sudah tidak punya tenaga untuk mengeringkan rambut. Hairdryer sedang rusak karena jatuh dari atas lemari.

Dengan senang hati Alea membantu mengeringkan rambut pria itu. Sekalian saja ia membujuknya untuk menemani camping.

"Al, camping di kaki gunung yuk"

"Hah? Musim ujan gini ngajak camping. Ngga waras lo"

"Ayolah, gue butuh banget"

"Emang ada urusan apa di kaki gunung? Mau bikin sajen?"

Alea menghembuskan nafas keras. Temannya ini tidak bisa diajak serius.

"Gue harus dapetin ttd kontrak sama Davichi. Itu aktor ada syuting di kaki gunung 6 hari. Lah gue cuma dikasih waktu 3 hari. Stress gue"

"Itu kan bukan tugas lo Lea sayang"

Jika sudah memanggil namanya, brarti pria itu sedang kesal padanya. Ia juga ingin protes pada managernya, tapi salahnya yang memang sering membuat kesalahan dan hampir dipecat.

"Pokoknya bantuin. Cuma 3 hari kok. Plis, lo kan anak gunung"

Alvin menghembuskan nafas keras kemudian mengangguk pasrah. Ia akan mengambil cutinya untuk menemani Alea camping. Mungkin setelah camping akan memicu semangat untuk giat bekerja.

"Pulang dulu sana ambil barang-barang. Malam ini tidur disini aja. Besok kita berangkat shubuh"

"Yes" sambil menari-nari, Alea berjalan menuju pintu. Akhirnya, ia berhasil membujuk temannya itu. Berarti sekarang, ia harus fokus untuk mencari cara agar Davichi mau bekerjasama dengan perusahaannya.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status