Share

Manis

-Evan_Stefandre-

Senja, hah, senja yang bagus dengan warna jingga di langit memancarkan kehangatan. Ah, aku jadi teringat kejadian tadi di sekolah, entah kenapa aku terus mengingat kejadian itu. Viona, gadis manis yang polos dan keras kepala, tetapi, enapa aku menciumnya, ya? Bahkan aku mendapat dua hadiah manis dari dia, benar-benar gadis unik, rasanya aku ingin terus menyentuhnya, tetapi menyebalkannya dia tahu rahasiaku, itu nggak bisa dibiarkan, dan cara yang terpikir oleh otakku adalah menciumnya, karena aku merasa bersalah jadi aku membuat dia jadi pacarku, ah apa itu salah, lagi pula aku suka saat dia sedang marah, itu terlihat lebih manis.

Sepertinya aku akan gila sekarang, jika kamu berpikir aku adalah mesum seperti yang di katakan gadis manis itu, rasanya itu terlalu berlebihan. Aku hanya sedikit tidak lebih.

Tanpa sadar aku terkekeh sendiri, memegang bibirku pelan, manis... sangat manis juga hangat, rasanya aku ketagihan untuk merasakan lagi. Tidak kusangka dia memiliki bibir yang begitu manis dan hangat.

Rasanya aku nggak sabar untuk menunggu besok, hari sudah gelap, aku segera masuk dan merebahkan diriku di kasur yang empuk ini. Ah, nyaman.

-----

Aku berada di sebuah rumah besar dengan cat putih tulang dengan banyak bunga warna-warni sebagai hiasan taman, indah.

Ck, rasanya aku nggak sabar menunggu pemilik rumah keluar, jadi aku memencet klakson motorku berkali-kali dan beberapa saat kemudian si pemilik rumah pun keluar dengan wajah kesal sambil melihat ke arah pintu gerbang dan wajah kesalnya itu seketika berubah menjadi wajah terkejut yang sangat lucu, duh menggemaskan!

"Lo! Ngapain ada di depan rumah gue?! Tahu dari mana juga?" Katanya sudah berada di depan gerbang, jarak kami hanya dipisahkan dengan pintu pagar setinggi daguku ini.

"Nggak penting gue tahu dari mana, buruan gih ntar telat..." aku memasang senyum terbaik.

"Apaan buruan?" Dia memasang wajah bingung dan melihatku aneh, ck, tidak peka rupanya.

"Buruan ayok berangkat, mulai hari ini lo pulang-pergi sekolah bareng gue." kataku santai.

"Apa? Gue nggak salah denger??!" Ck, kenapa jadi kayak drama yang pura-pura budeg sih, duh tapi manis.

"Ya jelas nggak... lo belum tua, kan? Buruan gih, ntar telat." kataku lagi.

"Gue bisa berangkat sendiri kok, duluan aja..." katanya nolak,

"Nolak rezeki itu enggak baik, dan gue nggak terima penolakan oke, jadi buruan ambil tas dan brangkat sama gue..." dia cuma diam menatapku aneh dan kesel, mungkin. 

"Apaan nolak rezeki,"

"Itu sih kesialan, bukan rezeki..."

"Nyebelin...ngeselin, betein, and bla bla bla...." 

Tetapi akhirnya dia tetap balik badan dan masuk ke rumahnya untuk mengambil tas sambil dengan menggerutu, astaga lucunya.

Tidak lama dia keluar lagi dan siap berangkat ke sekolah, aku langsung menyalakan mesin motorku dan dia hanya berdiri di samping motorku.

"Ngapain tetep di situ? Ayo naik." kataku sambi memberikan satu helm lagi padanya, dia masih melihatku dan akhirnya naik juga ke motor setelah memakai helm yang kuberikan.

----

Sampe di sekolah, semua murid melihat ke arah aku dan Viona tetapi aku tetap cuek, bagiku mereka semua hanya sekumpulan kutu nggak bermutu yang bisanya gosip saja.

Ku parkirkan motorku dan dia buru-buru turun dari motor dan meninggalkanku setelah melepas helm dengan buru-buru, kenapa sih nih cewek, untung dia manis.

"Lo mau ke mana?" Kataku mencegahnya setelah melepas helmku.

"Bego, ke kelas lah, masa gudang..." astaga, pagi-pagi sudah naik darah, lagi pms apa ya?

"Kenapa duluan, sini tunggu gue, ke kelas bareng." Aku turun dan langsung menggandeng tangannya berjalan ke kelas.

"Eh, tapi..."

"Nggak ada tapi-tapian... kelas kita searah kan..." aku masih menggandeng tangannya dan lebih kuat, kita berjalan hampir beriringan karena dia berjalan sedikit di belakangku,

"Lo nggak bisa jalan di sebelah gue, apa? Rasanya kayak gue nyeret lo tahu nggak." kataku meliriknya yang ternyata berjalan sambil menunduk, apaan deh.

"Lo knapa sih?!"

"Brisik! Lo nggak lihat apa...kita dilihatin. Risih tahu, kita ke kelas sendiri-sendiri aja." katanya, sial, dia ini tipe pemalu atau apa sih, aku pikir dia orang yang nggak takut sama apapun, eh tahunya masih takut di gosipin. Ck.

Sreett!!

Aku menariknya semakin mendeket denganku, kurangkul pundaknya. Kulihat dia sedikit terkejut dengan hal tiba-tiba seperti ini, tetapi tetap saja aku berlagak cuek, aku masih merangkul pundaknya semakin kuat dan senatural mungkin, aku tidak perduli dengan tatapan murid lain yang sewot, iri atau bahkan tidak suka, lagi pula aku tidak ada urusan dengan mereka.

"Apaan sih, lepas deh." Viona meronta dan berbisik tetapi aku semakin kuat merangkul bahunya.

"Diem aja deh, lo pacar gue skarang. Jadi turutin kata gue...lo nggak usah pikirin omongan kutu-kutu busuk kayak mereka, emang lo bakal mati kalo denger gosip dari mereka, santai aja lagi."kataku bales bisik.

"Ck, nggak usah modus deh, masih pagi...pacaran juga karena terpaksa, nggak tulus, apaan tuh." dengkusnya kesal. 

Diam-diam aku terkekeh, semakin dilihat semakin lucu saja sih dia, seorang Viona yang terlihat tomboy masih punya sisi feminim, aku tahu dia sedikit tidak terima dengan kelakuanku, di mana-mana cewek maunya pacaran itu tulus, kan? Yah,walau pun begitu aku senang kok menjalaninnya.

"Jangan buat gue ketawa pagi-pagi deh, apaan tuh, tulus? Nama penyanyi? Udah masuk sono ke kandang, belajar yang rajin." aku mengacak-acak sedikit puncak kepalanya terlihat jelas dia kesal sekali yang membuatnya terlihat semakin lucu, aku mendorong pelan tubuhnya hingga masuk ke dalam kelas. Dia melirikku tajam dan aku hanya tersenyum saja.

Aku melanjutkan langkah menuju ke kelasku sambil terus tersenyum senang, entah kenapa pagi ini aku bahagia, senang sekali.

"Van, yang tadi itu pacar lo?" Oke, gosip mulai bertebaran. 

Aku hanya melihat orang yang bertanya padaku, laki-laki sih, tapi kepo banget, persis perempuan.

"Kalau iya, kenapa?" Kataku datar.

"Mantap! Cakep banget... gue denger dari kelas XI-3 IPA" dia kegirangan, ini orang kenapa sih?

"Iya," lagi-lagi aku menjawab singkat,

"Beruntung nya... lo dapet cewek kayak dia, gue denger dia juga pinter tapi sedikit...kasar." dia agak nahan Kata-katanya, kasar? Ah itu memang bener, nggak heran deh.

Aku menaikan sebelah alis sambil masih melihatnya, dia jadi salting, aku jadi berpikir ini orang seperti bukan laki-laki saja.

"Ngga, kenapa lo tanya-tanya?" Kataku menatapnya tajam. Angga, laki-laki cerewet yang suka kumpul dan gosip bareng anak cewek, nggak terlalu pinter tapi, agak bandel. Tingkahnya konyol.

"Anu, nggak...nggak apa-apa, cuma mau nanya aja, pasti tuh cewek seneng ya dapet cowo kayak lo, lo kan pinter dan teladan di sekolah." Payah, seneng dapet pacar kayak gue? Apaan yang ada bawaanya pengen perang aja tuh cewek sama gue, emosi jiwa.

"Yah, begitulah... jadi?" aku mngidikkan bahu lalu menatapnya lebih tajam lagi.

"Jadi, udah... udah gitu doang." dia balik kanan dan buru-buru menjauh dariku dan berkumpul bersama murid lain, rasanya dia seperti reporter deh, tanya-tanya setelah dapat informasi di beritain ke sana ke mari dasar kumpulan manusia kurang kerjaan.

---  ----

Kau mengisi hidupku yang biasa saja...

Kau bagai angin musim panas...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status